Jakarta – Mantan Sekretaris Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2005-2010 Said Didu menyebutkan intervensi politik dalam pergantian manajemen di perusahaan BUMN sangat tinggi.
Menurut dia, pergantian direksi sudah terjadi sejak dulu dan hal ini justru menyebabkan munculnya mafia jabatan yang berasal dari pejabat-pejabat pemerintahan.
“Jadi begini, kalau di sana (BUMN) tekanan politik selalu ada. Tapi kalau kuat melawan lama-lama juga capek sendiri enggak ada gunanya,” kata Said, Rabu (14/8/2019).
Dia menilai, pergantian manajemen perusahaan BUMN yang sering dilakukan justru menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Hal ini juga membingungkan pelaku pasar dalam menilai kinerja manajemen tersebut.
“Sekarang enggak jelas sama sekali kriterianya (pergantian manajemen). Hampir setiap saat boleh diganti. Tapi enggak mungkin juga Bu Rini (Rini Soemarno) berani melakukan ini tanpa lampu hijau Presiden,” imbuhnya.
Dia mencontohkan, ketika masa jabatannya di BUMN banyak sekali jajaran tim sukses dan relawan yang sudah antre untuk ditempatkan sebagai komisaris di perusahaan BUMN.
“(Ketika itu) saya buang berkasnya. Saya bilang, kalau ini (orang ini) masuk semua BUMN hancur. Jadi harus dilawan. Begitu cara melindungi BUMN,” tegasnya.
Padahal jelas-jelas disebutkan dalam undang-undang bahwa masa jabatan komisaris dan direksi BUMN ini selama 5 tahun. Posisi ini tidak boleh diganti, kecuali ada urgensi penggantian.
Instruksi Jokowi menegaskan bahwa menteri dilarang membuat suatu kebijakan strategis, minimal hingga Oktober 2019 atau sebelum periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Lainnya yakni PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk/BBNI pada 30 Agustus di Menara BNI dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk/BBRI yang akan menyelenggarakan RUPSLB pada 2 September dengan lokasi di kantor pusat BRI.
Belum ada komentar