Kasus Kekerasan Terhadap Anak di Simeulue Masih Tinggi, Fasilitas Penanganan Minim

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, Supriman Juliansyah SPi MM, saat menjelaskan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. (Ahmadi/MC Aceh)
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Keluarga Berencana (DP2KB) Kabupaten Simeulue, Supriman Juliansyah SPi MM, saat menjelaskan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. (Ahmadi/MC Aceh)

PM, Sinabang – Kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Kabupaten Simeulue terus menjadi perhatian, meski fasilitas untuk mendukung penanganannya masih sangat terbatas. Data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP2KB) Simeulue menunjukkan 33 kasus kekerasan terjadi dalam dua tahun terakhir, yakni 2023 dan 2024.

Pada 2023, tercatat 16 kasus kekerasan terhadap anak, sementara pada 2024 meningkat menjadi 17 kasus, termasuk satu kasus jinayah dengan korban perempuan. Mayoritas kasus ini melibatkan pria dewasa sebagai pelaku, dengan bentuk kekerasan berupa pelecehan seksual, pencabulan, pemerkosaan, dan penganiayaan.

“Dalam dua tahun terakhir, kasus kekerasan terhadap anak mendominasi. Sebanyak 16 kasus terjadi pada 2023 dan 17 kasus pada 2024. Sayangnya, pelaku kebanyakan pria dewasa,” ungkap Kepala DP2KB Simeulue, Supriman Juliansyah, Selasa (21/1/2025).

Namun, Supriman menduga angka sebenarnya bisa lebih tinggi, mengingat banyak masyarakat enggan melaporkan kasus karena dianggap “aib” atau memilih menyelesaikannya secara kekeluargaan.

Kendala Penanganan dan Ketiadaan Fasilitas

Penanganan kasus kekerasan ini juga terkendala oleh minimnya fasilitas di Simeulue. Saat ini, DP2KB tidak memiliki tempat penampungan korban yang memadai atau tenaga psikolog khusus. Untuk mendatangkan psikolog dari luar daerah, DP2KB harus mengeluarkan biaya hingga Rp20 juta per kasus.

“Tenaga profesional seperti psikolog sangat diperlukan untuk menangani korban yang membutuhkan diagnosis psikologis dan terapi, tetapi Simeulue masih belum memilikinya,” tambah Supriman.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk lebih waspada dan berperan aktif dalam melaporkan kekerasan terhadap anak dan perempuan. Supriman menjamin kerahasiaan identitas pelapor demi melindungi mereka dari potensi tekanan atau stigma.

Upaya Edukasi dan Pencegahan

Supriman menekankan pentingnya peningkatan pengawasan dari orang tua serta edukasi masyarakat untuk mencegah kekerasan terhadap anak dan perempuan. Selain itu, ia berharap pemerintah daerah dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk menyediakan fasilitas dan tenaga ahli yang memadai demi menangani kasus-kasus ini dengan lebih baik.

Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjadi upaya awal untuk menciptakan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak serta perempuan di Simeulue.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Kapanye Illiza Saaduddin Djamal (Foto Ist)
Kapanye Illiza Saaduddin Djamal (Foto Ist)

Ketika Kalah Mulai Membayang