Polda Aceh Ungkap Ilegal Mining Melibatkan Perusahaan “Plat Merah”

Polda Aceh Ungkap Ilegal Mining Melibatkan Perusahaan “Plat Merah”
Polda Aceh Ungkap Ilegal Mining Melibatkan Perusahaan “Plat Merah”

PM, Banda Aceh – Subdit IV Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh, mengamankan lima orang tersangka dan sejumlah alat berat terkait kasus pengrusakan kawasan hutan lindung di kawasan perairan sungai Sampe, Kecamatan Linge, Kabupaten Aceh Tengah.

Barang bukti yang diamankan diantaranya enam unit alat berat diantaranya empat beko dan dua unit louder serta 10 unit truck interkuler.

Pengungkapan kasus ini dilakukan pada tanggal 7 April 2018, dimana alat berat tersebut diketahui bekerja di bawah perusahaan plat merah yaitu PT. Nindya Karya yang bekerja sama dengan PT. Cipuga Perkasa dalam proyek pembangunan jalan di Kabupaten Aceh Tengah.

“Perusahaan ini mengerjakan proyek multiyears dari tahun 2016 hingga sekarang untuk membangun jalan di Aceh Tengah. Jadi materialnya berasal dari galian C,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Erwin Zadma saat konferensi pers di Mapolda Aceh, Rabu (9/5).

“Proyek ini bersumber dari APBN dibawah kementerian PUPR. Dalam kasus ini, perusahaan tersebut diduga telah mengeruk galian C tanpa izin sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan di dalam kawasan hutan lindung,” tambah Erwin yang turut didampingi Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Misbahul Munauwar.

Dalam kasus ini, jelas Erwin pihaknya telah menahan lima orang tersangka yaitu berinisial ES, FR, OR, AR, dan FY. Dari kelima tersangka tersebut, mereka memiliki peran masing-masing.

“Diketahui tersangka FR adalah selaku Direktur PT Cipuga Perkasa dan empat tersangka lainya selaku komite pelaksana proyek dari PT Nindia Karya. Dalam kasus ini kita telah periksa 23 saksi diantaranya adalah pekerja,” ujar Erwin.

Erwin menambahkan, dalam kasus ini ada beberapa tersangka lain yang belum memenuhi panggilan Polda Aceh. Tidak menutup kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah.

Pihaknya belum memastikan berapa kerugian yang ditimbulkan dan tingkat kerusakan hutan akibat aktifitas galian C tersebut.

“Belum diketahui berapa jumlah kerugian negara. Tapi kita juga akan meminta keterangan saksi ahli untuk menganalisis jumlah kerugian dan tingkat kerusakan kawasan hutan lindung,” tegasnya.

Polda Aceh menjerat pelaku dengan pasal berlapis yaitu tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan pasal tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan dengan ancaman kurungan 5 hingga 15 tahun penjara dan denda Rp 10 milliar.

“Pelaku dijerat pasal 158 Jo pasal 160 Jo 161 Jo pasal 37 UU RI No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan pasal 89 ayat (1) huruf a Jo Pasal 17 huruf b UU RI No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan pengrusakan hutan Jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP,” pungkas Erwin.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait