Majelis Pemuda Aceh Dukung KPK Tangkap Gubernur Nova Iriansyah

20210623 1716131
Majelis Pemuda Aceh (MPA) saat menggelar konferensi pers di sebuah warung kopi di Banda Aceh, 23 Juni 2021. Foto: Pikiran Merdeka

PM, Banda Aceh – Majelis Pemuda Aceh (MPA) sebagai elemen masyarakat Aceh menyatakan sikap dan mendukung KPK untuk menangkap pejabat Aceh yang selama ini nakal. Hal ini dikatakan disampaikan koordinator MPA Heri Mulyadi dalam konferensi pers di Banda Aceh,  Rabu 23, Juni 2021.

Menurutnya, KPK berkoordinasi dengan Rektor Unsyiah c/q Fakultas Kedokteran Unsyiah untuk dapat melakukan uji swab PCR secara independen dengan laboratorium Unsyiah agar hasil swab mendapat legitimasi publik.

“Bahwa jika benar Gubernur Aceh terindikasi corona, kita harus hormati tidak mungkin hukum berlaku atas orang sakit. Swab PCR yang dilakukan pihak kampus tentunya lebih akurat, kredibel dan dipercayai publik. Saat ini beredar informasi di publik bahwa status positif covid-19,” ujar Heri.

Hal ini menurut dia untuk mengungkap tuntas kondisi kesehatan Nova Iriansyah yang disinyalir sebatas rekayasa di masa penyelidikan KPK di Bumi Serambi Mekkah, maka hasil test dari pihak laboratorium Unsyiah dapat dijadikan pegangan publik untuk menepis isu miring yang kini tengah beredar tentang status kesehatan Gubernur Aceh.

“KPK segera membongkar Skandal Pengadaan Kapal Aceh Hebat dengan jumlah anggraan 178 Milyar, dan 14 Proyek MYC dengan total anggaran 2,4 Triliyun harus dibongkar oleh KPK. Semua itu guna untuk memyelamatkan masyarakat Aceh dari jurang kemiskinan, dan menjaga keberlansungan perdamaian Aceh'” terangnya lagi.

“Kita juga minta KPK untuk membongkar pengalokasian dana 250 M dengan Kode Apendiks, itu merupakan potensi adanya dana gelap untuk kepentingan Nova Iriansyah cs. Ini adalah pengkhianatan terhadap Rakyat Aceh.”

Dari catatan MPA, secara umum, total jumlah Dana Otsus untuk Aceh yang dianggarkan hingga tahun 2020 sebesar Rp.88,7 triliun, DAU sebesar Rp.19,47 triliun, PAD sebesar Rp.31,55 triliun dan dana lainnya sebesar Rp 40,12 triliun, yang telah didistribusikan selama 10 tahun ini.

Namun, hingga saat ini dengan anggaran yang begitu besar, Aceh sudah berulang kali menjadi daerah dengan predikat nomor 1 termiskin di Sumatera. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sejauh ini anggaran yang begitu besar di Aceh belum mampu menyentuh masyarakat kecil dan hanya dinikmati oleh segelintir orang.

Heri menyebutkan, salah satu persoalan yang sangat rentan di Aceh sehingga penggunaan anggaran yang begitu besar tersebut tidak maksimal dikarenakan potensi tingginya angka korupsi.

Harapan Aceh lebih baik paska turunnya KPK ke Aceh

Menurut MPA, penyelidikan yang dilakukan oleh Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) di Provinsi Aceh sejak bulan Juni 2021 seakan membawa secercah harapan baru bagi masyarakat Aceh. Hal ini dinilai sebagai langkah tepat dan strategis dalam rangka menyelamatkan Aceh dari jurang Kemiskinan Aceh. Dimana Aceh yang notabenenya daerah yang memiliki anggaran besar namun masih terbelenggu dengan kemiskinan.

Sejumlah indikasi skandal mega korupsi telah tercium sejak lama oleh KPK dan mengundang kehadiran lembaga anti rasuah tersebut ke negeri yang dijuluki serambi Mekkah ini.

“Beberapa indikasi mega korupsi yang dimaksud adalah Pembongkaran Skandal Pengadaan Kapal Aceh Hebat dengan jumlah anggraan 178 Milyar, dan 14 Proyek MYC dengan total anggaran 2,4 Triliyun,” jelasnya lagi.

Disamping itu, hal yang sangat miris kini dipertontonkan oleh di masa KPK sedang melidik indikasi Mega korupsi di Aceh tersebut, Gubernur Aceh Nova Iriansya setelah satu hari mendapatkan surat pemanggilan dari KPK justru secara resmi dinyatakan positif Covid-19, sementara hasil swab atau pembuktiannya tidak pernah disampaikan kepada publik.

“Hal ini pula yang menghadirkan tanda tanya di publik bahwa Gubernur Aceh Nova Iriansyah seakan sengaja melakukan rekayasa untuk menghindari pemanggilan KPK. Padahal, orang nomor satu di Aceh itu dinilai semestinya menjadi sosok yang paling bertanggung jawab terkait adanya indikasi mega korupsi di Aceh,” tegas Heri.

Ironisnya lagi, setelah 14 hari menyandang status sebagai OTG ( orang tanpa gejala) positif Covid-19, justeru terlihat jelas Gubernur Aceh berupaya menghindari penyelidikan terbuka yang kini dilakukan KPK langsung di Aceh. Sikap Gubernur Aceh Nova Iriansyah ini dinilai sebagai sikap yang tidak ksatria dan terkesan lari dari upaya penegakan hukum yang sedang gencar dilakukan oleh KPK di Provinsi baling barat Indonesia.

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Mahasiswa dan Profesor dari Austria Studi Banding ke KKR Aceh
Mahasiswa dan dan profesor dari Departemant of Geography and Regional Research, Faculty of Earth Sciense, University Wien, Vienna, Austria, saat berada di kantor KKR Aceh.(Pikiran Merdeka/Riska Munawarah)

Mahasiswa dan Profesor dari Austria Studi Banding ke KKR Aceh