Budidaya sayuran hidroponik makin digandrungi para ibu rumah tangga. Selain dikonsumsi sendiri, juga dipasarkan untuk mendongkrak pendapatan keluarga.
Menyusuri ruas jalan di Gompong Mon Ikeun, Kecamatan Lhoknga, Aceh Besar, serasa berada di tengah perkebunan sayuran modern. Setiap halaman rumah warga, tertata rapi pipa-pipa tanaman hidroponik.
Sejak dua bulan terakhir, warga di sana gemar menanam sayuran organik dengan konsep hidroponik. Hidroponik sendiri merupakan salah satu cara menanam tanpa menggunakan tanah sebagai media utamanya, namun menggunakan air yang mengaliri pipa-pipa plastik.
Ide membudidayakan tanaman hidroponik awalnya muncul dari Elly Suzana, warga setempat. “Awalnya, saya coba-coba di rumah, kemudian berhasil. Belakangan, karena permintaan pasarnya banyak, saya mencoba ajukan ke geuchik untuk memproduksi tanaman hidroponik secara massal,” ujar Elly kepada Pikiran Merdeka, Rabu (15/11).
Elly mengusungkan idenya itu dalam Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang) Desa, beberapa bulan lalu. Ternyata idenya disambut baik oleh geuchik dan aparatur desa setempat. Akhirnya, pada Agustus 2017, tanaman hidroponik diproduksi oleh pemerintah desa.
Di sebuah lahan petak berukuran 10 x 6 meter, menjadi pusat penanaman hidroponik di Gampong Mon Ikeun. Lokasi ini bersebelahan dengan meunasah dan kantor desa setempat.
Saat ini, terdapat tiga jenis sayuran hidroponik yang ditanam di lahan tersebut, yakni sayuran kangkung, sawi dan selada. tanam tersebut dibudidayakan di lobang talang pipa yang dialiri air secara terus-menerus.
Penanaman dan pengelolaan tanaman hidroponik ini dilakukan pengurus PKK gampong tersebut. “Saat ini, terdapat 6 kelompok ibu-ibu PKK yang mengelola tanaman hidroponik. Masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang,” kata Elly.
Sebelum terjun langsung untuk mengelola tanaman hidroponik, Elly dan beberapa temannya dari komunitas hidroponik terlebih dahulu mensosialisasikan dan memberi bimbingan kepada ibu-ibu PKK tersebut. “Sebelum membuat lahan untuk penanaman hidroponik ini, kami melakukan sosialisasi dulu. Para pengurus PKK diberi pemahaman tentang tata cara membudidayakan tanaman hidroponik,” ujarnya.
Setelah proses sosialisasi dan bimbingan dirasa cukup, selanjutnya Elly menyerahkan seluruh kegiatan pengelolaan kepada pengurus PKK. “Saya cuma mengawasi proses penanamannya. Sementara keuangan dan lain-lain, saya serahkan ke mereka,” sebut Elly.
Dengan membudidayakan tanaman hidroponik, warga di sana menjadi lebih produktif. “Mereka senang karena ada pengetahuan baru. Biasanya kan mereka hanya mengetahui proses penanaman dengan media tanah. Nah, di sini kita coba ajarkan dengan media lain,” papar Elly.
Wilda, ibu rumah tangga yang terlibat langsung dalam proyek Pengurus PKK Gompong Mon Ikeun tersebut, siang itu tampak sedang memanen Selada yang sudah layak panen. “Sayuran-sayuran ini dipanen dua minggu sekali, setelah proses pembibitan,” katanya.
Selain beberapa sayuran yang telah layak panen, di kebun modern itu juga terlihat benih-benih sayuran yang baru saja disemai Wilda dan teman-temannya.
Wilda menjelaskan, proses penanaman yang dilakukan sedikit berbeda dengan tanaman biasa yang menggunakan media tanah. “Awalnya, benih sayuran yang telah ada disemai di atas rockwool (busa khusus tanaman hidroponik) yang telah dibasahi dengan air. Kemudian disimpan di ruang yang minim cahaya dan ditunggu hingga benih mulai berkecambah,” katanya.
Setelah itu, lanjut dia, benih dipindahkan ke tempat penyemaian yang dipasangi atap agar bibit tidak tersengat sinar matahari secara langsung. “Kalau kena sinar matahari langsung, bibit ini tidak akan tumbuh,” jelasnya.
Dia menambahkan, ketika benih telah tumbuh menjadi daun sejati, dipindahkan lagi ke tempat penalangan bibit.
Pembuatan media tanam terbilang cukup rumit. Yaitu dengan cara menyusun beberapa pipa yang telah diberi lobang untuk menanam. Pada bagian pipa yang lebih rendah ditempatkan bak penampung air, sementara bagian lebih tingginya disangga oleh tiang tertentu.
Venue tersebut dilengkapi pompa air untuk mengaliri air nutrisi ke dalam pipa. Setelah semua unsur terpenuhi, benih yang telah tumbuh di tempat penyamaian dipindahkan ke media tanam tersebut.
Meski begitu, kata Wilda, perawatan tanaman hidroponik terbilang mudah. Dia dan beberapa temannya hanya menjaga kualitas dan kapasitas air sambil menunggu tanaman itu tumbuh hingga layak panen. “Perawatannya cuma jaga-jaga air, terus mengukur pm (tingkat konsentrasi larutan air). Biasanya, untuk Selada pm-nya di atas 60,” jelasnya.
Untuk menghasilkan sayuran yang berkualitas, mereka tidak menggunakan semprotan hama apapun. “Semuanya dijaga secara alami, tanpa pestisida,” uangkap Elly Suzana, pemimpin kelompok tani hidroponik desa tersebut.
Diakuinya, memang membutuhkan modal besar untuk membuat tanaman hidroponik. “Untuk tanaman hidroponik di lahan ini, kami mengeluarkan modal awal sebesar Rp66.534.000,” ungkapnya.
Namun, tambah Elly, tidak butuh waktu lama untuk mengembalikan modal awal tersebut. Karena, menurutnya, saat ini masyarakat lebih menyukai sayuran hidroponik dibanding dengan sayuran lainnya.
Sejauh ini, tanaman hidroponik yang ada di desa itu belum dapat memenuhi kebutuhan pasar. “Dengan lahan seluas ini, hanya cukup dipasarkan ke tempat-tempat wisata di pantai Lampuuk dan Lhoknga,” katanya.
Menurut Elly, di lahan milik desa itu hanya terdapat 1.000 lubang tempat penanaman sayuran hidroponik. Karena itu, pihaknya kewalahan menerima permintaan konsumen. “Permintaan pasarnya sangat banyak. Tapi produksinya untuk warga desa saja enggak cukup, apalagi untuk ke luar daerah,” ucapnya.
Elly mengungkapkan, ke depan pihaknya akan memperluas area tanam untuk memenuhi kebutuhan pasar. Selain itu, dia juga mengarahkan warga lain untuk terus membudidayakan sayuran hidroponik, baik di halaman rumah ataupun lahan tidur lainnya. “Hidroponik ini punya potensi ekonomi yang besar, bisa mendongkrak perekonomian kelauarga,” ujar dia.
Sayuran hidroponik dijual dengan harga yang terjangkau. Misalnya harga selada, dijual Rp5.000 per batang, kangkung Rp2.000 per ikat, dan selada merah dijual Rp7.500 per batang. “Selain menjual di lokasi wisata, warga di sini juga setiap hari mengosumsi sayuran hidroponik,” tandas Elly.[]
Belum ada komentar