Telah diterbitkan cetak Edisi II (86) Pikiran Merdeka 18-23 Agustus 2015.
Sajak Herman RN
Penulis puisi, cerpen, esai, opini, dan resensi.
Karya-karyanya dimuat di sejumlah media dan beberapa bunga rampai.
— nazamku, Hasan Tiro—
poma
Dulu sekali tatkala Poma sadarmu dizalimi
Engkau pergi kelana negeri lain
Temukan asing Kota Adi Daya
Orang tiba orang-orang pergi berpaling
Kau menjadi tiri dan terasing
Dulu sekali tatkala Poma diperkosa
Kau tiba ke pangkuan kembali
Menebar wangi di puncak Halimon bergema
Bulan bintang warna azan menari
Engkau digelari sparatis bagi pertiwi
Kembali ke Poma engkau tamat UII
Nanggroe menari sambutmu penuh suka
Kau kerja di Pemerintah Darurat RI
Tanda cintai tanah Indonesia
Sedia Poma beri modal pertiwi berdiri
(Dulu sekali itu hanyalah bukti
Kesetian hati antara kau dan Poma
Dua Seulawah untuk negeri Pertiwi
Yang diam-diam khianati sedekah kita
Ia lupa pertama berdikari)
Dulu sekali pula kauhimpun sanak saudara
Mengabar luka Poma tak terperi
Yang dikhianati janji setia
Pemilik kuasa negeri Jakarta
Lumat perkara oleh janji-janji
Dulu pula yang lain belum tahu apa
Ilmu kautimba di pulau seberang, nun Yogyakarta
Orang menebak kelana kau melupa
Universitas Islam Indonesia muasal karirmu tercipta
Pendiri gudang pustaka di sana
Masih dulu sekali, di tahun ingatan 1925
Kauterima beasiswa master doktoral Colombia University
Yakinkan hati di politik hukum internasional
Sultan Aceh perkasa kautuang disertasi
Atas nama RI ke PBB kaulanjut kerja
(Kala itu kausemakin sadari
Poma dilukai oleh anak sendiri
Berbalik arah kaumusuhi pertiwi
Kantor PBB kaulepaskan diri)
Dulu sekali tatkala ingatmu pada Poma
Sebanyak 92 sipil Cot Jeumpa dibantai republik
Rencong kaubalik gaungmu menggema
Ke haribaan Poma kau tinggalkan Amrik
Kertas secarik mulai jadi diary
Dulu sekali tatkala kautinggalkan buah hati
Dora si istri kausimpan dalam ingatan
Sahid pilihan menjejak prangsabi
Jadi kristalisasi 4 Desember 1976
Karim si bujang kau lepas berdikari
Dalam masa itu berpendar perang kaumasuki rimba
Kadang ke Swedia, pun Libya mujahid kaucari
Niatmu suci tak sekadar ingin jadi idola
Merobek peta kaususun strategi
Berbilang janji jadi semesta dalam bingkai NKRI
Waktu jua menjawab sumpah, ikrar, pula janji
Bahwa tsunami telah menjadi luka di hati
Ke negeri salju Helsinki mereka busungkan dada
Aceh dan RI kembali bersama
Anak Poma pun berbenah muka
(dulu adalah nestapa pada kenangan
sekarang ialah buah pada perjuangan
damai laut jadi hamparan
damai badan di haribaan Tuhan)
Serupa itu, pula kini
Poma henti menari di 3 Juni dua ribu sepuluh
Melepas lepuh pejuang sejati
Setelah status WNI berhasil kaurengkuh
Ke Indonesia sungguh engkau kembali
Serupa itu, pula (mungkin) nanti
Sisa peri tinggallah muara
Kini di sana kau di sisi Ilahi
Bermandikan suci kiriman doa
Dendam tersisa entah bila henti
aneuk
Telah kurenangi samudera di peta-peta
Bertapa dalam kelana mencari bukti
Mengapa engkau diperkosa, duh Poma
Sedang modal usaha dan kuasa engkau yang beri
Pada Ibu Pertiwi universal kuasa
Telah kutetah cecabang di hutan
Gunung lautan ikhlas kuseberangi
Tersemat di hati kaulah kehormatan
Seekor pun belalang takkan kukorbani
Biarlah mati berkalang tanah tinimbang Poma dikhianati
Telah kubaca di banyak buku
Kaulah ibu para insan, untuk putra maupun putri
Patut diabdi pantas berseri
Sakit di hati lihat kau bermuram
Kuangkat perang sparatis aku digelari
Telah kujawab banyak tanya
Mengapa disapa sebagai pemberontak negeri
Dalam tanya aku dinista
Kala menjawab aku dicaci
Mencari peri, lebih dari mengutip duri di tumpukan jerami
Telah kutanya pada kata apa
Pun mengapa begitu begini
Minta pada pertiwi sungguh bagiku nista
Itu maka janji damai kuanggap mimpi
Yang kian hari jadi cita-cita
Telah kulihat lembaran zaman
Menangisi perjuangan cengeng dicaci
Pada damai datang sebelum henti perang
Demi Poma dan anak cucu berpualam
Biarlah kelam kubawa mati sedak terdalam
Poma, izinmu aku datang
Biji mata seorang aku ikhlas tinggalkan
Harta dan uang tak lagi jadi hirauan
Kuserahkan radang ke pelukmu, Poma
Sedang ke Tuhan jiwa raga kuikhlaskan
(Poma, aku meninggalkanmu dalam juang
Tapi memelukmu dengan doa
Inilah napasku terakhir
Sebuah diary di tangan entah siapa
Sambut aku sebagai aneuk, tak usah sebagai pahlawan)
Poma, entah aku bakal jadi sejarah
Atau sekadar kisah sage semata
Pada-Nya kupulangkan kesah
Segala resah bakal jadi nyata
Sayangi mereka yang terus menggelar sumpah
Sehingga ini tanah terus berdarah tumpah
Banda Atjeh, 4 Juni 2010-2013.
Belum ada komentar