Asmara Gelap Terendus, Wartawan Dibekap

Asmara Gelap Terendus, Wartawan Dibekap
Asmara Gelap Terendus, Wartawan Dibekap

Kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi di Aceh Timur. Kali ini menimpa wartawan Pikiran Merdeka yang memberitakan asmara gelap oknum dewan.

Wartawan Pikiran Merdeka, Iskandar Ishak terpaksa melaporkan Muzakir ke Polsek Idi pada Rabu, 7 Juni 2017. Pelaporan ini dilakukan Iskandar setelah ia dan keluarganya mendapatkan ancaman dan teror dari anggota DPRK Aceh Timur tersebut. Bahkan, politisi Partai Aceh itu sempat mencekik korban di depan anak dan istrinya.

Kepada wartawan, Iskandar menceritakan awal mula kejadian pengancaman terhadap dirinya oleh Muzakir. Hal itu dikarenakan Muzakir tak terima dengan pemberitaan yang ditulisnya dan dimuat di Tabloid Pikiran Merdeka yang berjudul ‘Asmara Gelap Pak Dewan Berbuntut Panjang’. Padahal, atas alasan privasi, Pikiran Merdeka sejak awal hanya hanya menuliskan inisial nama kedua orang yang terlibat asmara gelap tersebut.

Iskandar mengisahkan, kala itu dirinya baru bergerak dari Kantor Setdakab Aceh Timur sekira pukul 14.30 WIB. Tiba-tiba Muzakir menelpon dirinya sambil bertanya keberadaan Iskandar. “Pat kah?” tanya Muzakkir berkali-kali kepada Iskandar.

Saat itu, Iskandar menjawab dirinya akan kembali ke rumah. Namun Muzakir malah balik meminta Iskandar ke rumahnya dengan dalih untuk menyelesaikan masalah. Selanjutnya, kata Iskandar, Ketua Komisi A DPRK Aceh Timur itu terus menerus menghubungi dirinya sambil mengeluarkan ancaman.

“Selain mengancam membakar mobil, Muzakir juga beberapa kali datang ke rumah. Terus terang, ini membuat kami sekeluarga resah. Saya dan keluarga merasa terancam,” ujar anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh Timur ini.

Merasa dalam ancaman oknum dewan itu, Iskandar akhirnya mendatangi Polsek Idi Rayeuk untuk melaporkan kejadian itu. Dia melaporkan bahwa Muzakir yang merupakan warga Desa Titi Baro, Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, telah mengancam dirinya dan membuat kenyamanan keluarganya terganggu.

Usai membuat laporan ke Polsek Idi, Iskandar pulang ke rumah. Tak lama berselang, tiba-tiba Muzakir datang dengan mengunakan sepeda motor. Tanpa membukakan helm, dengan gelagat tak bersahabat Muzakir memaksa Iskandar ke rumahnya untuk menyelesaikan masalah. “Ayo ke rumah saya, kita selesaikan persoalan ini di depan keluarga saya,” ujar Iskandar menirukan ajakan Muzakir.

“Namun saya tidak mau ikuti ajakan tersebut. Lalu saya sampaikan ke dia jika ada yang kurang berkenan terhadap pemberitaan tersebut, maka silahkan beri hak jawab,” ujar Iskandar memberi penjelasan kepada Muzakir.

Tak puas dengan jawaban Iskandar, Muzakir naik pitam. Ia kemudian melakukan kontak fisik dengan mencekik leher Iskandar. “Dengan nada emosi Muzakir meminta saya ke rumahnya. Bahkan, ia menggenggam dan menarik-narik tangan. Tak lama setelah itu, Muzakir mencekik leher saya, namun spontan saya mengelaknya,” terangnya lagi.

Usai kejadian itu, keluarga Iskandar merasa takut dan terancam. Apalagi kejadian tersebut berlangsung di depan istri dan anak-anaknya. Akhirnya, Iskandar kembali lagi ke Polsek Idi guna melengkapi laporan.

“Saya tidak terima perlakuan anggota dewan yang terhormat berbuat kasar di depan anak dan istri saya. Ia mencekik leher saya,” tutur Iskandar.

Sebagai terlapor, pada malamnya Marzuki menyambangi Polsek Idi untuk memberikan klarifikasi. Kepada wartawan, Marzuki membantah telah mencekik Iskandar. Ia menilai, pemberitaan yang dituliskan Iskandar sudah mencemari nama baiknya.

Meski begitu, ia mengakui telah mendatangi rumah Iskandar dan sempat terjadi cekcok. Lalu ia sempat memegang leher Iskandar dan mengajak ke rumahnya untuk mnyelesaikan kasus tersebut di depan anak-istri Marzuki.

Menurut Marzuki, saat siang hari ia sempat berupaya menemui Iskandar. Namun dirinya kesulitan menemukan sehingga mencari ke rumahnya. “Pertama dia bilang sedang di Sekdakab Aceh Timur, saya cari dia ke sana namun dia tidak ada,” ujar Marzuki.

Marzuki berdalih ia kesal lantaran Iskandar tak bisa ditemui dan dinilai mempermainkannya. “Akhirnya, saya ke rumah dia jelang buka puasa karena saya yakin dia pasti pulang ke rumahnya,” beber Marzuki.

Diakui Marzuki, dirinya hanya ingin mengajak Iskandar ke rumahnya untuk memberi penjelasan kepada keluarganya atas laporan NS terkait perselingkuhannya.

Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto SIK MHum melalui Kapolsek Idi Rayeuk AKP Didik Suratno kepada wartawan membenarkan telah menerima pengaduan dari Iskandar. Selanjutnya, pihaknya berjanji akan meninkdaklanjuti laporan tersebut dengan memanggil terlapor dan para saksi. “Kita akan dalami dan segera menindaklanjuti kasus ini,” kata AKP Didik Suratno.

ASMARA GELAP
Adanya tudingan adanya asamara gelap antara Marzuki dan NS diketahui setelah NS mendatangi DPRK Aceh Timur pada Selasa, 30 Mei 2017. Kala itu, ruang kerja Wakil Ketua DPRK Aceh Timur, M Nur mendadak menjadi ruang “curhat”. M Nur yang didampingi dua koleganya dari Fraksi Partai Gerindra, Hamdani Agani dan Aidul Azhar, tekun menyimak pengaduan seorang wanita berinisial NS yang duduk di depan mereka.

“Ini baju saya yang disiram kuah soto oleh isteri Pak MZK,” ujar NS sembari menunjukkan kaos biru tua.

“Saya datang ke DPRK Aceh Timur bermaksud menyelesaikan persolan saya dengan Pak Muzakir,” tambah NS.

NS juga mengaku jauh-jauh datang dari Medan, Sumatera Utara, agar Muzakir mau bertanggung jawab. Bahkan, mahasiswi 23 tahun ini mengatakan dirinya adalah pacar Marzuki. Kisah asmara gelap ini telah berjalan setahun.

Entah apa penyebabnya, pada suatu hari Muzakir berulah. Ia diduga menganiaya NS. Insiden itu terjadi pada 7 April 2017 sekitar pukul 22.00 WIB di Jalan Ayahanda Medan. Hal ini sesuai dokumen pelaporan ke polisi yang diperlihatkan NS kepada anggota DPRK Aceh Timur.

Tak diterima diperlakukan seperti itu, pada 10 April 2017, NS melaporkannya ke Poltabes Medan. Kasus yang dilaporkannya adalah dugaan tindak pidana penganiyaan dan pengancaman. Kini kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan. NS juga memperlihatkan surat panggilan dari polisi sebagai saksi korban dalam kasus tersebut. “Saya belum juga memenuhi panggilan tersebut, karena saya berpikir Muzakir masih ada maksud baik. Saya tidak mau menghancurkan karir Pak Muzakir juga,” ujar NS.

Setelah “curhat”, NS meminta M Nur menelepon MZK agar datang ke tempat itu untuk menemuinya. Namun menurut M Nur, setelah diberitahu, Muzakir tidak bersedia hadir.

Sebelum kasus itu mencuat ke permukaan, Pikiran Merdeka sempat menemui Muzakir di rumahnya. Kala itu, anggota dewan ini ditemani isterinya. Muzakir mengaku kenal dengan NS. Setahun lalu ia juga punya hubungan dengan perempuan muda tersebut. “Sekarang saya tidak ada hubungan lagi dengan NS. Persoalan ini isteri saya tahu semuanya. Pokoknya saya dengan NS tidak ada hubungan apa-apa lagi. Ini ada pihak yang mencoba menjatuhkan saya,” ujar Muzakir.

Kala itu, Marzuki mengaku ini adalah upaya pembusukan terhadap dirinya. Menurut dia, mengapa persoalan itu muncul sekarang? Ia mengatakan NS berupaya memeras dirinya. “Dia pernah meminta saya uang Rp40 juta melalui telepon selular,” ujar Muzakir. Seraya mengulang kata-kata, “ini pembusukan terhadap diri saya” Muzakir bahkan sempat meneteskan air mata saat wawancara itu berlangsung.

KECAMAN
Kekerasan yang diterima wartawan Pikiran Merdeka mendapat kecaman dari Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) Aceh Timur, Ir Kasad. Ia menyesalkan sikap oknum anggota DPRK Aceh Timur terhadap Iskandar.

Menurut Kasad, seharusnya dalam menyingkapi persolan ini dapat dilakukan dengan komunikasi yang baik serta bijaksana dan tidak perlu bersikap yang berlebihan dan arogan.

“Wartawan itu kan mitra kita pemerintah, tidak etis jika ada kejanggalan yang terjadi antara oknum anggota DPRK Aceh Timur dengan seorang wartawan,” kata Kasad saat ditemui oleh sejumlah wartawan di Kantor Mejelis Pendidikan Daerah (MPD) Aceh Timur, Jumat (9/6/2017).

Terkait ada permasalahan antara salah seorang wartawan dengan oknum anggota DPRK Aceh Timur hingga berujung ke polisi, Kasad mengetahui dari berita media. “Sampai saat ini kita belum ada pemberitahuan dari organisasi wartawan di Aceh Timur. Jika sudah ada pemberitahuan resmi, nanti kita melalui persetujuaan Ketua DPRK maka akan kita panggil oknum anggota DPRK tersebut,” kata Kasad, politisi Partai Golkar.

Intimidasi dan teror yang diterima Iskandar juga mendapat kecaman dari berbagai kalangan. Ketua PWI Aceh Timur Musyawir mengecam kekerasan kepada jurnalis. Menurut dia, apapun dalihnya, mengancam dan menganiaya wartawan karna karya jurnalistiknya tidak dapat dibenarkan dan ditolerir, baik dari sisi hukum positif negara maupun hukum agama. Lebih-lebih jika pelakunya seorang anggota dewan yang sejatinya menjadi panutan bagi masyarakat.

“Kami atas nama PWI Atim menyesalkan adanya kasus ini. Jikapun saudara Muzakir merasa dirugikan karena berita yang dibuat oleh korban, silakan klarifikasi atau berikan hak jawab. Jika tidak puas juga, silakan lapor secara pidana. Tidak perlu main hakim sendiri dengan melakukan intimidasi atau melakukan tindak kekerasan fisik terhadap wartawan yang menulis berita tersebut,” sambung Musyawir.

Hal senada disampaikan Dewan Pengurus Cabang (DPC) Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Aceh Timur. Ketua DPC PPWI Aceh Timur, dr Zulfikry MKes menegaskan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

“Tindakan pengancaman terhadap jurnalis merupakan tindakan yang menginjak-injak kemerdekaan dan kebebasan pers, karenanya dapat dikenai ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) UU Pers dengan ancaman penjara paling lama dua tahun atau denda Rp500 juta,” jelas pria yang akrab dipanggil dr Ayie ini.

Menurut dia, jurnalis bekerja atas dasar peraturan dan etika yang berlaku. “Sudah semestinya jika ada pihak yang tidak puas dengan sebuah pemberitaan dapat menggunakan hak jawab sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku,” katanya.

Dia menambahkan, tindakan pengancaman itu juga dapat dikenai Pasal 368 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan tahun. “Jangan berperilaku bar-bar apalagi sampai melakukan tindakan fisik dengan mencekik leher di depan anak dan istrinya. Itu tidak mencerminkan perilaku sebagai anggota dewan yang terhormat,” sebutnya.

Karena itu, pihaknya minta polisi bisa memproses permasalahan ini hingga tuntas dan transparan. “Selain itu, kita minta BKD DPRK Aceh Timur bisa menindak oknum anggota dewan yang telah mencoreng kehormatan wakil rakyat,” pungkas dr Ayi.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Persiapan PON Aceh
Pemerintah Aceh terus mematangkan diri mempersiapkan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI/2024 Aceh-Sumut Wilayah Aceh. Foto: RRI

Aceh Terus Matangkan Kesiapan PON XXI 2024