Bayang Masalah di Balik Kabinet

Bayang Masalah di Balik Kabinet
Bayang Masalah di Balik Kabinet

PM, Banda Aceh – Selesainya prosesi pelantikan pejabat eselon II tak serta merta menuntaskan persoalan SKPA secara utuh. Lembaga Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh selama ini melakukan penelurusan terhadap latar belakang para calon pejabat SKPA, baik sejak mereka mengikuti proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), hingga terpilih menjadi tiga besar di masing-masing instansi. Dalam menelusuri rekam jejak para pejabat tersebut, GeRAK menetapkan beberapa indikator.

Berdasarkan hasil penelusuran rekam jejak, GeRAK telah mengklasifikasikan nama-nama tiga besar calon pejabat tersebut dalam tiga kategori warna, yaitu merah, kuning, hijau dan putih. Klasifikasi ini  didasari pada lima indikator. Pertama, tim dari GeRAK menilai rekam jejak berdasarkan pemberitaan mengenai sosok para calon di media massa. Kedua, penilaian diambil dari hasil wawancara terhadap orang-orang yang dekat dengan individu tersebut, termasuk para bawahan dari lembaga yang pernah dipimpinnya.

“Indikator selanjutnya yang kita lihat adalah sisi penanganan perkara yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi dan Kepolisian, yang kita telusuri dari Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP), dari sini kita dapatkan beberapa orang yang terkait dengan hal ini,” jelas Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani.

Nilai sosial juga menjadi salah satu indikator. GeRAK menelusuri rekam jejak para calon terkait kehidupan sosial masyarakatnya. “Bagaimana dia hidup di lingkungannya, bahkan dalam satu kasus yang kita temukan, ada yang diketahui pernah melakukan penyerobotan terhadap tanah masyarakat, ini penting untuk dicatat,” paparnya. Lalu Indikator terakhir, yakni pengaruh si calon dan interaksinya di ruang publik. “Bagaimana dia bersikap di facebook, twitter, relasinya dengan siapa, tahu dia sering duduk dengan siapa itu bisa menjadi daya tracking.”

Bermodal indikator tadi, tim dari GeRAK menyusuri rekam jejak mereka yang namanya masuk dalam tiga besar calon pejabat eselon II itu. Untuk kategori warna merah, ini diklasifikasikan bagi mereka  yang pernah tersandung kasus korupsi. Selain itu, dia juga terhitung sebagai pejabat yang selama ini berpotensi mempergunakan jabatannya untuk memperkaya orang lain. Hal lain, seperti rendahnya daya leadership (kepemimpinan) dan kuatnya sisi temperamental, turut mencantumkan sosok calon pejabat tersebut dalam kategori merah.

Sementara itu, kategori kuning adalah bagi mereka yang dalam rekam jejaknya diketahui tidak mampu memimpin instansinya. “Lead management, bagaimana dia ketika memimpin sebuah instansi tapi tak punya leadership, dikontrol oleh orang-orang dari luar, menggunakan jabatan yang ia miliki, tapi dipakai untuk memberi mendapatkan proyek pada orang-orang tertentu, banyak yang kita dapatkan yang seperti ini, selain itu kuning adalah mereka yang tak punya inovasi,” papar Askhalani.

Warna kuning menjadi kategori yang perlu diwanti-wanti oleh pemerintah, karena rentan untuk masuki dalam kategori merah. “Contohnya, bagaimana pejabat tersebut gagal mengembangkan inovasi terkait penggunaan dana desa, selain itu juga lambannya arahan kerja pada Badan Penanggulangan Bencana, misalnya, ini masuk dalam indikator kita,” kata dia.

Sementara itu, kategori hijau diberikan kepada orang-orang terbaik yang menurut GeRAK telah layak memimpin SKPA. “Pertama, dia paham aturan, leadershipnya bagus, kemampuan manajerialnya baik, dan progresif, beberapa orang yang lolos dalam kategori ini sebagian anak muda yang masih memiliki nilai integritas yang baik,” kata Askhalani. Menurutnya, orang seperti ini harus diperhatikan komponen sipil, karena dia tidak tergolong dalam tipe pelobi.

“Mereka ini tidak ada relasi politik, bukan juga bagian dari parpol, mereka masuk kategori hijau,” ujarnya lagi. Beberapa pekan sebelum pelantikan, GeRAK telah mengklasifikasikan sebagian besar calon pejabat tersebut. Hasilnya, dari 192 pejabat tersebut didapati ada 19 orang dari seluruh calon kepala SKPA itu masuk dalam kategori merah. Sedangkan yang masuk dalam kategori kuning ada sekitar 20 orang, dan 33 orang masuk dalam kategori hijau.

“Kami sudah mengirimkan catatan ini ke Gubernur, untuk jadi bahan pertimbangan,” tandas Askhalani.

Tujuh Pejabat yang Dilantik Masuk dalam Kategori Merah

Usai pelantikan pada Jumat lalu, ternyata tujuh orang di antaranya merupakan pejabat yang memiliki kategori merah atau berkinerja buruk. Hal itu disampaikan Askhalani kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (5/5). Sejumlah besar rekomendasi GeRAK, sebut dia, memang telah diakomodir pemerintah.

“Tapi, dari nama-nama yang kita rekom, ada tujuh SKPA yang kategori merah namun tetap dilantik Gubernur,” kata Askhalani.

Koordinator GeRAK Aceh, Askhalani

Meski tidak ingin menyebutkan nama-nama pejabat yang berkategori merah itu, namun ia membeberkan bahwa dari tujuh orang tersebut ada yang menjabat sebagai kepala biro dan SKPA. Dirinya juga tak memungkiri bahwa sejak awal, kategori merah banyak terdapat pada orang-orang yang telah pernah menjabat sebelumnya.

“GeRAK akan fokus memantau kinerja mereka nanti, kita lihat apakah dugaan kami ini terbukti dalam proses pertanggungjawaban anggaran ke depan,” lanjut dia.

Untuk mengukur kinerja itu, GeRAK akan memantaunya dalam enam bulan ke depan. Selebihnya, Askhalani tetap mengapresiasi kabinet Irwandi-Nova yang dinilainya berhasil menempatkan orang-orang baru dan memiliki latar belakang yang baik untuk berada di jajaran pemerintah.

“Banyak usulan GeRAK yang diterima, mereka yang berkategori hijau banyak yang duduk di SKPA, kami mengapresiasi hal ini,” pungkasnya.

YARA Akan Perbarui Gugatan    

Pelantikan para pejabat SKPA pada Jumat lalu menuai kritik keras dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA). Direktur YARA, Safaruddin kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (5/5) mengingatkan agar para pejabat yang dilantik berhati-hati menggunakan anggaran. Pasalnya, sejak awal YARA telah mempersoalkan serangkaian proses seleksi calon SKPA yang dianggapnya cacat hukum. Menurutnya,  ini akan berdampak panjang jika masalah tersebut tak segera diselesaikan.

“Saya ingatkan kepada kepala SKPA yang sudah dilantik, anda semua harus hati-hati. Karena proses assesment yang dilewati kemarin itu bermasalah secara hukum. Dan kami akan tetap persoalkan ini dan terus mengawal supaya pemerintah ini taat hukum. Kalau ini tak diindahkan banyak persoalan lain lagi nantinya,” kata Safaruddin.

Safarudin Yara (Foto Ist)
Direktur YARA, Safaruddin

Seperti diketahui, sejak 28 Desember 2017 lalu, YARA melayangkan somasi terhadap ketua tim pansel. Somasi ini menyusul karena masih tercantumnya nama-nama panitia seleksi dalam kepengurusan DPP Partai Nanggroe Aceh. Nama-nama Pansel yang menjadi pengurus Partai Politik, diantaranya T Setia Budi, Marwan Sufi dan Syarifuddin Z. hal itu dinilainya jelas melanggar aturan, karena tim pansel tidak boleh berasal dari Parpol.

Selain itu, Safaruddin juga mempersoalkan rekomendasi Ketua KASN RI yang membolehkan pejabat berusia 58,9 tahun mengikuti seleksi JPT Pratama. Hal tersebut bertentangan dengan PP Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Manajemen PNS. Dalam aturan ini ditegaskan bahwa usia paling tinggi adalah 56 tahun.

Lebih jauh, pada tanggal 21 Februari lalu, YARA mendaftarkan gugatannya terhadap ketua tim pansel SKPA dan ketua KASN ke Pengadilan Negeri Banda Aceh. Proses gugatan tersebut kabarnya sudah melalui tahap mediasi.

Namun, belakangan YARA mencabut sementara gugatan mereka. Safaruddin mengatakan ada beberapa hal yang ingin mereka perbaiki. Termasuk juga menambah poin pengangkatan Ir. Nizarli M.Eng sebagai Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Aceh.

Sebelumnya, Nizarli dilantik bersama delapan orang lainnya lebih dulu oleh Wakil Gubernur Nova Iriansyah. Pelantikan Nizarli belakangan dipersoalkan. Salah satunya oleh ketua Gerakan Masyarakat Partisipatif (GeMPAR), Auzir Fahlevi pada akhir April lalu. Dalam rilisnya, Auzir menilai pelantikan tersebut cacat hukum karena melanggar persyaratan administrasi.

“Seharusnya ada izin atau rekomendasi dari pimpinannya yakni Rektor Unsyiah, termasuk jenjang pendidikan akademik minimal S3 dari kalangan akademisi, sebagaimana yang telah ditetapkan Panitia Seleksi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) dalam melakukan seleksi‎ terhadap calon kepala badan, dinas atau biro di lingkup Pemerintah Aceh,” katanya.

‎Auzir memaparkan, dalam pasal 118 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) dijelaskan bahwa pelamaran yang dilakukan PNS harus direkomendasikan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) instansinya berkerja. Kemudian, di pasal 115 huruf f tugas Panitia Seleksi (Pansel) salah satunya melakukan seleksi administrasi dan kompetensi. Selain itu, di dalam pasal 120 ayat (4) dinyatakan bahwa Pansel wajib melakukan seleksi secara objektif dan transparan, dan di ayat (5) disebutkan bahwa tahapan seleksi paling sedikit terdiri atas seleksi administrasi dan penelusuran rekam jejak jabatan, integritas dan moralitas.

Auzir menyesalkan, seharusnya tim Pansel JPT sejak awal menyeleksi para calon kepala SKPA ini memperhatikan dengan jelas aturan tersebut. Tidak taatnya tim Pansel terhadap aturan dapat berimbas pada keabsahan pelantikan Nizarli. Ia pun mendesak Gubernur Aceh untuk membatalkan dan mencabut SK pengangkatan Nizarli karena tidak memenuhi syarat sesuai pasal 144 huruf e PP nomor 11 tahun 2017 tentang manajemen PNS.

Direktur YARA Safaruddin bahkan menganggap langkah Gubernur untuk tetap melantik para pejabat SKPA itu sebagai sikap yang arogan. “Kalau dalam mereka menjalankan tugas nanti, seandainya ada putusan pengadilan nanti yang menetapkan bahwa mereka tidak sah dilantik, tapi mereka sudah menggunakan anggaran, itu akan seperti apa nanti?” kata dia.

Soal pembaruan gugatan, Safar juga tak ingin bicara banyak. Ia mengatakan hal itu tengah digodok oleh timnya di YARA. Tak menutup kemungkinan ada langkah lain yang akan ia tempuh. “Nanti akan kami kabari perkembangannya,” tandas dia.

Berbeda dengan YARA, pengamat politik T Kemal Fasya menilai polemik soal pengangkatan Nizarli menandai setitik persoalan di internal Unsyiah, tempat Nizarli bernaung sebagai akademisi. Menurut Kemal, seharusnya Unsyiah bisa dengan mudah membantu orang-orang terbaiknya yang dipercaya oleh eksekutif.

“Ya seharusnya boleh lah dilepas. Seharusnya dalam hal ini kampus tidak perlu menahan, dan terkesan membangun politisasi seperti ini, jadi saya lihat yang politis ini justru Unsyiah nya,” kata Kemal.

Seharusnya, ketika ada orang-orang terbaik dari kampus kemudian diminta untuk bekerja membantu pemerintah, pihak kampus bisa memberi ruang, “dan nanti bisa mengkritik paling keras jika kemudian orang-orang kampus itu tidak mampu melakukan terobosan yang progresif dalam mengimplementasikan program-program pemerintahan.” Sikap semacam ini dianalogikan Kemal, tak ubahnya dengan skema ‘stick and carrot’. Dimana, ketika seseorang dihadapkan pada penghargaan (‘wortel’) dan hukuman (‘tongkat’), itu akan memotivasi mereka untuk mengejar tujuan, sasaran, dan tenggat waktu, menuju kinerja yang lebih baik.

“Beri dia reward (penghargaan) jika ia kinerjanya baik, dan kritik dia ketika gagal mengemban tugas,” tegas Kemal.

Ia berharap, pemerintah bisa mempertahankan orang-orang di kabinetnya yang terbukti memiliki kapasitas yang baik. Apapun masalah jabatan yang dialami orang tersebut, Irwandi jangan membiarkan mereka dalam posisi dilema.

“Kalau kita lihat, justru pada akhirnya setelah kerja tim pansel sendiri ada proses wawancara dengan Gubernur lagi kan. Ketika Irwandi telah melantik orang-orang ini, dia harusnya mempertahankan, membela orang-orang di kabinetnya ini. Jadi jangan biarkan Nizarli ini dilema dalam situasi yang sekarang,” tutup Kemal.

Pakta Integritas, Komitmen dari Mazhab Hana Fee

Koordinator Masyarakat Transparansi Anggaran (MaTA) Alfian mengatakan pemerintahan Irwandi-Nova perlu mendorong pakta integritas bagi para kepala SKPA yang baru saja dilantik. Hal ini sesuai dengan janji Irwandi yang ingin membangun pemerintahan dengan menjunjung tinggi apa yang ia sebut ‘mazhab hana fee’.

Koordinator MaTA, Alfian

“Itu yang selalu digembar-gemborkan Gubernur selama ini, saya pikir perlu dibuktikan, salah satunya dengan mendorong itu. Pakta ini bisa mengikat mentalitas, integritas, sekaligus untuk mencegah tidak terjadinya tindak pidana korupsi di kemudian hari,” kata Alfian kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (5/5).

Mengenai serangkaian masalah di balik pelantikan SKPA, jika beranjak dari pemerintahan sebelumnya, Alfian mengira hal ini tak akan terlalu berdampak bagi kinerja SKPA itu sendiri. Permasalahan dalam pelantikan SKPA juga pernah dialami pemerintahan Zaini Abdullah, periode lalu.

“Soal adanya permasalahan dan gugatan segala macam, saya pikir itu tidak akan panjang. Karena di masa Zaini ini juga sudah pernah terjadi. Beliau juga melantik beberapa orang pejabat SKPA yang belakangan dipersoalkan, tapi juga tidak ada tindakan apapun kan, jadi tak akan berpengaruh banyak,” tambah Alfian.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 20210202 WA0012
Sejumlah warga yang hendak menunggu kedatangan KMP Aceh Hebat 1 di Dermaga Pelabuhan Kolok, Kota Batu, Sinabang, Selasa, (2/2/2021). (Foto/Ist)

KMP Aceh Hebat 1 Tiba di Sinabang