Adu Program Calon Pemimpin Banda Aceh

Pasangan Aminullah - Zainal Memberikan Keterangan di Kantor KIP
Pasangan Aminullah - Zainal Memberikan Keterangan di Kantor KIP

Persaiangan menuju kursi Walikota/Wakil Walikota Banda Aceh semakin sengit. Dua pasangan calon saling adu program untuk meraih simpati publik. 

Yel-yel para pendukung mengiringi sambutan Aminullah Usman di Gampong Ilie, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh, Rabu (11/01) sore. Silaturrahim pasangan calon Walikota/Wakil Walikota Banda Aceh nomor urut 2 ini berlangsung meriah.  

“Bapak (Aminullah) sebenarnya sedang kurang sehat hari ini, terlalu banyak agenda, tapi beliau ingin sekali menyapa masyarakat pendukungnya,” bisik Arief, juru bicara tim pemenangan Aminullah-Zainal kepada Pikiran Merdeka.

Saat penyampaian orasi, Amin memang terlihat bersemangat. Sesekali ia melontar lelucon yang mengundang tawa untuk mencairkan suasana. Namun, tak menghilangkan esensi dari penyampaian visi-misinya kepada warga yang hadir.

“Kita tidak konsentrasi lagi pada pembangunan fisik, kita harus mulai membangun manusia, kita perlu memberdayakan manusia, sekarang!” lantangnya di hadapan pendukung.

Dalam pidatonya itu, Amin mengaku prihatin pada minimnya modal usaha untuk para pedagang kecil di Kota Banda Aceh. Dampaknya, hampir sebagian besar mereka terjerat utang yang ditebar para rentenir dengan bunga yang berlipat-lipat. Ia berjanji, jika terpilih, akan menyiram modal untuk memperlancar usaha masyarakat.

Hal yang sama ia utarakan saat berkunjung ke kawasan Ulhe Lheu, Kecamatan Meuraxa, Jumat pekan lalu. “Sebenarnya cukup sederhana, baik pedagang kecil, pedagang kaki lima, dan industri rumah tangga telah muncul dengan sendirinya karena kreatifitas masyarakat, tinggal didongkrak dengan modal. Jadi kami bertekad, pemberdayaan ekonomi adalah program mendesak yang mesti dituntaskan,” ujarnya, disambut tepuk tangan para hadirin.

Pendukung pasangan Amin-Zainal di kawasan ini didominasi oleh pedagang asongan, armada angkutan, dan para nelayan. Kunjungan itu juga disertai sesi dengar pendapat dengan warga.

“Saya berdagang jagung bakar di Ulhe-Lheu. Selama ini, kami berjualan di pinggir jalan karena minim sekali lapak yang tersedia. Tolong, pak jangan gusur kami nanti jika terpilih, karena itu satu-satunya tempat kami mencari nafkah,” harap Fitriani.

Lain lagi dengan Heri. Pedagang ini  mengaku tak pernah tersentuh bantuan pemerintah. “Yang ada, kami dikejar-kejar saat penertiban,” keluhnya pada Aminullah.

Baca: Menakar Kemadanian Banda Aceh

Lalu ada juga angggota armada angkutan kota yang mengeluhkan minimnya pemasukan sejak hadirnya Transkutaraja di Banda Aceh. “Mohon pak, yang akan datang semoga diperjelas rute Transkutaraja dengan lebih adil, agar kita bisa sama-sama cari nafkah. Jangan karena utamakan yang besar (bus trans), yang kecil-kecil seperti becak dan labi-labi dikorbankan,” katanya.

Pemberdayaan ekonomi memang menjadi prioritas pasangan calon ini disamping sejumlah program lainnya. Amin mengungkapkan, ia dan Zainal telah merumuskan langkah-langkah untuk mendirikan Baitul Qiradh, lembaga keuangan syari’ah dengan sistem bagi hasil.

Ia mengungkapkan, fenomena peminjaman modal oleh rentenir yang melilit masyarakat saat ini merupakan pelanggaran syariat Islam yang dampaknya cukup besar. “Jika benar kita daerah berlandaskan syariat, seharusnya persoalan ekonomi yang menyangkut kesejahteraan masyarakat ini telah tuntas sejak kemarin,” kata mantan Dirut Bank Aceh ini.

Bicara syariat, pasangan Aminullah-Zainal dalam visi-misinya berjanji akan meningkatkan pemahaman agama pada masyarakat kota Banda Aceh. ”Kita ingin pemahaman agama terwujud dalam kebiasaan-kebiasaan warga kota. Bukan karena paksaan, namun karena pemahaman Islam yang memang memadai.”

Sejak awal mengajukan diri sebagai calon walikota Banda Aceh, Amin sepenuhnya menyadari usaha itu membutuhkan kerja keras lebih, yakni berduel dengan pasangan petahana, Iliza Saaduddin Jamal.

Politisi perempuan yang sudah menjabat wakil walikota sejak periode lalu dan kini berpasangan dengan Farid Nyak Umar, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota DPRK Banda Aceh, bukanlah lawan mudah. Amin menyadari hal itu, sehingga lebih memposisikan diri sebagai calon pemimin visioner di hadapan publik.

Dalam Pilkada kali ini, Aminullah Usman dan Zainal Arifin maju dengan dukungan koalisi Partai Nasdem, Golkar, PAN, dan Gerindra. Sedang lawan mereka, Iliza-Farid disokong oleh koalisi partai Demokrat, Partai Aceh, PKS, PPP, PKPI, dan Partai Damai Aceh. Masing-masing kandidat pasangan calon kini tengah berjuang memperkenalkan visi dan misi mereka untuk memikat hati warga kota.

Pengamat sosial, Chairul Fahmi ikut memberi tanggapan terkait visi dan misi para kandidat paslon Calkot-Cawalkot Banda Aceh ini. Menurutnya, secara umum kedua kandidat mempunyai paparan di ruang lingkup yang sama dalam bidang agama, penerapan syariat Islam, bidang pemerintahan dan birokrasi, sosial-budaya, bidang lingkungan, dan ekonomi.

“Namun misi dan program kerja pasangan Illiza-Farid, saya pikir lebih luas karena ada program pengembangan Information and Communication Technology (ICT) untuk kota Banda Aceh, serta ruang bagi pemuda dan perempuan,” tanggapnya.

Baca: Head to Head dua Jagoan di Pilkada Banda Aceh

Meskipun demikian, program-program yang dipaparkan oleh Pasangan Illiza-Farid dinilainya masih sangat normatif. “Tidak spesifik seperti halnya misi program dari pasangan Aminullah–Zainal,” ujar akademisi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh ini.

Selain itu, ia memandang perlunya program penguatan ekonomi masyarakat dengan pembiayaan modal nol bunga. “Kita menantikan ini, saya belum melihat jelas pembiayaan modal zero interest ini dalam visi-misi kedua calon. Lalu respon terhadap tumbuhnya perusahaan warabala seperti Indomaret, Alphamart yang berpotensi mengancam keberlangsungan usaha-usaha rakyat. Ini juga perlu dipikirkan. Apakah kedua kandidat sepakat dengan liberalisasi pasar di kota Banda Aceh, atau bagaimana? Ini tidak saya temukan di misi mereka,” kata Chairul.

PENATAAN KOTA

Melihat visi dan misi dari kedua pasangan calon Walikota/Wakil Walikota Banda Aceh, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menyoroti lemahnya program penataan kota berbasis lingkungan terbuka hijau yang mereka tawarkan. Amatan Walhi, kedua kandidat belum memiliki langkah strategis dalam menata ruang terbuka hijau di Banda Aceh.

“Masing-masing kandidat menjanjikan bahwa kota Banda Aceh akan terbebas dari banjir. Yang kami khawatirkan adalah, niat baik dalam mengatasi banjir dengan konsep ruang hijau itu tak sejalan dengan realita maraknya pembangunan fisik yang ada selama ini,” kata Ketua Walhi Aceh, M Nur, Rabu pekan lalu.

Ia menilai, pembangunan fisik yang dilakukan pemerintah kota selama ini belum mencerminkan semangat ruang terbuka hijau. Ia mencontohkan, renovasi mesjid raya Baiturrahman dengan memampang keramik di lantai pekarangannya hingga menutupi nyaris seluruh lahan terbuka hijau di kawasan tersebut.

“Demikian halnya juga dengan kawasan Gampong Jawa, kini berubah menjadi jalan lingkar tanpa memperhatikan ruang terbuka hijau dari sektor pesisir mangrove,” tambahnya.

Ia menggarisbawahi pemerintah perlu belajar dari peristiwa bencana tsunami silam. “Saya ingin sampaikan, kita tidak belajar dari bencana tsunami belasan tahun lalu. Padahal bencana tersebut seharusnya menjadi pelajaran untuk masyarakat dan pemerintah tentang perlunya menciptakan bangunan yang berwawasan lingkungan,” tambahnya.

Untuk itu, ia berharap pada walikota terpilih perlu segera membatasi pembangunan fisik di Banda Aceh. “Berhenti atau tidak mengusulkan program pembangunan fisik lagi, karena ini sudah cukup mengubah ruang terbuka hijau yang sudah ada selama ini. Upaya yang cukup mudah dan murah adalah  dengan mempertahankan sisa ruang terbuka hijau yang ada,” anjurnya.

Dalam mengatasi banjir, menurut M Nur, warga Banda Aceh membutuhkan ketegasan pemimpin. Hal itu menjadi tantangan bagi para kandidat agar program yang saat ini masih sekedar konseptual segera ditentukan rancangan operasional dalam praktik program nanti. “Harus ada ketegasan dalam pengawasan. Benahi drainase, kebersihan saluran pembuangan air, dan segera rapikan saluran yang ada dari kondisi kumuh selama ini. Secara umum, untuk soal visi-misi, kami memuji semangat kedua kandidat dalam membangun kota Banda Aceh,” imbuhnya.

Ia juga khawatir pada Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh yang terkesan hanya berlandaskan pada sikap politik tanpa memperhatikan lingkungan hidup secara menyeluruh. Menurutnya, hingga saat ini banyak sekali gedung yang dibangun tanpa memperhatikan fungsi dan struktur ruang dan kajian lingkungan hidup.

Baca: Pertarungan Dua Petahana di Pilkada Banda Aceh

“Ketika proyek hotel, ataupun gedung di depan kantor gubernur yang sekarang itu dibangun tanpa disertai dokumen IMB dan kajian lingkungan hidup, ini menunjukkan ada intervensi politik di dalamnya. Saya harap jangan sampai dikesampingkannya kajian lingkungan hidup,” imbuh M Nur.

Menanggapi hal itu, tim pemenangan pasangan Iliza-Farid, Zulfikar Abdullah, angkat bicara. Dikatakannya, pemerintahan petahana selama ini telah menjalankan kewajibannya untuk menyediakan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sesuai ketentuan perundang-undangan.

“Kita telah upayakan sesuai undang-undang, di mana proporsi RTH pada wilayah kota sebesar 30 persen. Pemerintahan Iliza selama ini telah memenuhi kewajibannya, itu terlepas dari warga yang mau memanfaatkannya atau tidak,” katanya pada Pikiran Merdeka, Jumat lalu.

Menyangkut perizinan, Zulfkar memaparkan bahwa qanun IMB telah menjelaskan serangkaian prosedur dalam mendirikan bangunan. “IMB itu wajib ada. Di beberapa wilayah yang belum dikeluarkan IMB-nya itu sebenarnya sudah kita perintahkan untuk dihentikan, urus dulu IMB-nya baru dilanjutkan,” katanya.

Dalam proses pengurusan IMB, tegas dia, hal itu baru dikeluarkan jika sudah sesuai dengan analisis. “Saya kira qanun tentang IMB dijelaskan sanksi-sanksinya. Kapan diberhentikan, kapan pembayaran denda, semua ada teknisnya. Yang penting pembangunan disesuaikan dengan kontur daerah. Itu ada tertera dalam RTRW yang sedang kita ubah,” jelas Zulfikar.

Saat ditanya perihal peralihan IMB yang masih menyisakan persoalan pada pembangunan sejumlah gedung di Banda Aceh, seperti Hotel 81 di kawasan simpang Lima, Zulfikar menolak berkomentar. “Nanti saya akan cek lagi perizinan itu. Kalau kita bicara kasus, saya belum bisa memberi tangggapan,” katanya.

Mengenai penataan saluran air, Zulfikar mengaku pemerintah telah mengantisipasi terjadinya banjir dengan melakukan penyedotan di sejumlah ruas jalan yang tergenang saat terjadi hujan. Namun ia juga menekankan bahwa peranan warga juga dibutuhkan untuk mencegah hal tersebut.

“Memang membangun kota kan bukan tugas pemerintah saja. Warga minimal tidak membuang sampah sembarangan, membudayakan kembali gotong royong. Ini juga membantu pembangunan kota sesuai dengan yang kita harapkan bersama,” tambahnya.

Persoalan ruang terbuka hijau terkait erat dengan konsep lingkungan berbingkai Syariat Islam. Lingkungan hijau perlu didukung oleh kebersihan kota. Faktanya, selama ini masyarakat kota sulit sekali menemukan tempat membuang sampah yang layak, khususnya di kawasan perkampungan.

Pengamat sosial, Chairul Fahmi melihat pasangan Aminullah-Zainal dalam visi-misinya hanya menekankan penghijauan kota, tapi belum persoalan sampah kota. “Iliza sedikit lebih baik terkait dengan isu ini, misalnya dalam misinya menyebutkan peningkatan kualitas layanan kebersihan. Ini juga sangat terkait dengan nilai-nilai syariat Islam, dimana kebersihan merupakan bagian dari iman. Jadi dalam hal ini, saya kira, Paslon Iliza-Farid mencoba melanjutkan program yang sudah digagas tersebut. Apalagi Banda Aceh sudah pernah menerima penghargaan Adipura,” katanya. 

Persoalan sampah di Banda Aceh memang dilematis, lanjut Chairul. Di satu sisi pemerintah kerap dikritik karena tidak menyediakan fasilitas yang memadai untuk tempat membuang sampah. “Namun di sisi lain, ada sejumlah tempat sampah seperti drum yang diletakkan sepanjang jalan T Iskandar, Ulee Kareng, pernah hilang dicuri orang.”

Menurutnya, jika persoalan sampah ini tidak ditangani serius, dikhawatirkan akan berkembang jadi konflik sosial, meski terlihat sederhana. “Kita mulai sering lihat ada pamflet peringatan dengan tulisan-tulisan yang tidak santun, contoh ‘awas, jika buang sampah disini, kepala anda kena batu ketapel’ atau ‘babi, jangan buang sampah di sini’. Saya pikir ini kan tidak bagus bagi stablitas dan kohesi sosial, karena kalimat emosional cenderung tidak mendidik warga,” jelasnya.

Seperti diketahui, pihak legislatif beberapa waktu lalu baru saja mengesahkan qanun tentang kebijakan pengelolaan dan distribusi sampah. “Sekarang mungkin sudah sampai dalam tahap penilaian di kantor gubernur,” kata Zulfikar.

Terpenting, lanjutnya, bukan sedikit banyaknya sampah, tapi bagaimana optimalisasi dalam pengelolaannya. “Dulu ada investor yang masuk ingin jalankan proyek pengelolaan sampah ribuan ton. Nah, kita cuma dua ratusan, ini tidak menarik bagi mereka. Artinya, sampah di kita ini masih sangat sedikit dibandingkan daerah ibukota yang lain. Yang penting, cara kita mengelolanya,” tandas Zulfikar.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (tengah) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan (kanan) dan Ketua DPW Nasdem Aceh, Zaini Djalil (kiri) menyampaikan arahan pada rakerwil Partai Nasdem di Banda Aceh, Kamis (10/3). Dalam Raklrwil tersebut, Partai Nasdem menargetkan meraih 90 persen perolehan suara dan sekaligus menjadi partai pemenang pada pilkada 2017 di Aceh. ANTARA FOTO/Ampelsa/foc/16.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (tengah) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Ferry Mursyidan Baldan (kanan) dan Ketua DPW Nasdem Aceh, Zaini Djalil (kiri) menyampaikan arahan pada rakerwil Partai Nasdem di Banda Aceh, Kamis (10/3). Dalam Raklrwil tersebut, Partai Nasdem menargetkan meraih 90 persen perolehan suara dan sekaligus menjadi partai pemenang pada pilkada 2017 di Aceh. ANTARA FOTO/Ampelsa/foc/16.

NasDem Tak Publis Hasil Survei