Warga mengklaim ada lahan mereka yang dikuasai PT SIA dan belum diganti rugi. Perusahaan mengaku tanah itu di luar area pabrik.
Persoalan sengketa warga Kecamatan Batee dan Muara Tiga, Pidie dengan PT Semen Indonesia Aceh (SIA) dan PT Samana Citra Agung (SCA) tak kunjung selesai. Sudah berlarut-larut persoalan tersebut, seakan masyarakat di dua kecamatan tersebut bagaikan anak tiri. Pemerintah Kabupaten Pidie dinilai tak punya nyali menyelesaikan sengketa tersebut. “Kami tidak tahu mau bagaimana lagi saat lahan kami diambil oleh PT SCA untuk membangun pabrik semen.Tanpa basa-basi mereka mengambil lahan kami seluas 250 hektare tanpa ganti rugi, sehingga warga terpaksa memblokir jalan menuju lokasi pembangunan pabrik semen,” ujar Tarmizi, warga Gampong Kulee, Batee, beberapa waktu yang lalu.
Dengan raut sedih Tarmizi berharap alangkah baiknya pabrik semen tak dibangun dulu sebelum perusahaan menyelesaikan hak-hak masyarakat. Bukan berarti, kata Tarmizi, warga tidak mendukung pembangunan industri di daerah mereka. Namun, tambah dia, jika ingin membangun pabrik perusahaan harus menghormati warga yang berdomisili di sekitar lokasi. “Sehingga nantinya masyarakat terpenuhi hak-haknya. Pertama, persoalan lahan ada yang belum diganti rugi. Kedua, janji mereka akan mempekerjakan warga dua kecamatan juga tidak terakomodir. Mana janji mereka dengan masyarakat selalu diingkari,” ungkapnya.
Baca: Adendum Ragu-ragu PT SIA
Yang paling sedih, kata Tarmizi, PT SIA telah mengeluarkan surat edaran dan pemberitahuan kepada warga Laweung dan Batee, agar tidak menggarap lahan yang berada di lokasi pembangunan pabrik semen.
Surat pemberitahuan itu bernomor 173/KRE.DIR/08.2017 tertanggal 28 Agustus 2017 dan ditandatangani Direktur Utama PT SIA Bahar Syamsu. Surat dilayangkan kepada enam keuchik di Kecamatan Muara Tiga dan Batee yakni Cot, Tgk Di Laweueng, Kupula, Mesjid, Pawod,dan Kulee. Di dalam surat itu, SIA menyatakan perusahaan akan melaksanakan proses pengembalian batas, land clearing di sepanjang batas lahan PT SIA dan pekerjaan pembuatan jalan produksi oleh PT Semen Indonesia (project) selaku kontraktor utama.
Sehubungan dengan hal itu, masyarakat diharapkan menunda memanfaatkan lahan area PT SIA untuk berkebun sampai selesainya proses pengembalian batas oleh Badan Pertanahan Nasional. Masyarakat yang terlanjur memanfaatkan lahan untuk berkebun dan aktivitas lainnya, perusahaan meminta dilaporkan kepada mereka dengan sepengetahuan perangkat desa dan Muspika.
Telah Diingatkan Sebelumnya
Sengketa warga yang tak terselesaikan membuat wakil rakyat mulai angkat bicara. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Pidie Fraksi Partai Aceh Mahfuddin Ismail, berang dengan persoalan warga yang tidak terselesaikan dengan baik. Menyikapi pemblokiran jalan yang dilakukan warga Kulee, Mahfuddin menyesalkan hal itu terjadi. Hal ini, kata dia, efek dari tidak dipedulikannya keluh-kesah masyarakat oleh perusahaan.
Padahal, jauh-jauh hari DPRK Pidie sudah mengingatkan pemerintah dan perusahaan agar sebelum mulai pengoperasian pabrik harus terlebih dahulu menuntaskan semua persoalan. “Kalau masalah ini terus-meneruskan dibiarkan berlarut-larut, akan membahayakan masa depan berlangsungnya pengoperasian perusahaan semen tersebut dan akan membahayakan iklim investasi dan perekonomian masyarakat sendiri,” tegas Mahfuddin.
Baca: Cokong Semen Masuk, Alam Karst Tamiang Terancam
Selain lahan, dari pengamatan Mahfuddin, sampai saat ini banyak persoalan lainnya yang belum dituntaskan. Misalnya, tidak ada nota kesepahaman antara PT SIA dengan Pemkab Pidie yang menjelaskan apa keuntungan pemerintah dan masyarakat setempat dengan berdirinya industri tersebut. “Kami tidak ingin persoalan ini menjadi gejolak sosial seperti ketidakadilan masa lalu hingga terjadinya konflik antara pemerintah pusat dengan rakyat Aceh terulang lagi. Sepatutnya konflik masa lalu menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi pemerintah dan perusahaan demi terjaganya perdamaian Aceh yang hakiki.”
Sebenarnya, kata Mahfuddin, tujuan berdirinya perusahaan apalagi seperti PT SIA yang notabene perusahaan milik negara untuk menyejahterakan rakyat. Namun, jika berkaca pada kenyataan di lapangan sekarang, ia meragukan hal itu. “Saya mendesak dan mengingatkan PT SIA, PT Samana Citra Agung dan Pemkab Pidie untuk segera duduk bermusyawarah menuntaskan semua persoalan perusahaan yang menyangkut hajat hidup masyarakat Pidie. Agar pengoperasian perusahaan dan iklim investasi berjalan lancar, aman, damai dan dapat membawa berkah kepada masyarakat sekitar dan seluruh masyarakat Pidie,”
Sementara, akademisi Universitas Jabal Ghafur Sigli, Umar Mahdi menanggapi rencana proses pengembalian batas di sepanjang batas lahan PT SIA mengatakan hal itu bagian dari pelaksanaan kepastian hukum. “Jadi ini harus ada kejelasan tapal batas tanah masyarakat dengan tanah yang digunakan oleh pabrik semen,” jelasnya.
Umar menilai apabila ada ketidakcocokan, diselesaikan secara arif dan bijaksana berdasarkan fakta dan data secara hukum yang dimiliki kedua belah pihak. “Jangan biarkan masyarakat dan pihak perusahaan bersengketa, sebab akibatnya fatal. Mari kita mendukung secara penuh baik dari masyarakat dan Pemerintah Pidie dengan keberadaan perusahaan semen tersebut. Sehingga terbangun hubungan yang baik secara tripartit.”
Wakil Bupati Pidie Fadhlullah TM Daud saat dikonfirmasi mengaku selaku pimpinan daerah tetap akan memperjuangkan hak masyarakat. Semua pihak, kata dia, harus berbesar hati dalam menyikapi persoalan yang terjadi di lokasi pembangunan pabrik semen. “Kita akan pelajari terlebih dahulu bagaimana yang sebenarnya,” ujar Fadhlullah.
Dalam menyesaikan masalah tersebut, kata dia, Pemkab Pidie tidak akan menyalahkan siapa-siapa. “Yang perlu diingat dengan kehadiran pabrik semen tentu saja perekonomian masyarakat Pidie semakin membaik. Kita tetap akan membantu warga kita sendiri.”
Tanah di Luar Area PT SIA
Direktur PT Samana Citra Agung, Yusri kepada media menjelaskan, tanah seluas 250 hektare yang diklaim warga Kulee belum diganti rugi, berada di luar area pembangunan pabrik. Hal ini, kata Yusri, berdasarkan surat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Aceh yang dikirim kepada gubernur pada 2 Juni 2017. “Tanah itu tidak dalam pengelolaan kita, bagaimana kita ganti rugi,” ujar Yusri.
Ucapan serupa diungkapkan perusahaan pada Jumat pekan lalu ketika menggelar konferensi pers di Restoran Kuala Vilage, Banda Aceh. Konferensi pers tersebut turut dihadiri mantan Kepala BPN Pidie dan sejumlah orang yang disebut perusahaan sebagai perwakilan masyarakat gampong di sekitar lokasi pembangunan pabrik semen.
Di depan puluhan wartawan, kuasa hukum Samana, Safaruddin mengatakan kliennya tak pernah menyerobot lahan warga. Ia juga mengulang kembali kata-kata Yusri. “Tuntutan pengembalian kerugian lahan masyarakat Gampong Kule dan Cot setelah disurvei lahan itu ternyata lahan berada di luar area PT SIA,” ujar Safaruddin yang juga Direktur Yayasan Advokasi Rakyat Aceh ini.
Baca: Destinasi Wisata Guha Tujoh Ikut Tergerus
Surat terakhir dari BPN Aceh kepada Gubernur Aceh, kata Safaruddin,berisi dokumen data fisik dan yuridis soal penguasaan lahan perusahaan berupa sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai seluas 1.958 hektare. Samana, kata Safaruddin, pada 8 September 2016 telah menyurati keuchik agar menyampaikan bila ada lahan yang masuk dalam pembangunan pabrik semen itu. “Kita sudah sampaikan kepada masyarakat bahkan siapkan surat keterangan kepemilikan lahan untuk diisi warga, namun keuchik setempat tidak ada yang mau meneken. Kami tegaskan seluruh lahan PT Samana Citra Agung sudah beres dan bersih, jadi tidak ada yang diserobot,” ujar Safaruddin.
Sementara Direktur Utama Samana Deni Fahlevi mengaku perusahaannya telah mengantongi hampir 50 izin terkait pendirian pabrik semen. “Termasuk izin pelabuhan. Ada yang belum, seperti izin perdagangan, tetapi yang lain sudah lengkap. Kita juga selalu berkoordinasi dengan pihak terkait, terutama pemerintah.”
Deni mengaku berupaya seoptimal mungkin membuat pendekatan persuasif dengan masyarakat. Bahkan, kata dia, ia mau memenuhi berbagai macam bentuk tuntutan warga. Namun, masalah tetap saja berdatangan dan seperti tak pernah akan “clean and clear”. “Selalu saja timbul persoalan baru yang membingungkan,” keluhnya.[]
Belum ada komentar