PM, Bangladesh – Seorang pemimpin Muslim Rohingya terkemuka, Mohibullah, tewas ditembak di sebuah kamp pengungsi di Bangladesh selatan.
Mohibullah, yang berusia akhir 40-an, memimpin salah satu kelompok komunitas terbesar yang muncul sejak lebih dari 730.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar di tengah penumpasan brutal militer pada Agustus 2017.
Mohammad Nowkhim, juru bicara Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARPSH), mengatakan Mohibullah sedang berbicara dengan para pemimpin pengungsi lainnya di luar kantornya setelah menghadiri shalat malam ketika seorang pria bersenjata tak dikenal menembaknya setidaknya tiga kali.
“Dia ditembak mati secara langsung,” kata Mohammad Nowkhim kepada kantor berita AFP dari tempat persembunyian, karena pembunuhan itu membuat banyak pemimpin Rohingya bersembunyi.
Mohibullah dilarikan ke rumah sakit utama Medecins Sans Frontieres (MSF atau Doctors Without Borders) di kamp tersebut.
“Dia dibawa dalam keadaan meninggal,” sumber medis mengkonfirmasi kepada AFP.
Rafiqul Islam, seorang wakil inspektur polisi di kota terdekat Cox’s Bazar, kepada kantor berita Reuters membenarkan adanya penembakan yang merenggut nyawa Mohibullah. Namun tidak ada informasi tambahan dari kepolisian terkait kasus tersebut.
Sementara juru bicara Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi mengaku sangat berduka dengan pembunuhan tersebut.
Amnesty International mendesak penyelidikan menyeluruh atas kematian Mohibullah. Mereka juga mendesak pihak berwenang Bangladesh dan badan pengungsi PBB agar bekerja sama untuk memastikan perlindungan orang-orang yang tinggal di kamp pengungsian.
“Pembunuhannya mengirimkan efek mengerikan di seluruh komunitas,” ujar Saad Hammadi, Juru Kampanye Amnesty untuk Asia Selatan dalam sebuah pernyataan melalui email.
“Tanggung jawab sekarang ada pada pihak berwenang Bangladesh untuk mempercepat penyelidikan atas pembunuhannya dan membawa semua orang yang diduga bertanggung jawab secara pidana ke pengadilan,” katanya.
Mohibullah adalah salah satu pendukung paling terkenal untuk Rohingya yang perlakuannya sekarang menjadi subjek penyelidikan genosida di Den Haag. Dia turut diundang ke Gedung Putih dan untuk berbicara dengan Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mohibullah membentuk ARPSH di kamp Bangladesh beberapa bulan setelah masuknya pengungsi dari Myanmar, dan membantu menyelidiki serangan yang dilakukan oleh tentara Myanmar dan milisi Buddha.
Pada Agustus 2019, ia mengorganisir rapat umum besar-besaran di kamp Kutapalong, pemukiman utama Rohingya, yang dihadiri sekitar 200.000 orang Rohingya. Rapat umum itu menegaskan posisinya sebagai pemimpin di antara para pengungsi.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, pasukan keamanan Bangladesh membatasi kegiatan kelompok Mohibullah dan ARPSH. Mereka tidak diizinkan mengadakan rapat umum pada 2020 dan 2021.
Human Rights Watch mengatakan Mohibullah telah menghadapi ancaman pembunuhan atas pekerjaannya. Direktur HRW di Asia Selatan, Meenakshi Ganguly, bahkan menyebutkan Mohibullah merupakan tokoh kunci bagi etnis Rohingya yang terusir dari tanah air mereka.
“Dia selalu membela hak-hak Rohingya untuk kembali dengan aman dan bermartabat dan memiliki suara dalam keputusan mengenai kehidupan dan masa depan mereka. Pembunuhannya adalah demonstrasi nyata dari risiko yang dihadapi oleh orang-orang di kamp-kamp yang berbicara untuk kebebasan dan menentang kekerasan.”[] sumber: al jazeera
Belum ada komentar