Tak disangka, perasaan sakit hati membuat Ridwan gelap mata dan membantai Tjie Sun sekeluarga.
Kejadian ini sontak membuat geger masyarakat Banda Aceh. Akibat perbuatan kejinya itu, Ridwan yang baru berusia 22 tahun harus mendekam dibalik jeruji meski sempat berusaha melarikan diri dari kejaran polisi.
Kejadian ini terkuak setelah satu keluarga keturunan Tionghoa asal Medan ditemukan tewas di dalam rumahnya di kawasan Gampong Mulia, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, Senin (8/1) malam. Penemuan mayat tersebut mengejutkan warga di Lorong Tgk Malem itu.
Tiga orang tewas yang terdiri dari suami, istri dan satu orang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Ketiga korban pembunuhan sadis tersebut adalah Tjie Sun (46), Minarni (40), dan Callietosng (8) yang ditemukan tewas bersimbah darah.
Informasi yang diperoleh dari tetangga korban, Tjie Sun atau biasa dipanggil Asun itu merupakan pengusaha makanan ringan. Asun merupakan warga keturuna Tionghoa asal Medan dan telah menetap di Banda Aceh sejak beberapa tahun terakhir.
Menurut sejumlah warga, muasal penemuan mayat ketiga korban pembunuhan itu setelah kerabat korban di Sumatera Utara, menghubungi salah satu tetangga korban. Pasalnya, sejak beberapa hari terakhir handphone milik korban tidak bisa dihubungi. Selain itu, warga juga sempat menaruh curiga terhadap ruko yang ditempati korban tidak beraktivitas dalam tiga hari terakhir.
Salah seorang melakukan pengecekan dan melapor kepada kepala dusun setempat. Merasa curiga, lalu aparat desa melapor kepada pihak kepolisian. Sekitar pukul 22.00 WIB, polisi tiba di tempat kejadian perkara untuk melakukan pemeriksaan. Pintu ruko tertutup rapat sehingga petugas terpaksa mendobrak untuk masuk ke dalam.
Saat polisi berhasil masuk ke dalam, petugas mendapati ada tiga mayat yang sudah terbujur kaku bersimbah darah. Kondisinya cukup mengenaskan. Dua mayat ditemukan di ruang tengah dan satu lagi ditemukan di dalam kamar mandi.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol T Saladin menyebutkan, saat ditemukan, ketiga mayat tersebut berada di lokasi terpisah. “Jadi korban menyewa dua ruko, mayat perempuan dan anak lelaki ditemukan di salah satu ruko, dan mayat lelaki dewasa di ruko lainnya,” tambah Saladin.
Polisi menduga mayat ketiga korban tersebut adalah korban pembunuhan. Polisi lalu melakukan penyelidikan terkait motif pembunuhan ini, apakah perampokan atau tidak? “Sejauh ini belum ada bukti yang kita temukan di lokasi. Namun, sepeda motor korban tidak ada di tempat, tapi dua unit mobil milik korban masih ada,” bebernya.
Dari analisa awal, Kapolresta mengatakan ia menduga pelaku pembunuhan adalah orang dekat. “Kita duga pelakunya orang dekat, paling tidak kenal dengan korban. Karena dia mengunci dari luar ruko tersebut.”
Hingga Selasa dini hari, petugas kepolisian masih melakukan olah tempat kejadian perkara. Mayat tiga korban tersebut dievakuasi ke RSUZA pada pukul 03.00 WIB dengan menggunakan dua ambulan.
Menurut Geuchik Gampong Mulia, Supriadi, korban dikenal tertutup dan jarang bersosialisasi dengan warga di lingkungan tempat tinggalnya. “Korban dikenal tertutup, jarang bersosialisasi dengan tetangga dan warga sekitar. Rumahnya juga terlihat sering sepi,” ungkapnya, Selasa pekan lalu.
Kata dia, selama ini korban bersama istrinya juga tidak terdaftar alamat KTP di Gampong Mulia. Mereka masih ber-KTP Medan, Sumatera Utara. “Tapi yang kita tahu sudah melapor kepada kepala dusun.”
Ia juga menuturkan, tidak ada tanda-tanda atau kejadian aneh yang terjadi sebelum korban ditemukan tewas. “Kalau keseharian kita lihat hanya ada aktivitas keluar masuk mobil box yang mendistribusikan barang. Karena diketahui selain tempat tinggal, rumahnya juga dijadikan sebagai gudang,” katanya.
Penelusuran polisi terbantu berkat pelacakan telepon genggam. Smartphone merk iPhone milik Minarni, salah satu korban pembunuhan sadis di Gampong Mulia, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, terlacak berada di Kabupaten Aceh Jaya. Telepon genggam buatan Apple ini memilik fitur find my phone yang memungkinkan pemilik melacak keberadaan telepon genggam yang hilang.
Salah satu sumber mengatakan keberadaan telepon genggam tersebut terlacak berada di Aceh Jaya. Sementara sepeda motor merk Honda Scoopy milik korban ditinggalkan pelaku di daerah Kabupaten Aceh Barat Daya.
Dari sini, dugaan polisi semakin kuat bahwa ialah salah satu dari tiga karyawan Tjie Sun (46). Pria itu bernama Ridwan, yang baru sebulan bekerja dengan suami korban. Dia dipekerjakan sebagai sopir. Ridwan diketahui merupakan warga Calang, Aceh Jaya. Suatu malam, saat tiga pekerja itu dipanggil, hanya dirinya yang tak datang.
Dua rekannya mengatakan bahwa Ridwan sedang pulang kampung. Sebelum bekerja di rumah itu, dia bekerja sebagai penjual kelapa muda di satu tempat di Banda Aceh.
Pihak kepolisian terus bergerak menelusuri keberadaan Ridwan. Kepolisian Daerah (Polda) Aceh melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum), kepada awak media saat itu mengatakan akan memback-up sepenuhnya pengungkapan kasus pembunuhan tiga orang warga keturunan Tionghoa ini.
“Tim sedang bekerja,” kata Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Misbahul Munawar, Rabu (10/1), dalam jumpa pers di gedung PWI Aceh.
Misbahul mengatakan, polisi telah memeriksa beberapa saksi. Namun demikian, ia enggan membeberkan karena masih dalam pengembangan. “Doakan saja semoga cepat terungkap,” kata Misbahul kepada sejumlah awak media.
Polisi juga telah mengumpulkan sejumlah barang bukti di tempat kejadian perkara untuk memudahkan penyelidikan. “Di TKP sudah kita kumpulkan barang bukti seperti sidik jari dan kalau ada rekaman CCTV di sekitar lokasi,” ujarnya.
TERTANGKAP DI KUALANAMU
Usai mendapat informasi peristiwa pembunuhan itu, Selasa dini hari lalu, Tim Jatanras Polda Aceh dan Jatanras Polresta Banda Aceh melakukan penyelidikan dan mendapat informasi bahwa Ridwan berada di Meulaboh, Aceh Barat.
Polisi lantas melakukan pengejaran. Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh AKP M Taupik ditugaskan memimpin pengejaran. Tiba di Meulaboh, pelaku ternyata sudah tidak lagi di tempat.
“Kemudian tim mendapat informasi terduga pelaku sudah berada di wilayah Blangpidie, Abdya, dan kita langsung melakukan pengejaran,” tambah Taufik.
Lagi-lagi, Ridwan sudah tak di lokasi. Informasi yang diperoleh, kata Taufik, terduga pelaku sudah meluncur ke Sumatera Utara menggunakan angkutan darat. Kemudian, sambungnya, tim kembali melakukan pengejaran. Dalam perjalanan, petugas mendapat informasi terduga pelaku berada di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumut. Taufik lantas mengambil inisiatif untuk meminta bantuan perwakilan Polda Aceh di bandara dan Polres Deli Serdang.
Tersangka Ridwan berhasil ditangkap di Bandara Kualanamu, Sumatera Utara, pada Rabu (10/1). Ia yang bernama lengkap Ridwan Maulana (22) merupakan warga Gampong Paya Seumantok, Aceh Jaya. Ia ditangkap oleh personil gabungan dari Subdit III Jahtanras Polda Sumut dan Polres Deli Serdang. Ia ditangkap sekira pukul 18.00 Wib, di lantai I Bandara Kualanamu. “Kurang dari 2×24 jam, polisi berhasil menangkapnya,” sebut Taufik.
Ridwan, diciduk bersama seorang lainnya. Pria itu bernama Safrizal (43), warga Sumatera Utara. “Saudara Safrizal dalam pemeriksaan tentang keterlibatannya dalam kasus ini,” kata Kasatreskrim Polresta Banda Aceh AKP Taufik saat dikonfirmasi wartawan, Rabu malam. Ridwan tiba di Polresta Banda Aceh sekitar pukul 16.00 WIB, Kamis (11/1).
Bersamanya, polisi juga mengamankan seorang rekan Ridwan asal Medan, Sumatera Utara. Dengan menggunakan penutup kepala dan kedua tangan terborgol, pelaku kasus pembunuhan sadis terhadap warga keturunan Tionghoa ini digiring ke ruang pemeriksaan Satreskrim di Mapolresta Banda Aceh.
ISYARAT DARI FACEBOOK
Dalam penyelidikan polisi, sebelum menghabisi ketiga korban Ridwan sempat mengunggah status di akun facebooknya dengan nama Iwan Maulana. Status terakhir tersangka diupdate pada tanggal 1 Januari 2017, pukul 20.43 Wib.
“Aku bisa menjadi Teman Yg Baik, Sahabat Yg Baik, Pacar Yg Baik, Bahkan Musuh Yg Paling BERBAHAYA…Tergantung Bagaimana Caramu….. memperlakukan Ku…!” tulis Iwan. Di akhir statusnya itu, ia membuat kalimat bernada ancaman dengan hastag. #Tunggu_aja_tanggal_main_nya.
Belakangan, ketika publik mengetahui jika pemilik akun tersebut sebagai tersangka pembunuhan sekeluarga di Gampong Mulia, banyak waga net mengunjungi akun tersebut.
Informasi lain dihimpun Pikiran Merdeka, Ridwan berangkat melalui jalur darat menggunakan travel menuju Medan pada Rabu (10/1). Usut punya usut, Ridwan ternyata sempat cerita ingin ke Malaysia kepada teman sekampungnya di Aceh Jaya. “Kami sempat bertemu pada hari Sabtu (6/1) lalu dan ia menyampaikan jika hendak ke Malaysia,” ujar rekan Ridwan yang enggan namanya dipublis kepada wartawan, Rabu malam.
Menurut rekan tersangka, mereka sempat curiga saat Ridwan menyatakan keinginannya pergi ke Negeri Jiran. Padahal, sepengetahuan mereka tersangka sebelumnya bekerja sebagai sopir mobil box di Banda Aceh. “Dia baru pulang dari Jambi, lalu baru sebulan kerja di Banda Aceh sudah mau ke Malaysia lagi,” ujar rekan sekampung tersangka tersebut.
Sumber ini mengatakan, bahwa tersangka juga sempat menanyakan di mana tempat pembuatan paspor. “Dia sempat menanyakan kepada kami di mana tempat pembuatan paspor, lalu dia juga mengajak kami ngopi, dan itu merupakan pertemuan terakhir kami,” tambahnya.
Ia tidak menyangka anak bungsu dari dua bersaudara tersebut senekat itu. “Kami juga nggak nyangka jika ia bisa senekat itu, karena kesehariannya dia baik-baik aja, tidak suka cari masalah dengan orang lain,” tuturnya.
MOTIF SAKIT HATI
Dari hasil pemeriksaan polisi, diperoleh pengakuan bahwa Ridwan menghabisi nyawa keluarga majikannya itu karena merasa sakit hati. Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Misbahul Munawar didampingi Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol T Saladin kepada awak media mengatakan, pelaku nekat menghabisi nyawa pasangan suami istri dan seorang anak lantaran motif dendam.
“Hasil interogasi lisan, pelaku dendam dan sakit hati karena setiap hari dimarahi oleh korban,” ujar Misbah dalam keterangannya kepada awak media, Kamis (11/1), di Mapolresta Banda Aceh.
Menurut keterangan pelaku kepada polisi, sambung Misbah, aksi pembunuhan itu dilakukan pada Jumat pekan lalu, sekira pukul 15.00 Wib. Pelaku melakukannya seorang diri. Lebih lanjut dikatakan, pelaku pertama kali menghabisi nyawa korban laki-laki dengan menggunakan pisau. “Kemudian pelaku membunuh istri dan anaknya,” tambahnya.
Selain menangkap Ridwan, polisi juga telah mengamankan satu unit sepeda motor milik korban yang dititip di Aceh Barat. Kendaraan itu diduga digunakan Ridwan untuk melarikan diri.
Selain itu, petugas kepolisian juga menangkap dua orang penadah barang milik Ridwan. Penangkapan tersebut sekitar pukul 11.00 WIB, dan menjadi tontonan warga sekitar. Mereka yang ditangkap adalah Afdal (25) warga Abdya dan Salman (25) warga Krueng Sabee, Aceh Jaya. Salman ditangkap di sebuah bengkel di desa Keude Krueng Sabee, sementara Afdal ditangkap di tempat pangkasnya yang juga bertempat di keude Krueng Sabee.
Menurut sumber, keduanya ditangkap karena menadah telepon genggam milik korban pembunuhan dari Ridwan. Salman membeli telepon genggam merek Samsung langsung dari tersangka Ridwan seharga Rp700 ribu. Sementara Afdal membeli telepon merek Nokia seharga Rp800 ribu.
Selain itu, petugas kepolisian juga menyita sejumlah barang pribadi milik Ridwan di rumahnya, sekitar pukul 22.30 Wib, pada Kamis (11/1) malam.
Arbi Sulaiman (60), orang tua Ridwan, mengatakan petugas kepolisian datang ke kediamannya sekitar pukul 10 malam, dan mengambil sejumlah barang milik Ridwan.
Tutur Arbi, barang milik anaknya yang diambil oleh polisi adalah laptop, sebilah pisau, beberapa handphone bekas serta baju dan celana. “Kami tidak tahu apa-apa. Saat polisi datang kami bilang ambil saja apa yang akan diambil, kami suruh lihat sendiri,” tuturnya, Jumat (12/1) sore.
“Saya tidak tahu pasti berapa orang yang hadir dari pihak kepolisian pada saat itu, karena saat itu kondisi malam hari,” pungkasnya.[]
Air Mata Arbi untuk Ridwan
Anaknya menjadi pelaku pembunuhan, tentu tidak pernah dibayangkan oleh setiap orang tua. Kondisi pelik inilah yang menimpa Arbi, ayah Ridwan.
Meski berada tidak jauh dari pusat kecamatan, namun sedikit sulit menemukan rumah kediaman orang tua Ridwan, di Gampong Paya Seumantok, Aceh Jaya. Terlebih bagi yang belum begitu mengenal daerah tersebut.
Jalan yang tidak beraspal dan mulai sempit karena ditutupi ilalang, merupakan satu-satunya akses menuju kediaman tersangka pelaku pembunuhan sadis terhadap Tjisun (45), Minarni (40) dan Callietos (8).
Tak jauh masuk dari lorong tersebut, terlihat rumah panggung kecil terbuat dari kayu. Dengan ukuran terbilang kecil, bagunan itu beratapkan seng. Tak banyak rumah warga di sekitar itu, hanya rumah ayah dari Ridwan serta rumah kakeknya. Di rumah itulah Ridwan dibesarkan oleh orang tuanya.
Saat ini, Arbi hanya tinggal bertiga dengan istrinya, Eda (40), serta Faisal, abang dari Ridwan di rumah yang tak layak huni ukuran 3×6 meter persegi dengan berdindingkan kayu yang sudah mulai lapuk. Arbi sehari-hari bekerja sebagai petani dengan penghasilan pas-pasan. Untuk memenuhi kebutuhannya, ia menanam padi di sawah dan berkebun.
“Di sini Ridwan tidak ada masalah apa-apa dengan siapapun. Jangankan dengan masyarakat lebih tua dari dia, para pemuda, anak kecil pun dia tetap berteman. Jangankan bermusuhan, tutur kata saja tidak pernah bermasalah dengan orang lain di desa ini,” cerita Arbi kepada awak media terkait keseharian anaknya di kampung halaman, Jumat (12/1) lalu.
Arbi Sulaiman berupaya tegar saat menceritakan kisah perjalanan hidup Ridwan saat masih di kampung halaman. Meski demikian, nampak dari rawut wajah pria tua tersebut seakan tidak kuasa menahan kesedihan.
Arbi mengisahkan, pergaulan anak keduanya itu termasuk luas di masyarakat. Bahkan, saat masih di kampung, Ridwan pulang ke rumah hanya sebentar saja untuk mengganti pakaian dan langsung pergi lagi bermain dengan rekannya.
“Pulang ke rumah hanya tukar baju dan langsung pergi lagi. Begitu selalu kalau di sini, dia tidak banyak bicara,” kenang Arbi, yang sesekali mengusap air matanya.
Ia menuturkan, Ridwan hanya mengenyam pendidikan sampai dengan kelas dua SMP. Faktor ekonomi menjadi penyebabnya.
“Jangankan untuk menyekolahkan dia, sehari-hari saja kami sangat kesulitan. Ridwan juga sempat menuturkan kepada saya pada saat dia sekolah dulu, bahwa setelah dia pikir ayah tidak akan mampu menyekolahkan, dia minta keluar sekolah untuk bekerja. Saya juga sadar bahwa saya memang tidak mampu untuk menyekolahkannya lagi,” aku Arbi.
Putus sekolah, Ridwan sempat tinggal di kampung halamannya selama beberapa saat. Saat di kampung, kata Arbi, Ridwan bekerja serabutan dan buruh kasar.
“Kalau memang tidak mau sekolah lagi, saya dulu sangat berharap agar Ridwan mengelola kebun saja di desa ini. Karena meskipun ia berkeluarga nantinya, hasil sudah ada dan ia juga mengiyakannya,” tambahnya.
Arbi menceritakan, sebelum bekerja sebagai sopir di tempat majikan yang dibunuhnya itu, pertama Ridwan bekerja di salah satu tempat isi ulang di Banda Aceh. Namun, di tempat tersebut tidak bertahan lama. Kemudian ia bekerja di warung kopi.
“Terakhir dia katanya mau ke Jambi, namun saya tidak tau apa benar ke Jambi ataupun tidak. Saya tidak tahu, jarang komunikasi karena tidak memakai handphone,” ucap Arbi.
Arbi menjelaskan, sejak dirinya mengetahui anaknya ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan, pikirannya menjadi sedih. Arbi seakan tidak percaya dengan kejadian yang dilakukan oleh anaknya.
“Saya tidak habis pikir, seakan tidak mungkin. Karena saya sendiri tidak pernah begitu, bahkan saya pernah menjadi kepala dusun di kampung ini. Makanya saya tidak habis pikir dengan Ridwan,” ucapnya sedih.
Arbi menjelaskan, bahwa sebelum anaknya merantau juga sudah pernah mengingatkan untuk selalu berbuat baik kepada siapa pun. “Saya mewasiatkan kepadanya untuk berbuat baik, jangan pernah mencuri, jangan pernah mabuk-mabukan, jangan pernah membunuh atau merampok.Namun janji itu dilupakan oleh Ridwan,” sesal Arbi.
Saat ini, Arbi mengaku tidak memikirkannya lagi. “Dia sudah senang di sana, tidur sudah di rumah batu, makan sudah diberikan oleh orang lain, bahkan sudah senang dia dengan kami di sini. Ini hasil dari dia sendiri,” lirihnya.
TERANCAM HUKUMAN MATI
Ridwan tersangka kasus pembunuhan sadis tiga warga Sumatera Utara yang tinggal di ruko jalan Panglima Polem ujung, Gampong Mulia, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, terancam hukuman mati.
Polisi menjerat tersangka dengan pasal berlapis, selain dugaan pembunuhan berencana, tersangka juga diancam dengan pasal tentang pencurian, dan pembunuhan terhadap anak di bawah umur.
Kabid humas Polda Aceh Kombes Pol Misbahul Munauwar didampingi Kapolresta Banda Aceh AKBP Trisno Riyanto dalam keterangan pers di Mapolresta Banda Aceh, Selasa (16/1/2018) mengatakan, dari pengakuan tersangka, pelaku membunuh tiga warga keturunan Tionghoa tersebut karena faktor sakit hati.
Setelah membunuh tiga korban, pelaku kemudian sempat mengambil sejumlah barang berharga milik korban, diantaranya satu unit sepeda motor, uang senilai 12 juta rupiah, tiga unit hanphone dan satu unit ipad.
“Pelaku diancam pasal berlapis, yaitu pasal 338 jo 340, kemudian pasal 365 tentang pencurian dan pasal 389 tentang pembunuhan anak dibawah umur,” kata Misbah.
Terungkap, tersangka saat menghabisi nyawa ketiga korban atas dasar sakit hati, pelaku mengaku sering dimarahi oleh korban. Kemudian tersangka memukul korban Tjisun (45) dengan menggunakan satu buah balok dan pisau. Minarni (40) dan Callietos (8) istri dan anak korban juga dibunuh dengan cara yang sama.
Saat memberikan keterangan pers, pihak kepolisian turut menghadirkan sejumlah barang bukti atas kasus pembunuhan ini. diantaranya satu unit sepeda motor, sebilah pisau, pakaian yang digunakan pelaku, satu buah balok, uang senilai 8,3 juta rupiah, dan beberapa unit telpon genggam milik korban.()
Belum ada komentar