Setelah tender, Kantor Bupati Pidie tak kunjung dibangun. Terkendala urusan penghapusan aset.
Terletak di jalan lintas timur Banda Aceh-Medan, tak jauh dari pusat Kota Sigli, gedung bercat putih itu masih kokoh. Dari muka depan, bubungan gedung tampak disusun oleh tipe atap bertumpang tiga. Tak terlihat ada yang “uzur” dari gedung itu, kecuali bingkai dan teralis jendela yang mungkin tak terlalu kekinian. Lalu, sebuah parabola yang tiangnya karatan bertengger di sisi kanan depan. Selebihnya, secara kasat mata, gedung tersebut nyaris tanpa cacat.
Namun, siapa sangka gedung yang saban hari digunakan oleh Bupati Pidie untuk berkantor itu ternyata tak sedap lagi jika dipakai sebagai kantor. Data dari tim Unsyiah menyebutkan, Kantor Bupati Pidie didirikan sekitar 1983. Merujuk ke tahun itu, kantor dibangun ketika masanya Bupati Nurdin Abdul Rahman. Nurdin menjadi Bupati Pidie selama dua periode sejak 1980 hingga 1990.
Pada masa Bupati Pidie ke-23, Sarjani Abdullah, muncul usulan kantor tersebut dirombak. Usulan disambut. Pemerintah Pidie kemudian menganggarkan dana sekitar Rp50 miliar untuk proyek pembangunan kantor bupati. Direncanakan, proyek dikerjakan bertahap. Tahap pertama, dianggarkan dana Rp15 miliar yang bersumber dari Alokasi Dana Umum (DAU) 2017.
Pada Mei 2017, pemerintah membuka tender yang diikuti 22 perusahaan. Proyek dimenangkan PT AML dengan tawaran Rp14.401.000.000. Satuan kerja atau kuasa pengguna anggaran untuk proyek ini Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Pidie. Selain pekerjaan konstruksi tersebut, ada dua kegiatan lain yaitu pengawasan pembangunan dan masterplan serta Detail Engineering Design(DED).
![](https://www.pikiranmerdeka.co/wp-content/uploads/2017/10/20170616_173301.jpg)
Rencananya lagi, kantor baru bakal dibangun di lokasi semula. Sembari menunggu proyek selesai, pelayanan masyarakat dialihkan ke gedung lain di sekitarnya.
Namun, rencana tinggal rencana. Ketika penetapan pemenang tender telah dilakukan, Pemerintah Pidie tak juga mengeluarkan Surat Penunjukan Penyedia Barang Jasa (SPPBJ). Hingga kini proyek itu belum ada tanda-tanda untuk dikerjakan.
Proyek ditengarai tersendat setelah pergantian tampuk pimpinan Pidie. Roni Ahmad, bupati baru yang menggantikan Sarjani, masih enggan melanjutkan proyek tersebut. Di dalam sebuah kesempatan, Roni pernah berujar kantor bupati belum layak dibongkar. Salah satu alasan Abusyik–sapaan akrab Roni–saat itu, ia masih menunggu hasil kajian tim teknis dari Unsyiah. “Setelah hasil kajian itu diserahkan kepada saya, kita akan pelajari kembali hasil kajian tersebut,” ujar Abusyik awal Agustus lalu.
Roni menilai selama ini pengawasan proyek fisik di Pidie sangat lemah. Akibatnya, beberapa hasil dari proyek rekontruksi rawan ambruk. “Jika bangunan itu rubuh dan memakan korban jiwa, siapa yang mau bertanggung jawab,” ujarnya tanpa merinci bangunan mana saja yang ambruk.
Tak hanya itu, Roni juga mengatakan sebagian kontraktor di Pidie bekerja tak sesuai aturan. Misalnya, kata dia, pengurangan semen dan besi pada bangunan di luar ketentuan. “Kita akan perketat pengawasansehingga bangunan yang dihasilkan betul-betul kokoh dan bisa tahan lama. Apalagi kabupaten kita ini kawasan rawan gempa.”
Tersendatnya proyek itu mengundang tanya Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Pidie, Mahfuddin Ismail. “Saya heran ada dengan proyek ini, apa karena ini program bupati lama atau bagaimana?”
Biasanya, kata Mahfuddin, setelah proyek selesai ditender langsung dilanjutkan ke tahap pembangunan. Apalagi, kata dia, tim ahli bangunan dari Unsyiah telah melakukan pengkajian. “Seharusnya pemerintah menyampaikan hasil analisis tim ahli bangunan dari Unsyiah,” ujarnya.
Mahfuddin khawatir bila proyek tak juga berjalan, anggarannya bakal berakhir dan mesti dianggarkan kembali tahun depan. “Seharusnya pemerintah jangan terlalu berandai-andai dengan perencanaan pembangunan, meskipun itu program pemimpin yang lama,” ujar politisi Partai Aceh ini. Dia menilai dari kondisi bangunan yang sudah tua, gedung tersebut tidak layak lagi digunakan.
Terkendala Penghapusan Aset
Kepala Seksi Penataan Lingkungan pada Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Pidie, Teuku Epi Iswari beralasan belum berjalannya tahapan rekonstruksi proyek karena terkendala urusan penghapusan aset. “Di dalam perjalanan pembangunan (gedung) ini kan perlu penghapusan aset dan ada tahapan-tahapannya,” ujar Epi, Jumat, 15 September 2017.
Awalnya, kata Epi, Pengguna Barang yakni Sekretaris Daerah Pidie membentuk tim untuk mengkaji kelayakan bangunan. “Kita ikut melibatkan tim teknis dari Unsyiah, karena mereka punya alat yang memadai. Kajian teknis dilakukan sebelum tender berjalan,” ujar Epi yang juga Pejabat Pengadaan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk proyek tersebut.
Setelah mengkaji selama beberapa hari tim merekomendasikan gedung kantor bupati layak dirubuhkan. Tim berkesimpulan demikian setelah mengamati secara visual, menguji mutu beton, dan menganalisis struktur gedung.
Setelah rekomendasi ini keluar tak serta-merta gedung langsung dibongkar dan dibuat baru. Pasalnya, kata Epi, mereka masih menunggu hasil kerja tim independen dari Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP), yang berkantor di Medan, Sumatera Utara. Tim tersebut, kata dia, hingga kini belum melakukan penilaian terhadap gedung tersebut sebelum dilakukan penghapusan aset.
Ihwal kewenangan penghapusan aset ini disebutkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Demikian juga halnya dengan proses lelang dan tender, yang juga diatur—salah satunya—dalam Peraturan Presiden RI Nomor 4 tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Menurut Epi, penilaian, penghitungan, dan penghapusan aset pada gedung berada di tangan Pengguna Barang. Jika penghapusan aset belum kelar, kata Epi, dinasnya tak bisa bekerja.
Di satu sisi ia menilai bila penghapusan aset selesai Oktober ini, kemungkinan semua pembangunan seperti tertera dalam ketentuan tender, tidak bakal selesai. “Tapi nanti akan dilakukan rescoping kontrak, untuk menghitung kembali, kira-kira dalam waktu tiga bulan, misalnya, hanya siap pondasi saja atau kolom, ” ujarnya.
Jika hingga Desember proses penghapusan aset tak juga selesai, kata Epi, sudah jelas proyek tersebut tak mungkin dikerjakan lagi. “Itu baru kami menyerah. Tidak mungkin kami kerjakan lagi. Tapi kalau memang masih ada jangka waktu tiga bulan, menurut perhitungan kami, itu masih bisa.”
Dari kontrak yang telah disiapkan, pembangunan kantor bupati berakhir Desember mendatang. Dinas, kata Epi, hanya menunggu surat keputusan penetapan penghapusan aset dari Bupati Pidie.
Sementara itu, bila pembangunan tahap awal tersebut dibatalkan pengerjaannya untuk tahun anggaran 2017, penyedia jasa tidak bisa menuntut secara hukum. “Karena pada penawaran yang mereka masukkan, ada surat pernyataan yang menyebutkan tidak akan menuntut apabila ada perubahan kebijakan dari pemerintah.”
Anggaran Dikembalikan ke Kas Negara
Soal tersendatnya proyek itu, Wakil Bupati Pidie Fadhlullah Daud mengatakan dalam pembangunan tersebut diperlukan beberapa kajian dan pelibatan masyarakat. Tentang kajian teknis dari tim Unsyiah, kata dia, cuma sekilas saja. “Kan ada kajian lain. Aspek hukum, aspek segala macam kan belum ada. Sudah kita minta staf. Nanti ketika kita sudah ambil kesimpulan, baru kita bentuk tim independen penilai aset,” ujar Fadhlullah.
Seharusnya, kata dia, sebelum ada pemenang atau setelah ada pemenang tender, aset gedung tersebut langsung dihapuskan oleh bupati lama. “Kita tidak masalah dengan pemenang tender dan pembangunan gedung baru. Semua masyarakat harus kita libatkan, kalau memang perlu, ya uji publik. Kita panggil semua tokoh-tokoh masyarakat, beri pendapat tentang gedung baru, biar terbuka,” ujarnya.
Jika pun proyek molor karena urusan penghapusan aset, Fadhlullah menilai itu juga tak masalah. Anggaran yang tak terpakai tahun ini, kata dia, dipakai kembali tahun depan. “Yang pasti uangnya harus dikembalikan ke kas negara dan diprogramkan tahun 2018. Yang jadi masalah jika uang itu tidak kita kembalikan ke dalam kas negara, proyek tidak jalan, uang sudah habis kita bagi-bagi. Itu yang jadi masalah.”[]
Belum ada komentar