PM, Banda Aceh – Ketua DPP Forkab Aceh, Polem Muda Ahmad Yani turut mengomentari tudingan Ketua DPRA terhadap Gubernur Aceh. Ia menilai, pernyataan yang disuguhkan oleh Tgk Muharuddin ke ruang publik terkait Pergub Tahun Anggaran 2018 sangat tendensius dan emosional.
“Pembatalan dana aspirasi pimpinan dan anggota DPRA sebesar 20 Milyar ternyata mampu menaikan tekanan darah tinggi politik ketua DPRA dan menyerang Gubenur dengan kata munafik,” kata dia, Selasa (13/3).
Secara etika, sambung Polem, seharusnya ketua DPRA dapat menerangkan aspirasi apa yang sangat penting dan harus diakomodir dalam APBA. Ia menelusuri bahwa jejak dana aspirasi tidak ditemukan dalam konstitusi. Dana itu baru muncul tidak secara eksplisit dalam UU Nomor 17 tahun 2014 dalam bentuk Dana Program Daerah Pemilihan.
“Dari sisi keadilan dana aspirasi itu anti pemerataan, karena keterwakilan anggota dewan kita lebih banyak pada kawasan Timur, Utara, serta Pidie. Sedangkan realitas pembangunan kita memiliki ketimpangan yang dalam dengan kawasan pantai Barat Selatan dan Tengah,” sambung dia.
Menurut Polem, rakyat Aceh sebenarnya telah lelah disuguhkan fragmen keterlambatan APBA akibat perebutan anggaran yang bernama dana aspirasi. Ketua DPRA, sebutnya, seakan ingin berseberangan secara habis-habisan dengan Gubenur dalam dalam konteks APBA.
Polem juga menilai bahwa ketua DPRA ingin seakan menyampaikan pesan ke publik, jika dana aspirasi digagalkan maka mereka khawatir tidak dapat secara nyata menerjemahkan aspirasi konstituennya.
“Padahal rakyat dapat merasakan adanya upaya menyelundupkan kepentingan pribadi maupun kelompok dalam anggaran APBA. Keputusan Gubenur Aceh untuk tidak memberi ruang pada dana aspirasi adalah langkah bijaksana,” kata dia lagi.
Dari sisi hukum, kebijakan dana aspirasi menurut Polem berpotensi tumpang tindih dengan program pemerintah daerah, rentan dengan kekacauan administrasi keuangan serta tidak sejalan dengan fungsi, azas dan peran DPRA.
“Kekhawatiran juga muncul di kalangan akademisi dan rakyat Aceh bahwa jika dana aspirasi yang 20 miliar dikabulkan maka akan menguatkan oligarki politik, kolusi dan nepotisme,” ujarnya.
Karenanya, ia menyarankan kepada ketua DPRA agar institusinya bekerjasama dengan Gubernur dalam fungsinya masing-masing, sehingga dapat memutuskan kebijakan publik yang pro terhadap kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang sesungguhnya.
“Niat DPRA secara kelembagaan untuk menggugat Pergub APBA hendaknya dibatalkan saja, karena hanya menimbulkan kegaduhan tanpa manfaat bagi rakyat,” tandas Polem. []
Belum ada komentar