PM, Banda Aceh – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh menggelar pelatihan menulis laporan mendalam isu perempuan dan anak bagi jurnalis di aula setempat pada Sabtu (17/4/2021).
Pelatihan tersebut diisi oleh dua pemateri yakni, Sekjen AJI Indonesia sekaligus Jurnalis Tempo Ika Ningtyas dan Direktur Eksekutif Flower Aceh Riswati.
Divisi Bidang Gender, Anak dan Kelompok Marjinal AJI Banda Aeh, Nova Misdayanti mengatakan, pers memiliki banyak fungsi, selain sebagai pemberi informasi dan hiburan, pers juga berfungsi sebagai kontrol sosial serta sarana pendidikan.
Di luar itu, pers pun menjadi tumpuan bagi kalangan yang tidak memiliki akses kekuasaan (powerless) dalam memperjuangkan hak-haknya.
Pers memiliki pengaruh besar dalam membentuk opini publik, karena sifatnya yang masif menjadikan sarana yang efektif dalam mengadvokasi masyarakat.
“Salah satu isu yang paling penting untuk diadvokasi oleh pers adalah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak,” kata Nova.
Di Aceh, lanjutnya, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak cukup tinggi. Data dari Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Rumoh Putroe Aceh, pada 2017-2019 terjadi sebanyak 4.235 kekerasan pada anak dan perempuan.
“Namun, selama ini advokasi oleh media atau jurnalis terhadap korban kekerasan tersebut tidak tuntas. Biasanya jurnalis hanya menuliskan laporan atau berita terhadap peristiwa dan vonis bagi pelaku. Akan tetapi, advokasi terhadap hak korban minim dilakukan,” ungkap Nova.
“Padahal, pemenuhan hak bagi korban menjadi modal besar bagi mereka untuk bisa kembali survive pasca kejadian,” tambahnya.
Dalam konteks ini, lanjut Nova, secara eksplisit jurnalis perempuan harusnya bisa mengadvokasi kepentingan korban.
Pendekatan sebagai sesama perempuan, akan memberikan kepercayaan penuh bagi korban untuk menyampaikan harapan dan suara hati mereka.
“Realitasnya belum banyak jurnalis perempuan di Aceh yang memberikan perhatian khusus pada isu perempuan dan anak. Hal itu disebabkan, pemahaman tentang isu-isu perempuan dan anak masih minim,” ungkap Nova.
Berdasarkan gambaran situasi tersebut, AJI Banda Aceh berinisiatif menggelar pelatihan menulis mendalam tentang isu perempuan dan anak di Aceh. Pelatihan ini khusus bagi jurnalis perempuan.
Adapun tujuan dari pelatihan ini adalah pertama, meningkatkan kemampuan jurnalis perempuan dalam menulis isu perempuan dan anak di Aceh.
Kedua membangun kepedulian berbagai pihak, dalam hal ini jurnalis/media massa untuk merespon isu perempuan dan anak; Ketiga meningkatkan pengetahuan tentang kode etik penulisan isu perempuan dan anak; Keempat, membangun sikap kritis jurnalis perempuan pada kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh. Terakhir, meningkatkan fungsi kontrol sosial, kebijakan pemerintah, terkait pemenuhan hak perempuan dan anak di Aceh.
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati mengungkapkan, anak-anak menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual tertinggi di Aceh dengan modus beragam dan pelakunya orang-orang terdekat atau tokoh berpengaruh yang harusnya melindungi.
Sementara pada perempuan, kasus paling tinggi yaitu Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Dampaknya tidak berhenti sampai peristiwa itu terjadi. Tapi juga rentetan dampak panjang mulai psikis, fisik, hingga dampak sosial,” beber Riswati.
Sementara itu, Sekjen AJI Indonesia yang juga Jurnalis Tempo, Ika Ningtyas berharap, jurnalis perempuan lebih banyak memberitakan isu perempuan, kaum marginal, dan anak.
“Untuk penulis (gunakan) indept reporting, jangan terpaku pada hardnews. Selama ini media kebanyakan hanya memberitakan sebatas peristiwa. Gunakanlah perspektif korban, hingga ada solusi ke akarnya,” imbuh Ika.(*)
Belum ada komentar