Baliho Damai yang Benar-benar Meriah

Baliho Rusak
Dua atribut kampanye milik pasangan Irwandi Yusuf- Muhyan Yunan, Calon Gubernur Aceh dan milik pasanangan Mawardi Ali-Marwan Abdullah, Calon Bupati Aceh Besar. (Pikiran Merdeka/Juli Amin)
Baliho Rusak
Dua atribut kampanye milik pasangan Irwandi Yusuf- Muhyan Yunan, Calon Gubernur Aceh dan milik pasanangan Mawardi Ali-Marwan Abdullah, Calon Bupati Aceh Besar. (Pikiran Merdeka/Juli Amin)

[dropcap]W[/dropcap]ajah-wajah necis itu terpampang di sepanjang jalan negara. Ragam warna dan corak, ada sungging senyum terkulum. Ada yang terpancang di sisi jalan, terpaku di pohonan, dan tergantung di jembatan.

Menjelang akhir kampanye terbuka pemilukada gubernur dan bupati pada 5 April hari ini, wajah-wajah itu bisa berdamping terpancang di sisi jalan. Tak saya temui baliho kandidat yang terjungkal atau banner kampanye yang robek ketika kenderaan yang saya tumpangi memasuki kawasan Bener Meriah.

Suatu penampakan yang jarang saya temui ketika berlalu-lalang di Pidie Raya hingga ke Bireuen, dan seterusnya ke pantai timur Aceh.

Ada pemandangan lain seiring angin dingin yang menerobos kaca pintu kenderaan. Di Singah Mulo, saya terkesan melihat baliho milik kandidat Irwandi Yusuf tersenyum dengan Muhyan Yunan yang menggoda untuk mencoblos nomor dua.

Hanya terpaut satu meter, ada baliho merah. Itu, Zaini Abdullah dengan senyum terkulum dan Muzakkir Manaf yang gagah mendampingi.

Terpaut lagi satu meter searah jarum jam, ada Muhammad Nazar yang terkesan wibawa berdiri disamping Nova Iriansyah yang tersenyum.

Dan satu meter dari baliho milik mereka, Abi Lampisang yang berdiri tegap dengan surban kepala khas dan Teuku Suriansyah yang tersenyum.

Di atas baliho-baliho itu, ada banner kampanye milik Profesor Darni M Daud yang tersenyum bahagia dengan pasangannya Ahmad Fauzi. Banner mereka tersampir di antara dua pohon.

Selebihnya adalah baliho-baliho kecil milik kontestan untuk Bupati Bener Meriah periode 2012-2017, nomor urut kontestan mereka mencapai angka tujuh.

Saya tak menghafal nama-nama mereka, kecuali Tagore Abu Bakar yang merupakan mantan Bupati Bener Meriah sebelumnya. Dia punya jargon 5 rukun Islam, 5 waktu salat, dan 5 Pancasila. Angka lima adalah nomor urut pasangan calon bupati itu.

“Inoe bereh agoe, mandum baliho jeuet pasang sapat-sapat (di sini bagus, balihonya boleh dipasang berdampingan),” celutuk Bustami Aiyub, kawan saya dari Pidie Jaya.

Ayah Jufri yang duduk di samping saya langsung berkilah, “I Pidie han ase lagee nyan (Di Pidie tak bisa seperti itu,” kata pria asal Kabupaten Pidie itu.

Kabupaten Bener Meriah sekilas telah menjalankan amanat ikrar damai pemilukada Aceh. “Ikrar damai akan bermakna ketika ada timses A yang dengan senang hati menopang kembali baliho milik kandidat B yang tumbang ditiup angin,” kata Bupati Pidie Jaya, Muhammad Gade Salam ketika memberi pidato singkat pada Deklarasi Pemilukada Damai di Pendopo Bupati Pidie Jaya, 22 Maret lalu.

Namun kenyataan di Pidie Jaya tidak berlaku seperti di Bener Meriah yang damainya benar-benar meriah. Perkara pemasangan baliho kerap menimbulkan ricuh yang nyaris berakhir adu otot antartimses kandidat. Intimidasi dengan lembut merayap ke pintu-pintu rumah penghuninya.

Baliho suatu kandidat akan berakhir jika ada pemasangan baliho kandidat lain di dekatnya. Timses kandidat yang basisnya kuat akan arogan. Yang tak sepaham harus diluruskan. Masyarakat digiring ke arena kampanye untuk mendengar visi-misi, sekaligus untuk menerima petuah lembut menyatukan suara memenangkan kandidat jagoan mereka.

“Menyoe hana meunang nyoe bak uroe H singoh, maka runyamlah Aceh tanyoe (Kalau tidak menang kandidat ini nanti, runyamlah Aceh),” rayu seorang jurkam dalam kampanye salah satu kandidat di Pantai Kuthang, Pidie Jaya, beberapa waktu lalu.

Atau “Neupileh kamoe, insyaallah kamoe akan ba Aceh nyoe dalam damai dan sejahtera (pilih kami, insyaallah kami akan menjadikan Aceh damai dan sejahtera),” ajak jurkam lain.

Di pemilukada, jargon mimpi para kandidat dan mimpi kita bisa saja sama. Namun inti dari proses pemilukada hanya satu hari, di ruang sempit yang tidak dapat diintip orang, kita harus bijak mengikuti nurani.

Tidak ada yang tahu kita mencoblos siapa. Terbanyak mendapat tusukan, dialah yang akan menjadi Kepala Pemerintah Aceh. Damai itu ada di tangan masyarakat yang telah memilih kandidat menurut hati nuraninya masing-masing. Semoga angin sejuk dataran tinggi Gayo dapat berembus ke pesisir pantai yang kering.[arif surahman]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait