PM, Banda Aceh – Jaksa Agung RI ST Burhanuddin mengingatkan Kepala Kejaksaan Tinggi dan para Kepala Kejaksaan Negeri untuk melakukan pengawasan secara ketat dalam pelaksanaan proses Restoratif Justices (RJ). Jaksa Agung juga mengancam akan melakukan pemecatan dengan tidak hormat apabila ada anggotanya yang melakukan perbuatan tercela.
“Jaksa Agung tidak segan-segan menindak dua tingkat di atasnya,” kata Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam siaran pers yang diterima Rabu malam, 10 November 2021.
Pernyataan tersebut dikeluarkan Jaksa Agung RI ST Burhanuddin ketika menghadiri permohonan ekspose untuk penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Usulan itu dilakukan merujuk Pedoman Nomor 15 Tahun 2020 yang dikeluarkan Jaksa Agung dan ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.
Kedatangan Jaksa Agung ST Burhanuddin tersebut merupakan hal yang sangat istimewa bagi keluarga Adhyaksa di Aceh. Pasalnya selama ini pelaksanaan ekspose kerap dilakukan secara langsung melalui sambungan virtuang dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum dari Jakarta.
Terdapat lima perkara yang dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dalam momen tersebut. Perkara pertama melibatkan tersangka Muzakkar alias Black bin M Husen yang ditangani Kejari Banda Aceh. Kemudian perkara dari Kejari Aceh Utara yang melibatkan tersangka Muhammad Qusyasyi alias Amat bin (alm) Abdullah Gani, perkara yang ditangani Kejari Aceh Singkil dengan tersangka Eka Nurjanah Binti Alizar dan tersangka Redi Arianto alias Redi bin (alm) Rusman, serta perkara yang ditangani Kejari Aceh Tenggara dengan tersangka Ilham bin Rahmatsyah.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, para Kejari di Aceh tersebut kemudian menandatangani dan menyampaikan Surat Keputusan Penghentian (SKP2). Dalam momen yang digelar di Kejari Banda Aceh itu, para tersangka dan korban langsung bersalaman.
Selain melihat secara langsung kinerja dan kondisi Kejaksaan di Aceh, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin turut berkomunikasi dengan tersangka maupun korban. Dalam pembicaraan itu, Jaksa Agung mempertanyakan apakah mereka mendapat perbuatan tercela dari kalangan Adhyaksa di Aceh.
Di kesempatan tersebutlah Jaksa Agung mengatakan tidak akan segan-segan memberikan hukuman berat seperti pemecatan kepada pegawai Kejaksaan, jika melakukan perbuatan tercela. “Jangan menciderai masyarakat. Ingat, masyarakat amat mendambakan penegakan hukum yang berkeadilan dan bermanfaat,” tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Dia mengatakan dengan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif tersebut menunjukkan bahwa hukum tidak lagi tajam ke bawah. “Tapi hukum harus tumpul ke bawah dan tajam ke atas,” kata Jaksa Agung seperti bunyi dalam siaran pers tersebut.[]
Belum ada komentar