PM, Banda Aceh – Panitia Seleksi (Pansel) calon kepala dan calon wakil kepala Badan Pengusahaan Kawasan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS) pada 27 November 2019 telah mengumumkan nama-nama yang lulus seleksi administrasi untuk calon pimpinan (capim) BPKS.
Namun, Usman Lamreung, akademisi Universitas Abulyatama (Unaya) Aceh Besar menilai ada beberapa kejanggalan dari nama-nama yang diumumkan oleh Pansel yang diketuai T Ahmad Dadek SH tersebut.
Diantaranya terdapat tiga nama dari unsur pimpinan petahana (incumbent) yang lulus tetapi ketiganya tidak mundur dari jabatannya.
Mereka adalah Islamuddin ST. Yang bersangkutan adalah Plt Wakil Kepala BPKS melamar untuk posisi Kepala dan Wakil Kepala sekaligus.
Lalu ada Fauzi Umar (Deputi Teknik dan Pembangunan) dan Agus Salim SE MSi (Deputi Komersil), keduanya melamar sebagai Wakil Kepala.
“Ini tidak bagus secara etika, tidak fair play. Seharusnya mereka mundur dari jabatannya terlebih dahulu. Seharusnya Pansel mengatur hal ini,” ujar Usman.
Mantan petinggi BRR Aceh-Nias itu meminta agar pemilihan capim BPKS yang baru terbebas dari berbagai intervensi dan tekanan, termasuk intervensi dari calon kandidat dari dalam.
Usman juga menyayangkan Pansel yang mengizinkan kandidat memilih dua posisi berbeda sekaligus.
“Seharusnya seorang kandidat mempersiapkan diri untuk satu posisi tertentu secara sungguh-sungguh. Ini lembaga besar, strategis dan bukan main-main. Lembaga besar BPKS membutuhkan pelaku bisnis yang berhubungan dengan cargo dan kepelabuhanan, bukan sekedar tempat cari nafkah untuk orang yang tidak ahli kemaritiman,” sebut Usman.
“Untuk itu, kami dari akademisi menyarankan kepada Pansel agar memprioritaskan kandidat pada jabatan utama yang dilamar. Dalam hal ini tentu jabatan tertinggi yang dilamar. Dengan bahasa lain agar Pansel menggugurkan kandidat dari lamaran sebagai Wakil Kepala BPKS kalau yang bersangkutan juga melamar untuk posisi kepala,” kata kandidat doktor ini.
Ia juga mengnigatkan, BPKS bukan tempat berbagi kue pekerjaan. Pimpinan BPKS harus benar-benar paham kepelabuhanan, memiliki relasi internasional dan tentu harus lancar berbahasa Inggris.
Selain itu, Usman menyayangkan DIPA BPKS tahun 2020 banyak kode bintang. Artinya program BPKS 2020 banyak belum disetujui Kemenkeu RI.
“Kalau DIPA 2020 banyak bintang maka dipastikan akan terkendala dalam pelaksanaan. Ini artinya manajemen yang sekarang kurang becus, tidak paham soal anggaran. Artinya mereka harus dievaluasi,” katanya.
Pada sisi lain, kualitas kerja BPKS selama ini tidak berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi di tiga kabupaten: Aceh Besar, Banda Aceh, Sabang dan Aceh pada umumnya. Padahal usia BPKS sudah mendekati 20 tahun.
“Seharusnya manajemen BPKS yang sekarang merasa malu sama rakyat Aceh. Ini malah ada yang bidik dua jabatan sekaligus,” ungkap Usman. []
Belum ada komentar