PM, Subulussalam – Koordinator Aliansi Masyarakat Petani Sekitar (AMPAS) Raswanto Sagala, meminta Pemerintah Kota Subulussalam untuk tidak memperpanjang Hak Guna Usaha (HGU) PT. Laot Bangkok, di Kecamatan Sultan Daulat.
AMPAS juga meminta Pemko setempat untuk menghentikan seluruh aktivitas perusahaan tersebut, kerena telah banyak merugikan masyarakat mulai dari penyerobotan lahan masyarakat, pembalakan hutan secara besar-besaran, serta tidak memiliki CSR dan Plasma.
“HGU PT. Laot Bangko sampai saat ini tidak ada kejelasan kongrit tentang izin perusahaan tersebut. Kita meminta pemerintah mencabut HGU PT tersebu,” ujar Raswanto, Minggu (6/5).
Kata dia, AMPAS menilai perusahaan PT. Laot Bangko tidak serius atas HGU yang diberikan pemerintah. Pasalnya, perusahaan yang berdiri sejak tahun 1986 di kota Subulussalam itu dengan luas HGU mencapai 6.800 hektare, pernah menelantarkan lahan selama bertahun-tahun.
Selain itu, kehadiran perusahaan sawit tersebut dinilai tidak memiliki kontribusi positif bagi masyarakat sekitar, pasalnya perusahaan itu sering terjadi konflik horizontal dengan masyarakat sekitar.
“Saat ini perusahaan PT. Laot Bangko sedang gencar melakukan pembukaan lahan secara besar besaran, hingga membuat parit tapal batas dengan gampong yang berbatasan langsung dengan perusahaan itu salah satunya adalah Kampong Namo Buaya,” sebutnya.
Kata dia, dalam menentukan tapal batas pihak perusahaan tidak pernah melibatkan warga dan petugas gampong.
“Ini sudah melanggar, karena menentukan tapal batas secara sepihak tanpa ada koordinasi dengan tokoh masyarakat gampong Namo Buaya. Padahal ada sebagian kebun masyarakat di dalamnya,” terangnya.
Sesuai pasal 58 UU perkebunan, kata dia, jelas disebutkan tentang kemitraan usaha perkebunan ayat 1 menegaskan perusahaan perkebunan yang memiliki izin guna usaha wajib memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat 20% dari luas areal kebun yang diusahakan perusahaan tersebut.
Pemerintah juga telah mencantumkan ketentuan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) dalam UU Perkebunan No. 39 tahun 2014, yang mewajibkan perusahaan mengikuti standar pembangunan kebun kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mengikuti ketentuan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia, yakni perusahaan perkebunan wajib memperhatikan faktor sosial, ekonomi , dan lingkungan dimana salah satunya membangun perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang kepemilikan lahannya oleh masyarakat.
Atas dasar tidak diikutinya regulasi yang telah dibuat pemerintah itulah, AMPAS meminta pemerintah kota Subulussalam untuk tidak memperpanjang HGU PT. Laot Bangkok serta menghentikan seluruh aktivitas perusahaan tersebut.
Raswanto melihat, Pemerintah Kota Subulussalam terkesan menutup-nutupi Izin HGU PT. Laot Bangko. “Padahal persoalan ini bukanlah persoalan baru, sudah sejak lama masyarakat mengeluh, seharusnya pemerintah peka dengan persoalan ini,” tutupnya.()
Belum ada komentar