KPPA Sesalkan Data Korban Pelecehan Dikeluarkan dari Dapodik Sekolah

KPPA Sesalkan Data Korban Pelecehan Dikeluarkan dari Dapodik Sekolah
KPPA Sesalkan Data Korban Pelecehan Dikeluarkan dari Dapodik Sekolah

PM, Calang – Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Aceh (KPPA) menyesalkan data anak korban pelecehan seksual di Aceh Jaya yang dikeluarkan dari Dapodik (data pokok pendidikan) sekolah.

“Ada anak yang dikeluarkan dari Dapodik sekolah, setelah kita telusuri data dapodiknya sudah di hapus di dinas pendidikan, dan hal ini sangat kita sayang kan karena ujian tinggal menghitung hari,” Ujar Ayu Ningsih, SH selaku Komisioner Bidang Anak Berhadapan dengan hukum saat dijumpai Pikiranmerdeka.co, Kamis (5/4) lalu.

Ayu juga mengkhawatirkan jika sekarang anak tersebut tidak dapat ikut Ujian Nasional, maka dia harus menunggu lagi tahun depan. Ia meminta kepala sekolah, para guru dan juga Dinas Pendidikan setempat untuk tidak terburu-buru menghapus Dapodik siswa.

“Ini harus jadi pembelajaran untuk pihak sekolah, khususnya kepada  para kepala, guru dan Dinas Pendidikan,  janganlah terburu-buru menghapus data dapodik anak, kerena semua anak itu berhak mendapatkan pendidikan, dalam Undang-Undang tidak dibedakan anak seperti apa yang bisa maupun tidak bisa mengecap pendidikan, karena itu hak semua anak dari umur 18 tahun ke bawah,” tuturnya.

Untuk saat ini, lanjut Ayu, pihaknya tengah mengupayakan agar anak tersebut bisa mengikuti ujian paket. “Saat ini kita sedang mengupayakan bisa ikuti ujian paket B, namun untuk paket B memerlukan biaya administrasi, kita berharap anak yang juga dari keluarga yang kurang mampu, ada dispensasi dari dinas untuk menggratiskan si anak,” kata dia.

Masih Depresi

Dalam kesempatan yang sama, Ayu menjelaskan bahwa permasalahan yang mendera para korban inses / korban pelecehan seksual oleh orang terdekat korban, adalah sulitnya ia bersosialisasi dengan lingkungan di sekitarnya. Belum lagi berhadapan dengan orang-orang sekitar yang kerap melabelkannya sebagai anak yang salah.

“Karena kita lihat memang ada semacam depresi, gangguan psikologis si anak, memprihatinkan sekali, oleh sebab itu perlu penanganan, mereka ini korban,” ucap Ayu.

Maka ia menyayangkan keputusan menghapus data siswa. “Padahal bukan kemauan si anak, ia sudah menjadi korban, lantas ditimpa masalah lainnya, dimana ia tak bisa mendapatkan pendidikan,” imbuhnya.

Menurut Ayu, untuk penghapusan Dapodik harus ada persetujuan dinas. Di beberapa kesempatan, lanjut Ayu, pihaknya pernah bertanya langsung pada anak tersebut, “kalau kita lihat si anak dia memang masih mau sekolah, bahkan dia bercita-cita-cita ingin menjadi dokter gigi, saat kami tanya ‘mau nggak sekolah lagi’, mereka semua mau,” tuturnya.

Mengenai surat pernyataan, Ayu mengatakan, menurut pengakuan korban, surat tersebut memang ada. Namun ia meragukan kesiapan anak tersebut.

“Menurut pengakuan memang ada surat itu, saya belum baca, akan tetapi dalam kondisi seperti ini kita bisa melihat, orang dalam posisi lemah dan tak bisa ngapa-ngapain, disodorkan apapun dia akan lakukan termasuk tanda tangan,” sesalnya.

“Apalagi saat ini kita lihat ayah korban tidak bisa baca tulis, seharusnya dalam proses ini perlu pendampingan,” tutupnya.()

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait