PM, Banda Aceh – Anggota DPRA, Abdullah Saleh mendesak Gubernur Aceh Irwandi Yusuf untuk menyelesaikan polemik pelantikan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Sebagaimana diketahui, benturan regulasi menyebabkan komisioner baru KIP tidak juga dilantik Gubernur sampai hari ini.
Abdullah Saleh dalam diskusi publik bertema “Mencari Solusi dan Mendorong Penyelesaian Polemik Pelantikan KIP Aceh”, Jumat (29/6) tadi menyampaikan, DPRA sudah coba bertemu dengan banyak pihak. Termasuk dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk mencari jalan keluar dari masalah tersebut.
“Hampir sama, KPU pusat juga paham jika KIP Aceh yang sudah di-SK kan ini belum dilantik, maka akan ada masalah dalam pemilihan ke depan,” ujar Abdullah Saleh saat jadi salah satu pembicara dalam diskusi yang digelar di 3 in 1 Café tersebut.
Ia khawatir jika KIP provinsi tak juga dilantik, maka besar kemungkinan KIP lainnya di tingkat kabupaten akan melakukan hal yang sama ke depannya. Selain itu, ketika tugas KIP Aceh saat ini diambil alih KPU Pusat, maka otomatis KIP di kabupaten juga menjadi tanggung jawab KPU.
“Pengalaman yang lalu juga saya sampaikan pada KPU-RI, seperti KIP Aceh Timur yang tidak mau dilantik Bupati, akhirnya Gubernur yang melantiknya di Pendopo, jadi ini bisa jadi bahan pertimbangan juga, saya minta KPU mengkomunikasikannya ke Kementerian,” papar Abdullah Saleh.
Tanpa campur tangan pusat, kata Abdullah, masalah ini akan semakin berlarut-larut. Selain itu, ia juga menganggap kunci dari permasalahan ini adalah sikap Gubernur Irwandi. “Masalah sulit selesai jika Pak Irwandi tak langsung turun menyelesaikannya,” tandasnya.
Effendi Hasan: KPU Jangan Cuma Berpangku Tangan
Menyikapi polemik pelantikan KIP Aceh, Akademisi Ilmu Politik Effendi Hasan menyayangkan komunikasi antara eksekutif dan legislatif yang sejak awal penyaringan calon komisioner KIP, berlangsung seret.
“Ada komunikasi yang terputus, misalnya dari awal proses rekrutmen oleh Pansel, walau bukan mesti, harusnya Pansel koordinasi juga dengan eksekutif, minta pandangan sehingga sejak awal Gubernur bisa sampaikan ada persoalan pada Qanun Nomor 6 tahun 2016 tentang penyelenggaraan Pemilihan di Aceh, tapi ini kan tidak berjalan,” sesalnya.
Selain itu, Pansel juga dimintanya berkoordinasi dengan KPU Pusat, mengenai masa keanggotaan KIP Aceh yang sudah habis sementara Aceh punya Qanun Penyelenggaraan Pemilu tersebut.
Untuk kembali diketahui, munculnya polemik pelantikan komisioner KIP Aceh periode 2018-2023 ini lantaran adanya Qanun Nomor 6 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Pemilihan di Aceh. Dalam aturan tersebut, Pasal 58 ayat 1 berbunyi; dalam hal masa kerja KIP Aceh atau KIP Kabupaten/Kota berakhir, sedangkan tahapan pemilu atau pemilihan sedang berjalan, maka masa jabatannya diperpanjang sampai dengan berakhirnya seluruh tahapan pemilu atau pemilihan. Pasal inilah yang mendasari pertimbangan Gubernur untuk menunda sementara pelantikan KIP Aceh.
Effendi juga menyayangkan KPU yang dinilainya tidak tegas menyelesaikan masalah ini.
“Buktinya KPU menghargai kerja DPRA untuk itu, apakah ini pembiaran atau apa. Sehingga kasus ini berkembang saat Gubernur menyatakan tidak akan melantik karena ada hambatan Qanun,” ujar Effendi.
KPU yang sudah diamanatkan untuk menjalankan proses tahapan pemilihan umum di Aceh harus menyelesaikan kasus ini.
“Saya liat KPU hanya berpangku tangan, tidak ada solusi, upaya ada tapi tidak konkret, KPU harus menyelesaikan ini, tidak boleh jadikan Gubernur sebagai sandera yang dihadapkan pada Qanun Nomor 6 itu. KPU juga tidak pernah datang ke kantor KIP Aceh, hanya rapat di hotel, bagaimana bisa mengambil kebijakan seperti ini,” kata Effendi. []
Belum ada komentar