Bukan lagi rahasia umum kalau para napi bisa berkeliaran di luar penjara. Apalagi untuk ukuran bos narkoba berkantong tebal. Mereka diduga masih mengendalikan perdaran narkoba dari dalam Lapas.
Seusai kerusuhan di Lembaga Permasyarakatan Kleas II A Banda Aceh pada Kamis, 5 Januari 2018, sejumlah fakta terkait praktik curang di dalam Lapas terkuak. Di antaranya peredaran narkoba dan keberadaan kamar khusus untuk napi berduit.
Dalam penggeledahan di Lapas usai kerusuhan, polisi menemukan ganja sekitar 1 kg, 10 paket sabu, bong pengisap sabu, laptop, dan handphone. Barang bukti tersebut langsung diamankan ke mobil petugas dan dibawa ke Mapolda Aceh.
Wakapolda Aceh, Bambang Soetjahjo menyatakan ada indikasi sipir Lapas ikut ‘bermain’ sehingga narkoba tersebut bisa lolos dibawa ke dalam sel. “Indikasi adanya keterkaitan sipir. Polda Aceh akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kita akan selidiki kalau memang ada pihak LP yang terlibat, maka kita akan ciduk. Tadi kita menemukan barang bukti ganja kurang lebih 1 kg, 10 paket sabu atau sekitar 5-10 gram,” ujarnya kepada wartawan usai kerusuhan.
Baca: Amukan Napi Berujung Kobaran Api
Selain itu, salah satu yang menjadi perhatian tentu saja setelah penemuan kamar tahanan berstandar kamar hotel. Berdasarkan hasil penggeledahan pasca-kerusuhan, sejumlah kamar di Lapas Lambaro dilengkapi televisi besar, AC, tempat tidur jenis spring bed, serta fasilitas kamar mandi mewah.
Gunawan, ternyata salah seorang penghuni kamar mewah dilengkapi berbagai fasilitas layaknya kamar hotel. Ia merupakan dalang kerusuhan di LP tersebut pada Kamis (4/1/2018).
Menurut Kapolresta Banda Aceh Kombes T Saladin, di kamar inilah Gunawawan melancarkan bisnisnya bersama oknum sipir yang ikut dalam akses peredaran narkotika di dalam LP. “Iitu kelas VIP, nomor kamar saja Number One,” kata Saladin, Jumat pekan lalu.
Hal tersebut dibenarkan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh Brigjen Faisal Abdul Naser kepada wartawan saat melakukan konferensi pers di kantor BNN Aceh, Banda Aceh, Sabtu (6/1/2017). Bahkan, disebutnya kamar mewah yang ditemukan petugas dihuni Faisal Bin Sulaiman dan temanya Gunawan. Keduanya merupakan narapidana narkoba.
“Kami menyayangkan adanya pelakuan istrimewa terhadap napi narkoba ini di LP Kelas IIA Banda Aceh,” kata Faisal Abdul Naser. Selain menghuni kamar mewah, Faisal dan Gunawan juga sering berada di luar Lapas.
Selain Gunawan, nama Faisal Sulaiman juga dikenal luas sebagai bos narkoba di Aceh. Faisal divonis sepuluh tahun penjara. Saat ini ia baru menjalani setengah masa hukuman. Pria asal Bireuen yang ditangkap pada 13 Maret 2013 saat sedang berbelanja di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta ini sempat raib ketika terjadi kerusuhan itu.
Menurut Brigjen Faisal A Naseer, pada saat terjadi kerusuhan Faisal tidak sedang berada dalam Lapas. Kepala BNN Aceh merasa heran dengan keberadaan Faisal yang ditemukan kembali di dalam LP pada Jumat, sehari setelah kerusuhan. Padahal, kata dia, pihaknya sudah melakukan pengecekan setelah terjadi kerusuhan dan Faisal memang tidak berada di dalam Lapas.
Diakui Jenderal bintang satu ini, usai mendapatkan informasi Faisal tidak berada di sel saat terjadi kerusuhan, dirinya langsung melakukan koordinasi dengan pihak Lapas. Petugas diperintahkan mencari dan menjaga setiap pintu masuk Lapas.
Tidak sampai 24 Jam, Faisal ditemukan kembali di dalam LP. Tiba-tiba Faisal bisa kembali ke dalam selnya tanpa diketahui petugas yang berjaga. “Anehnya, semua pintu kita jaga, tetapi lolos dari pantauan anggota, tiba-tiba dia ada dalam sel. Ini pasti ada jalur khusus, karena semua pintu kita jaga,” ujar Faisal A Naseer.
“Kita tidak tahu, yang bersangkutan masuk dari mana, lolos dari pantauan para petugas yang berjaga di sana. Padahal anggota saya 24 jam di sana, ini perlu dipertanyakan dia masuk dari mana, tiba tiba sudah ada di dalam.”
Setelah Faisal sudah berada dalam sel, petugas BNNP Aceh langsung menjemputnya untuk dilakukan pemeriksaa secara intensif. BNN juga mengamankan salah seorang sipir yang melakukan pendampingan terhadap Faisal. Hanya saja, Faisal kemudian dikembalikan ke Lapas setelahnya. Menurut Faisal Abdul Naseer, Faisal tidak bisa ditahan karena tidak ditemukan alat bukti kejahatan apapun.
“Soal asimilasi diperbolehkan keluar Lapas sedang kita selidiki. Untuk sementara dia keluar tanpa izin,” jelasnya.
Kabar bebas keluar-masuknya Faisal dari Lapas Lambaro bukan hal baru. Sejak lama Faisal diduga telah berhasil menyuap petugas untuk memberikan akses dirinya keluar-masuk Lapas.
Salah seorang sumber Pikiran Merdeka menyebutkan, saat BNNP Aceh dipimpin Armensyah Thay, Faisal bebas keluar-masuk penjara. “Bukan cerita baru kalau Faisal bisa keluar masuk sel dengan mudah. Selain permainan dengan pihak Lapas, dia (Faisal) juga punya kedekatan dengan mantan Kepala BNN Aceh yang lama, Armensyah Thay,” ujar sumber yang meminta namanya dirahasiakan.
Bahkan, sumber ini mengaku pernah melihat Faisal duduk bersama Kombes Armensyah di sebuah caffe di Banda Aceh.
Menurut Brigjen Faisal A Naseer, napi sekelas Faisal yang ditangani BNN Pusat sepatutnya tidak dipindahkan ke Lapas Lambaro, Aceh Besar. ”Seharusnya yang bersangkutan tidak dipindahkan ke sinii, karena ini dapat mempermudah yang bersangkutan keluar-masuk Lapas,” katanya.
Selain itu, ia juga mengingatkan akan menindak napi narkoba yang berkeliaran di luar apabila prosesnya tidak benar. ”Kan ada proses izinnya, misal sakit, tapi kalau proses izinnya ada ‘main mata itu’ saya tindak tegas,” ujar mantan Kapolres Sorong itu.
Mantan Kabid Telematika Polda Aceh ini juga menyayangkan ada perlakukan khusus terhadap napi narkoba. “Kita menemukan fasilitas mewah tidak kalah dengan hotel. Biasanya ini kita dapatkan di luar Aceh, namun sekarang sudah ada di Aceh,” tuturnya.
Sementara Kalapas Kelas II A Banda Aceh, Endang Lintang, sebagaimaan dilansir okezone, mengaku tidak mengetahui jika selama ini ada kamar mewah yang ditempati Gunawan. Ia mengaku baru menjabat sebagai Kalapas selama dua bulan sehingga tak mengetahui hal tersebut.
“Saya tidak tahu dan tidak dapat informasi sama sekali soal itu. Saya juga tidak tahu dari mana barang-barang mewah seperti televisi itu bisa masuk. Saya di sini terhitung dua bulan efektif, itu pun sering ke Jakarta,” ujarnya.
Endang mengaku belum mengetahui berapa jumlah kkamar mewah di LP Kelas II A Banda Aceh itu. “Cuma satu kamar yang kita temukan milik Gunawan. Sudah berapa lama, saya juga tidak tahu,” katanya.
Dia menjelaskan, pihaknya bersama Polresta Banda Aceh akan menindaklanjuti temuan itu. Mereka akan memeriksa setiap tahanan dan petugas LP untuk dimintai keterangan terkait temuan narkotika hingga keberadaan kamar mewah. “Kita akan periksa semuanya. Siapa saja yang terlibat akan kita tidak tegas secara hukum,” katanya.
JEJAK BOS NARKOBA
Setelah mendapatkan vonis 10 tahun penjara karena terbukti melakukan kejahatan pencucian uang dengan kasus pokok narkotika, mafia narkoba asal Aceh, Faisal, meminta pemindahan penahanan dari Rutan Salemba Jakarta ke Aceh pada Desember 2013.
Pria yang biasa menunggangi mobil Porsche ini melayangkan pemindahan hukuman di tanah kelahirannya, Bireuen, Aceh. Bos narkoba tersebut ingin berada di Aceh karena dekat dengan keluarganya.
Faisal ditangkap 13 Maret 2013. Dia sudah diincar oleh badan antinarkoba itu sejak pertengahan 2012. Faisal ditangkap setelah BNN melakukan pengembangan atas penagkapan Murhadi dkk dengan barang bukti sabu 2,27 kg. Murhadi sudah divonis 18 tahun penjara. Selain itu, tersangka Basyarrullah, Imam Karyono, Imam Suhadi, Afdar, M Isa dan beberapa tersangka lain. Mereka sudah divonis mulai satu tahun hingga 12 tahun bui. Semua jaringan Aceh.
Dari pengakuan mereka, semua mengarah ke satu nama bandar, yakni Faisal. Pada 13 Maret 2013, sekira pukul 14.00 WIB Faisal terlihat di depan perumahan Rafles Hills dengan mengendarai Kendaraan Porsche Nopol B-99-FAI warna hitam. Kemudian petugas BNN melakukan pembuntutan terhadapnya hingga ke Plaza Indonesia.
Pada pukul 18.00 WIB, Faisal ditangkap di lobi barat Plaza Indonesia. Kemudian dilakukan penggeledahan di rumahnya di Rafles Hills Blok C6 Nomor 22 Depok.
Barang bukti yang berhasil disita BNN adalah beberapa unit ponsel, ATM dan buku rekening, 1 unit mobil Porsche Panamera 3.6L AT tahun 2012 plat B 99 FAI, 1 unit mobil BMW 640i putih tahun 2012 plat B 99 FAL, 1 unit mobil Honda City hitam, uang Rp35.027.000 dan uang Malaysia RM156.
Penyidikan pun berkembang dan mendapatkan aset lainnya yang diakui Faisal didapatnya dari hasil penjualan narkotika, 1 unit SPBU di Bireuen, 4 unit ruko di Bireuen, beberapa bidang tanah, 1 unit hotel di Bireuen, 22 sertifikat hak milik atas nama tersangka, dan berupa uang yang tersimpan di beberapa bank kurang lebih Rp10 miliar.
Gembong narkoba asal Bireun yang mengendalikan bandar-bandar di perederan Malaysia-Aceh-Jakarta itu memiliki aset bertotal Rp38 miliar. Ia dikenal sangat licin.
Deputi Pemberantasan BNN Benny Mamoto mengungkapkan, pihaknya memerlukan waktu yang sangat panjang dan sulit untuk meringkus Faisal. Sebab, dia diduga dibekingi oleh orang kuat.
“Kami sudah mendeteksi nama FA ini sejak tahun 2011. Nama FA ini sudah muncul dari hasil pemeriksaan kasus-kasus sebelumnya. Dia sangat licin,” kata Benny di Gedung BNN, Cawang, Jakarta Timur, Kamis (28/3/2013), kepada detik.com.
“Kami punya waktu yang panjang untuk mengungkap ini. Itu informasi yang kami terima dari aparat yang mengenali dia. Katanya ada orang kuat di belakang Fasial ini. Jadi, jaringannya sangat kuat,” pungkasnya.[]
Belum ada komentar