Seorang bapak paruh baya pernah mengutarakan keinginannya untuk berangkat haji. Dia sudah punya cukup bekal untuk menunaikan rukun Islam yang kelima itu, dengan menjual aset tanahnya.
Namun, begitu dana sudah dikantongi, dia terpincut untuk membeli mobil. Katanya untuk tambahan usaha juga. Sekian bulan usaha dijalani, ternyata bukan tambahan pemasukan yang didapat, malah mobilnya itu mengalami kecelakaan, sehingga banyak dana yang harus keluar.
Untuk menuntaskan urusannya dia memaksakan dirinya untuk meleasingkan mobil itu. Rupanya usahanya lesu sehingga untuk membayar cicilan mobilnya tersendat-sendat.
Akhirnya mobil itu pun terpaksa dijual, dengan menyisakan angsuran yang lumayan besar. Setelah dipotong sisa angsuran, memang ada lebihnya.
Namun, lebihnya itu untuk membayar satu kursi saja tidak cukup. Akhirnya keinginannya untuk berangkat haji pun kandas.
Di sisi lain, ada seorang anak yang ingin memberangkatkan ibunya naik haji. Namun, sang ibu menolak kalau hanya dia yang berangkat, dia ingin anak dan menantunya juga berangkat. Jadi, pergi haji bersama-sama, bertiga.
Sang anak manut, dan pelan-pelan termotivasi untuk berangkat menunaikan ibadah haji. Dan untuk menutupi tuntutan tiga kursi haji itu, ia pun mencari pinjaman.
Rupanya tekad dan niat yang baik membuahkan hasil yang manis, di mana usaha yang dijalaninya mengalami kemajuan yang signifikan sehingga pinjaman itu pun bisa dibayar hanya dalam waktu tiga bulan.
Itulah contoh dari tingkat himmah (cita-cita) seseorang. Himmah inilah yang menggerakkan amal, yang bermuara pada hati; jika kehendak dan hasrat lemah, maka itu lantaran kehidupan hati yang lemah.
Sebaliknya, hati yang bergelora menunjukkan bahwa hasratnya tinggi, kehendak dan cita-citanya sangat kuat.
Ibnul Qayyim berujar: Seorang hamba yang mampu mengarungi jalan menuju Allah adalah karena tekad hati dan hasratnya, bukan karena tubuhnya. Karena hakikat takwa adalah takwanya hati, bukan anggota tubuh.
Firman Allah SWT, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati”. (Al-Hajj: 32).
Nabi SAW pernah berpesan, “Barang siapa yang ingin pergi haji, maka hendaklah ia bersegera karena kadang datang penyakit, kadang hewan tunggangan hilang, atau kadang ada keperluan lain (mendesak) (H.R. Ibnu Majah).
Jika burung terbang dengan sayapnya, maka manusia membumbung tinggi dengan himmah-nya. Hasratnyalah yang membawanya ke puncak tertinggi, terbang bebas lepas dari segala ikatan yang membelenggu tubuhnya.
Bukankah cita-cita besar ini pula yang menghantarkan seseorang meraih kesuksesan duniawi?
Dengan demikian, jika dalam banyak ayat Al-Qur’an dan hadis Nabi SAW kita kerap dianjurkan agar bersegera melakukan amal salih, maka teks-teks syar’i ini seyogianya menginspirasi kita agar gemilang pula dalam mengarungi gelanggang kehidupan duniawi ini.
Sumber: Republika/Makmum Nawawi
Belum ada komentar