PM, Banda Aceh – Pemerintah Aceh menyambut kedatangan 28 nelayan Aceh yang tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Sabtu (30/1/2021) lalu. Para nelayan tiba pukul 02.50 WIB menumpangi pesawat Garuda bernomor GAI 8270.
Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Almuniza Kamal mengungkapkan, untuk sementara mereka menginap di Hotel Mercure Gatot Subroto. Di sana, para nelayan akan menjalani proses karantina, sekaligus mengikuti tes swab untuk mengantisipasi Covid-19.
“Karantina selama lima hari. Setelah itu baru pulang ke Aceh jika bebas dari Covid-19,” jelas Almuniza kepada media, Minggu (31/1/2021).
Sebelumnya, polisi pengawal pesisir pantai India, Durgabai Deshmukh menangkap ke-28 nelayan Aceh ini pada 3 Maret 2020 lalu, lantaran melanggar batas teritorial. Mengendarai kapal KM BST 45, mereka berlayar hingga berada di jarak 55 mil dari daratan Pulau Nikobar.
Atas upaya advokasi Kedutaan Besar Republik Indonesia, Pemerintah Aceh dan PSDKP-KKP RI, Pengadilan Andaman memutus bebas para nelayan itu pada 16 Januari 2021.
“Ini berkat kerja sama berbagai pihak dan tanggap cepat Pemerintah Aceh,” kata Almuniza.
Lebih jauh ia mencatat, sepanjang 2020 hingga kini sedikitnya 160-an nelayan Aceh menyalahi teritori kelautan negara lain. Sehingga, mereka harus mendapat saksi penahanan oleh otoritas setempat, seperti di Myanmar, Thailand, dan India.
“Namun pemerintah juga tidak tinggal diam. Hanya saja, perlu edukasi mendalam terkait tapal batas kepada para nelayan sehingga kasus ini tidak terulang,” jelas dia.
Salah seorang nelayan yang bebas, Mansur Mustafa (52) merasa bersyukur tetap dalam keadaan sehat selama menjalani penahanan di India. Pihak keamanan setempat, kata dia, memperlakukan para nelayan dengan baik dan disiplin. Mereka juga tidak kekurangan makanan di sana.
Terkait peristiwa penangkapan yang ia alami, Mansur mengaku salah. Namun ia beralasan, nelayan melaut hingga keluar batas negara disebabkan jumlah ikan di perairan Aceh tidak lagi banyak.
“Tapi di kawasan luar (tempat 28 nelayan tertangkap), ikan masih banyak,” terang laki-laki asal Trienggadeng, Pidie Jaya itu.
Terlepas dari itu, ia berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah mengupayakan kebebasan mereka di India.
“Terutama kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan, KBRI Indonesia di India, Pemerintah Aceh, serta pihak lainnya yang telah mengupayakan kebebasan kami,” ujarnya.
Berikut nama-nama 28 nelayan Aceh tersebut:
- Afdharuddin, Sigli, Pidie,
- Mansur Mustafa, Tringgadeng, Pidie Jaya,
- Samsul Kahar Kaoy, Sigli, Pidie,
- Basri Jeunieb, Bireuen,
- Ferri, Neuheun Aceh Besar,
- M Amin Ismail, Peulimbang, Bireuen,
- Amri, Batee, Pidie,
- Irwan, Peulimbang, Biruen,
- Safwadi, Samalanga, Bireuen,
- Hendra Syahputra, Sigli, Pidie,
- Husaini, Meurahdua, Pidie Jaya,
- Sabarullah, Trienggadeng, Pidie Jaya,
- Tarmidi, Rawa, Pidie,
- Samudi, Batee, Pidie,
- Muhammad Tawakal, Pandrah, Bireuen
- Basri, Syiah Kuala, Banda Aceh,
- Sulaiman Daud, Neuheun, Aceh Besar,
- Hayatullah, Batee Pidie,
- Helmi Arahman, Samalanga, Bireuen,
- Saiful Abu Bakar, Peureulak, Aceh Timur,
- Muhammad Zaini, Panga, Aceh Jaya,
- Sofyan Lotan, Batee, Pidie,
- A Karim, Batee, Pidie,
- Muhib Muddin, Batee, Pidie,
- Husaini, Lhoksumawe,
- Ulul Azmi, Kota Binjei, Aceh Timur,
- Al Fazil, Samalanga, Bireuen,
- Sulaiman, Lampulo, Banda Aceh. (*)
Belum ada komentar