Ini Penjelasan DPR RI Terkait Pencabutan Dua Pasal UUPA

Ini Penjelasan DPR RI Terkait Pencabutan Dua Pasal UUPA
Ini Penjelasan DPR RI Terkait Pencabutan Dua Pasal UUPA

PM, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) Kamis (5/10),  kembali menggelar sidang uji materi Undang-Undang Pemilu yang diajukan oleh dua anggota DPR Aceh yakni Kautsar Muhammad Yus dan Samsul Bahri alias Tiong.

Sidang kali ini yang merupakan sidang keempat, dengan agenda mendengarkan keterangan dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia  (DPR RI) selaku pihak yang menggodok Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Baca : Cabut 2 Pasal dalam UUPA, Mendagri Sebut Telah Berkonsultasi dengan DPRA

Dari DPR RI hadir Lukman Edi (Ketua Pansus UU Pemilu) dan Asrul Sani dari Komisi III. Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Anwar Usman dan hakim anggota Saldi Isra, Maria Farida Indrati, Manahan MP Sitompul, Anwar Usman, I Dewa Gede Palguna, Aswanto, Wahduddin Adams, dan Suhartoyo.

Dari materi gugatan, ada beberapa poin yang ditanggapi oleh perwakilan dari DPR RI.

Tentang Penggugat Kehilangan Hak Penyelenggara dan Kekhususan Aceh.

Dalam penjelasan yang dibacakan bergantian oleh Lukman Edi dan Asrul Sani disebutkan bahwa pemberlakukan dua pasal yang dipersoalkan yakni  pasal 557 dann 571 UU Pemilu tidaklah menghilangkan hak penggugat dan juga tidak bertentangan dengan kekhususan yang dimiliki oleh Aceh.

“Terhadap dalil pemohon tersebut DPR RI berpandangan bahwa hal tersebut merupakan asumsi pemohon saja,” kata Lukman Edi.

Disebutkan, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah tindak lanjut dari keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU/XI/2013 untuk memperbaiki peraturan tentang pemilu.

Terkait : Ketua Fraksi PA: Mendagri Jangan Asal Cuap Saja, Mana Buktinya..,

“Beberapa hal baru adalah seperti pengawas pemilu di kabupaten/kota diberikan status yang baru yakni permanen. Penyelenggara pemilu yang tadinya disebut Panwaslu Kabupaten Kota, sekarang menjadi Bawaslu Kabupaten Kota.
Sekarang Bawaslu sangat kuat sebagai sebuah lembaga penyelengara pemilu sehingga bisa mengimbangi kekuatan KPU terutama dalam hal kebijakan hukum,” kata Lukman Edi.

Lukman juga menolak disebut mengabaikan kehususan Aceh. “Karena pengaturan UUPA telah tertinggal jauh. Bagimana pun para pemohon perlu memahami bahwa hukum selalu berkembang, tidak statis. Karena norma yamg ada di UU Pemilu yang baru tidak sinkron dengan yang ada di Undang-Undang Pemerintahan Aceh,” tambah Lukman.

Oleh karena itu, kata dia, demi menjamin kepastian hukum dan mencegah  dualisme peraturan yang saling tumpang tindih, maka dirumuskan norma pengaturan pasal yang dipersoalkan.

“Sebelumnya di Aceh itu ada Panwaslu, ada Panwaslih. Panwaslu itu adalah hirarki dari Bawaslu Pusat, sementara Panwaslih dengan fungsi yang hampir sama itu ada di Aceh. Jadi ada dua lembaga pengawas pemilu di sana,” katanya.

KIP dan Panwaslih Aceh Tidak Berubah

Lukman juga membantah jika penggugat merasa hak konstitusionalnya hilang. Pencabutan pasal 57 dan 60 (kecuali ayat 3) kata dia, tidak menghilangkan hak penggugat selaku anggota DPR Aceh untuk memilih anggota Komisi Independen Pemilihan atau KIP  Aceh (di provinsi lain disebut KPU Provinsi) dan Panwaslih.  Ini lantaran ayat  4 pasal 60 UUPA tidak dicabut.

“Sehingga jelas DPR Aceh masih berwenang memilih KIP dan Panwaslih di Aceh. Dengan demikian adalah tidak benar apa yang didalilkan oleh pemohon,” kata Lukman.

“Masih tetap KIP Provinsi Aceh yang setara dengan KPU Provinsi di provinsi lainnya. DPR RI sama sekali tidak mengabaikan kekhususan Aceh karena KIP dan Panwaslih tetap ada di Aceh,” tegas Lukman.

Perubahan untuk Penyesuaian Hukum Tak Bisa Dihindari

Lukman Edi sepakat bahwa Undang-Undang Pemerintahan Aceh harus dipahami sebagai sebuah konsensus besar dalam perdamaian antara  Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Republik indonesia. Namun, kata dia, perubahan-perubahan dalam rangka penyesuaian dengan berkembangnya hukum termasuk soal kepemiluan, tidak dapat dihindari.

Sementara itu, kuasa hukum Kautsar dan Samsul Bahri, Kamaruddin SH, dalam sidang tersebut meminta hakim MK untuk membuka semuanya siapa-siapa saja yang terlibat mengusulkan pencabutan dua pasal dalam UUPA.(parlemen.co)

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait