PM, Banda Aceh – Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menolak permintaan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), untuk mencabut kewajiban penggunaan barcode dalam pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Mualem sebelumnya meminta pemerintah pusat menghapus syarat barcode bagi pengendara di Aceh yang ingin membeli BBM subsidi seperti Pertalite dan Biosolar. Namun, BPH Migas menegaskan bahwa sistem barcode tetap diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan distribusi BBM subsidi tepat sasaran.
Dalam surat resmi yang dikirimkan kepada Gubernur Aceh, Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, menyatakan bahwa pengecualian Aceh dari sistem barcode tidak dapat disetujui. Surat tersebut juga ditembuskan kepada sejumlah pejabat, termasuk Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri, dan Ketua DPRA.
“BPH Migas harus memastikan subsidi BBM digunakan oleh masyarakat yang berhak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, yang terakhir diubah dengan Perpres 117 Tahun 2021,” kata Erika dalam pernyataannya.
Empat Alasan Penolakan
BPH Migas mengajukan empat alasan utama dalam menolak permintaan Gubernur Aceh:
- Ketepatan Sasaran – BBM bersubsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat yang berhak, sehingga perlu sistem pendataan yang akurat.
- Akuntabilitas Anggaran – Subsidi BBM berasal dari APBN, sehingga penggunaannya harus transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
- Mencegah Penyalahgunaan – Barcode digunakan untuk mengidentifikasi pengguna agar kuota subsidi tidak disalahgunakan pihak yang tidak berhak.
- Efektivitas Pengawasan – Sistem digitalisasi di SPBU membantu menekan penyelewengan dan memastikan distribusi BBM lebih merata.
BPH Migas juga menegaskan bahwa tanpa sistem barcode, ada risiko meningkatnya penyalahgunaan BBM subsidi. Jika subsidi disalahgunakan, maka masyarakat yang benar-benar berhak justru akan kesulitan mendapatkan bahan bakar dengan harga terjangkau.
Meski memahami kekhususan Aceh dalam kerangka Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA), BPH Migas menegaskan bahwa prinsip transparansi dan akuntabilitas tetap harus diutamakan. Oleh karena itu, mereka tetap mempertahankan kebijakan barcode BBM di Aceh.
Belum ada komentar