Jakarta – Dalam sepekan terakhir, pemerintah menyatakan fokusnya untuk memperluas pembelajaran tatap muka di daerah yang masuk dalam zona kuning. Kebijakan itu berdasarkan hasil evaluasi terhadap Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang pelaksanaan pendidikan di era pandemi Covid-19. Meski dibuka, sekolah di zona kuning akan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.
Belakangan, aturan ini membuat sebagian besar masyarakat khawatir jika pembukaan sekolah akan menimbulkan kasus-kasus positif baru. Pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyadari keluhan ini. Ia pun menegaskan bahwa kegiatan tatap muka bisa dilakukan setelah ada izin dari Satgas Penanganan Covid-19 setempat.
“Artinya pihak yang menetapkan pembelajaran tatap muka adalah pemerintah daerah dan sekolah terkait,” terang Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Dasar, dan Menengah (Dirjen PAUD Dasmen) Kemendikbud, Jumeri seperti dilansir dari Kompas, Kamis (13/8/2020).
Tak hanya itu, lanjut dia, sebelum itu kepala sekolah harus mengisi daftar periksa pencegahan Covid-19, lalu akan diverifikasi pihak Satgas Covid-19 dan Dinas Pendidikan tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Ia bahkan menggarisbawahi, bahwa orang tualah yang paling berwenang untuk menentukan anaknya boleh atau tidak mengikuti pembelajaran tatap muka.
Sebelumnya, Kemendikbud juga sudah melakukan sosialisasi sosialisasi kepada seluruh Dinas Pendidikan di Indonesia untuk memastikan tahapan pembukaan kembali sekolah dilakukan sesuai SKB dan mengutamakan kesehatan dan keselamatan.
Adapun, pembelajaran tatap muka akan dilakukan secara bertahap dengan syarat per kelas diikuti 30-50 persen peserta didik. Untuk kapasitas kelas, perubahaan terjadi pada peserta didik SD, SMP, SMA dan SMK dengan standar awal 28-36 peserta didik per kelas menjadi 18 peserta didik.
Klarifikasi atas timbulnya klaster baru Lebih lanjut, Jumeri mengatakan, pihaknya menerima laporan dari berbagai daerah bahwa pembukaan pembelajaran tatap muka di zona kuning menimbulkan klaster-klaster baru.
Dia pun meluruskan bahwa hal tersebut bukan terjadi pada Agustus ketika Penyesuaian SKB Empat Menteri dikeluarkan (koma) melainkan akumulasi kejadian dari bulan Maret sampai Agustus. Jumeri mencontohkan, terdapat laporan dari Papua sebanyak 289 peserta didik positif Covid-19.
Setelah diklarifikasi, peserta didik tersebut positif sebelum dibukanya pembelajaran tatap muka di zona kuning. Selain itu, Jumeri menegaskan, para peserta didik dan pendidik yang positif Covid-19 tidak terpapar di satuan pendidikan melainkan di lingkungan mereka masing-masing.
“Jika satuan pendidikan terindikasi dalam kondisi tidak aman atau tingkat risiko daerah berubah, maka pemerintah daerah wajib menutup kembali satuan pendidikan,” jelasnya.
Tak hanya itu, dia juga meminta seluruh pemerintah daerah mencontoh Pemerintah Kabupaten Pontianak yang mengalokasikan anggaran untuk melakukan swab test kepada pendidik dan peserta didik. Bila pendidik atau peserta didik ditemukan terpapar Covid-19, maka pembukaan pembelajaran tatap muka pun harus ditunda.
“Ini contoh yang baik karena kita jadi tahu ada daerah yang memastikan bahwa protokol kesehatan, prosedur pembukaan satuan pendidikan untuk pembelajaran tatap muka itu ditaati dengan baik,” jelasnya. []
Sumber: Kompas
Belum ada komentar