PM, Jakarta – Air minum dalam kemasan botol selama ini dianggap bersih sehingga dianggap aman untuk diminum.
Namun, menurut sebuah studi yang dilakukan di State University of New York of Fredonia, Rabu (14/3), mengungkapkan bahwa air merek-merek air minum kemasan di dunia kemungkinan terkontaminasi partikel plastik kecil. Penelitian ini dirilis oleh Orb Media, sebuah media non profit yang berbasis di AS.
Penelitian yang dipimpin oleh Sherri Mason ini mengungkapkan, bahwa ada kemungkinan kontaminasi plastik yang menyebar. Peneliti menguji 250 botol air minum kemasan di Brasil, China, India, Indonesia, Kenya, Libanon, Meksiko, Thailand, Amerika Serikat.
Sebagai hasilnya, partikel mikroplastik ditemukan pada 93 persen sampel merek air minum terkenal, antara lain Aqua, Aquafina, Dasani, Evian, Nestle Pure Life, dan San Pellegrino.
Beberapa merek lain yang juga mengandung kontaminasi plastik adalah Bisleri, Epura, Gerolsteiner, Minalba, dan Wahana.
Mikroplastik yang ditemukan adalah polypropylene, nilon, polyethylene terephthalate (PET). Senyawa ini biasanya digunakan untuk membuat tutup botol.
“Dalam penelitian ini, 65 persen partikel yang kami temukan sebenarnya adalah fragmen, bukan serat,” kata Mason kepada AFP seperti dilansir CNN Indonesia.
“Saya pikir ini berasal dari proses pembotolan air. Saya pikir sebagian besar plastik yang kita lihat berasal dari botol itu sendiri, dari tutupnya. Tapi itu berasal dari industri pembotolan air.”
Laporan tersebut juga mengungkapkan bahwa konsentrasi partikel mikroplastiknya berkisar dari 0-10 ribu partikel dalam satu botolnya. Mikropartikel tersebut memiliki ukuran dalam kisaran 100 mikron. Dalam satu liternya ditemukan sekitar 10,4 partikel mikroplastik, dan 325 partikel plastik yang lebih kecil.
Peneliti mengungkapkan bahwa ada ketakutan tersendiri terhadap kontaminasi mikroplastik dalam botol air minum kemasan ini. Hanya saja mereka masih belum bisa menjelaskan risiko kesehatan yang disebabkannya.
“Ada hubungan dengan peningkatan jenis kanker tertentu, menurunkan jumlah sperma, ADHD, dan autisme,” kata Mason.
“Kami tahu bahwa plastik merupakan semacam sarana untuk memasukkan bahan kimia sintetis di lingkungan ke dalam tubuh.”
Respons Aqua
Terkait dengan adanya temuan mikroplastik, Danone Waters sebagai perusahaan yang menaungi Aqua Indonesia, memberi komentarnya.
“Menanggapi studi yang dikirimkan oleh Media Orb, Danone Waters tidak dalam posisi untuk berkomentar karena beberapa aspek dari metodologi pengujian yang digunakan masih belum jelas dan tidak ada bukti perbedaan statistik signifikan yang bisa digunakan sebagai pembanding terhadap angka acuan (nol),” tulis Danone Waters dalam pernyataan di laman resminya.
“Secara umum, data mengenai topik ini masih sangatlah terbatas dan kesimpulan yang diambil berbeda secara dramatis dari satu penelitian ke penelitian lainnya. Sebagai contoh, penelitian yang baru diterbitkan dalam jurnal Water Research bulan Februari 2018 menyimpulkan bahwa tidak ada jumlah mikroplastik yang relevan secara statistik yang dapat ditemukan di dalam air yang dikemas menggunakan botol plastik tunggal.”
Mereka menambahkan bahwa sampai saat ini, tidak ada kerangka aturan atau konsensus ilmiah mengenai metodologi pengujian yang dianggap layak ataupun dampak potensial dari partikel mikroplastik yang bisa ditemukan di lingkungan kegiatan pembotolan di mana pun.
“Seluruh kemasan yang kami gunakan berjenis food grade (aman digunakan sebagai kemasan pangan) dan unsur dalam kemasan tersebut tidak bermigrasi ke dalam air. Proses pembotolan produk kami telah mengikuti standard tertinggi dalam kebersihan, kualitas dan keamanan pangan.”
Tanggapan Pakar
Temuan tersebut disanggah oleh Akademisi dan Kepala Laboratorium Teknologi Polimer dan Membran Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor A. Zainal Abidin. Dia mengungkapkan bahwa kandungan mikroplastik dalam air minum kemasan tak berbahaya bagi tubuh.
Zainal menjelaskan mikroplastik merupakan plastik yang berukuran kecil antara 1-5 ribu mikron. Mikroplastik yang terdapat dalam air minum kemasan dalam penelitian itu berjenis polipropilena, nilon dan polyethylene terephthalate (PET). Senyawa itu merupakan monomer pembentuk botol dan tutup minum kemasan.
Menurut Zainal, mikroplastik itu tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh karena berasal dari plastik yang dibuat khusus untuk makanan atau berlabel food grade. Zainal menyebut plastik berlabel food grade itu tidak bereaksi negatif pada tubuh.
“Kalau terkonsumsi plastik (food grade) itu bersifat inert atau tidak bereaksi pada tubuh jadi ya tidak masalah. Kalau dikonsumsi nanti akan dibuang saja oleh tubuh, jadinya akan keluar plastik lagi,” katanya kepada CNNIndonesia.com.
Sebagai kepala laboratorium, Zainal banyak meneliti atom polimer yang digunakan untuk membuat plastik.
Zainal juga mengkritik penelitian itu lantaran selama 20 tahun terakhir banyak penelitian serupa tapi tidak menemukan hal yang sama.
“Penelitiannya masih kontroversial ya, keberadaan mikroplastiknya masih diperdebatkan. Kalau bahaya untuk kesehatan sampai sekarang belum ada dari negara manapun,” tutur Zainal.
Kandungan mikroplastik, kata Zainal, akan berbahaya bagi tubuh jika plastik yang bukan digunakan untuk makanan (bukan food grade). Dia mencontohkan plastik untuk peralatan rumah tangga dan elektronik.
Zainal menjelaskan plastik yang bukan untuk makanan biasanya mengandung bioksin, formalin, pencegah kebakaran, dan bahan kimia berbahaya lainnya. Bahan ini jika larut dalam air atau dibakar maupun dikonsumsi dalam makanan atau minuman bakal memberikan efek yang berbahaya bagi tubuh.
“Kalau plastik yang mengandung monomer berbahaya itu dikonsumsi maka bisa jadi sumber penyakit bagi tubuh bisa menyebabkan kanker dan lain-lain. Tapi kalau yang food grade seperti kresek(food grade) dan pembungkus makanan sudah dinyatakan aman kontak dengan makanan dan dikonsumsi,” ucap Zainal. ()
Sumber: CNN Indonesia
Belum ada komentar