PM, Banda Aceh – Angka kematian Gajah Sumatra di Aceh cukup tinggi sepanjang tujuh tahun terakhir. Perburuan liar dan konflik dengan manusia disebutkan jadi pemicu tingginya angka kematian satwa kunci di Aceh.
Demikian disampaikan Kepala Balai Gakkum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera, Subhan, dalam sesi webinar yang diadakan oleh Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) Aceh dan Yayasan Hutan Alam Lingkungan Aceh (HakA), Kamis, 12 Agustus 2021 kemarin.
Subhan mengatakan konflik antara manusia dengan gajah Sumatra di Aceh bahkan mencapai 528 kasus kurun waktu 2015-2021.
“Sementara untuk kasus kematian gajah juga cukup tinggi. Dalam kurun waktu itu ada 46 kasus kematian gajah yang kita catat,” kata Subhan.
Tingginya angka kematian dan konflik gajah tersebut juga disebabkan oleh maraknya kasus perambahan hutan, alihfungsi hutan dan praktik illegal logging.
“Ini harus menjadi perhatian. Kasus-kasus perburuan liar, juga jadi risiko tinggi akan menyusutnya jumlah satwa kunci di Aceh,” ujar Subhan.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Aceh, A. Hanan mengatakan, sebanyak 57 persen penyebab kematian gajah di Aceh akibat adanya konflik dengan masyarakat.
“Sementara 10 persen itu akibat perburuan dan 33 persen mati alami,” kata Hanan.
Menurut A Hanan perlu menciptakan tata ruang dengan mempertimbangkan habitat satwa di Aceh, guna mencegah agar konflik satwa tidak berkelanjutan.
Maraknya perburuan satwa dipicu oleh tingginya permintaan pasar dan nilai ekonomis untuk beberapa organ tubuh spesies kunci di Aceh. Termasuk Gajah Sumatra, Harimau Sumatra dan bahkan Badak Sumatra. Selain itu, menurut Penyidik Direktorat Reserse Krimal Khusus (Ditreskrimun) Polda Aceh, Wahyudi, ada empat modus yang kerap ditemukan dalam perburuan satwa di Aceh.
“Seperti pemasangan jebakan, jerat, ranjau tombak dan memberi racun pada makanan yang disukai satwa,” terangnya.[]
Belum ada komentar