Mendikbud Larang Demo, Akademisi: Kampus Bukan Pelayan Politik Penguasa

Mendikbud Larang Demo, Akademisi: Kampus Bukan Pelayan Politik Penguasa
Seorang demonstran mengibarkan bendera merah putih di tengah kerumunan aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja yang berlangsung di DPRA, Kamis (8/10/2020). (Foto/Raudhatul Jumala)

Jakarta – Aliansi Akademisi mengecam dan menentang imbauan Direktur Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melarang demonstrasi menolak UU Cipta Kerja. Aliansi menilai imbauan itu bentuk pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan akademik yang dijamin konstitusi.

“Kami mendesak Dirjen Kemdikbud untuk tidak berupaya membungkam aspirasi civitas akademika dalam menyampaikan pendapat menolak berlakunya UU Cipta Kerja dengan mencabut surat imbauan kepada perguruan tinggi mengenai larangan demonstrasi,” kata perwakilan Aliansi, Abdil Mughis Mudhoffir dalam keterangan tertulis, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Abdil mengatakan secara institusional perguruan tinggi memiliki otonomi dalam menjalankan fungsi tridarma perguruan tinggi. Maka dari itu, perguruan tinggi seharusnya bebas dari segala bentuk intervensi politik.

Ia mengatakan tanggung jawab perguruan tinggi dalam memproduksi dan mendiseminasikan pengetahuan hanya kepada kebenaran, bukan kepada penguasa. Aliansi pun berpandangan tak seharusnya perguruan tinggi menggadaikan integritasnya sebagai lembaga pengetahuan menjadi pelayan kepentingan politik penguasa.

Apalagi, terbitnya UU Cipta Kerja serta paket UU bermasalah lainnya dinilai sebagai petunjuk gamblang bagaimana pemerintah dan DPR yang beraliansi dengan pengusaha telah mengacaukan tatanan hukum dan ketatanegaraan yang merusak demokrasi di Indonesia.

Abdil melanjutkan, demonstrasi adalah tindakan konstitusional. Aksi demo juga bentuk respons atas buntunya saluran kritis lainnya yang telah disampaikan lewat kertas kebijakan (policy paper), karya ilmiah, maupun opini di media.

Namun bukannya mengakomodasi kritik dan masukan masyarakat akademik, pemerintah dan DPR justru menganggap kritik sebagai hoaks. Pemerintah dan DPR justru mengakui hingga kini belum ada naskah final yang disahkan pada 5 Oktober 2020.

Perwakilan Aliansi lainnya, Wendra Yunaldi mengatakan imbauan kepada dosen untuk tak memprovokasi mahasiswa melakukan demonstrasi menolak UU Cipta Kerja adalah bentuk intervensi politik terhadap independensi dosen. Wendra menyebut imbauan ini juga semacam cara merendahkan seolah mahasiswa tak memiliki independensi dalam bersikap.

Selain mendesak Dirjen Pendidikan Tinggi, Nizam, mencabut surat imbauannya, Aliansi juga mendesak rektor perguruan tinggi seluruh Indonesia menolak imbauan tersebut. Aliansi menyatakan rektor seluruh Indonesia harus menolak segala bentuk intervensi politik yang sekadar melayani kepentingan penguasa.

Imbauan Dirjen Dikti itu tertuang dalam surat bernomor 1035/E/KM/2020 tertanggal 9 Oktober 2020. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Nizam, mengatakan imbauan itu untuk mengingatkan kampus menjaga kesehatan dan keselamatan warganya.


Sumber: TEMPO

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Tol Sibanceh
Pj Gubernur Aceh Bustami dan Pangdam Iskandar Muda Niko Fahrizal meninjau dua lokasi di Tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) seksi 1 Padang Tiji-Seulimuem yang pembangunannya masih terhambat pembebasan lahan, Rabu (24/7/2024). Foto: Humas

PJ Gubernur Bustami Minta Semua Pihak Berpartisipasi Selesaikan Pembangunan Tol Sibanceh