Salat Subuh Berhias Bintang di Gua Hira

Salat Subuh Berhias Bintang di Gua Hira
Foto: EPA

Langit di atas Bukit Nur atau Jabal Al-Noer tampil megah. Bulan benderang dan bertabur bintang gemerlap bak permata. Sementara langit tertinggi berwana hitam pekat dengan degradasi ungu hingga menyentuh lantai bumi.

Waktu menunjukkan pukul 03.42 Waktu Arab Saudi (WAS) di kaki Jabal Al-Noer. Sekira pukul 04.51 waktu subuh akan menjelang. Masih cukup waktu untuk mendaki ke puncak bukit batu tersebut dan menunaikan salat subuh.

Memulai perjalanan, kemiringan jalan sudah mencapai 45 derajat. Awalnya saja, sudah membuat kaki terasa berat. Beberapa petugas haji mendaki bersama, di antaranya ada yang mengalami pusing berkunang-kunang lalu menepi sejenak karena jalan sangat terjal.

Di sisi kanan menuju jalan setapak Gua Hira banyak toko yang menjual tongkat dan senter kecil untuk ‘alat tempur’ pendakian. Dijajakan masing-masing seharga 5 real atau Rp17.500 (Rp3.500 per real). Mereka juga menjual berbagai macam sovenir tas, cincin, kalung serta aneka minuman.

Saat itu, sudah banyak jamaah Indonesia yang lebih dulu turun dari puncak bukit. Salah satu jamaah haji Indonesia, Suharjupri dari Bandung. Dia mengaku mendapat hikmah perjalanan panjang tesebut. Menurutnya, iman itu taruhannya adalah nyawa. Iman Rasulullah itu luar biasa. Sehingga tidak terasa lelah untuk mencapai gua dengan ketinggian mencapai 281 meter dengan panjang pendakian sekitar 645 meter tersebut.

“Sekarang ya harusnya tidak ada rasa lelah ya. Karena sudah pakai sandal dan sudah dibuat tangga ke atas,” ujarnya.

Dia juga mengaku, dengan berjalan ke atas bukit, bisa memaknai ketaatan Nabi Muhammas SAW kepada Allah SWT. “Maka itu saya heran ketika ada panggilan ‘Hayya ‘alash shalah’ atau mari kita salat, kok masih ada yang tidak mau salat?” ujarnya.

Setelah berbincang sejenak, perjalanan pun dilanjutkan. Selama perjalanan, banyak jamaah dari negara lain yang saling tolong-menolong jika ada jamaah yang tergelincir.

Perjalanan menuju puncak sama sekali tidak dilengkapi fasilitas lampu penerang jalan. Sehingga banyak para jamaah yang menggunakan lampu handphone untuk memperjelas setiap anak tangga.

Jangan heran, di setiap tikungan kerap ditemukan peminta-minta yang berbaring di anak tangga. “Ya Allah.. Ya Allah, ya Hajj ya Hajj.” Mereka sudah menyiapkan kardus bagi para peziarah yang ingin bersedekah. Tampak berbagai mata uang di dalam kardus itu, antara lain rupiah dari Indonesia, real mata uang Arab Saudi, afghani dari Afganistan, rupee dari India, bahkan yen dari Jepang.

Dibutukan waktu sekira 1 jam hingga 1,5 jam untuk bisa mencapai puncak. Semakin tinggi, semakin tinggi pula anak tangga yang harus ditapaki. Hingga akhirnya tidak ada lagi anak tangga. Namun yang ada bongkahan batu besar.

Untuk bisa masuk ke dekat pintu Gua Hira, ada dua rute. Pertama jamaah harus meliukkan badan menyusuri sela sempit di antara batu besar. Jalan itu hanya bisa dilewati 1 orang dengan bersandar ke tepi batu. Ada juga jalan membungkuk di antara batu besar. Keduanya harus dilalui dengan kelincahan di tengah jamaah yang berjejal ingin masuk ke area Gua Hira.

Jika sudah melewati jalan sempit itu, jamaah akan disuguhkan pemandangan yang memukau. Langit yang membentang luas dengan penuh kebesaran Sang Pencipta juga kerlap-kerlip cahaya kota Makkah. Di tengahnya tampak menara Masjidil Haram dan Tower Zamzam yang terang benderang. Membuat mata tak ingin lepas untuk memandang. Ya, ‘pintu’ Gua Hira memang menghadap Kakbah. Sehingga bisa terlihat dengan jelas Masjidil Haram. “Subhanallah, Alahamdulillah,” suara jamaah mengaggumi pemandangan.

Gua Hira terletak sekira 6 kilometer sebelah utara Masjidil Haram. Di sinilah Nabi Muhammad SAW mendapat wahyu dari Malaikat Jibril dengan membawa surat Iqra. Dalam Riwayatnya disebutkan, kala Rasulullah berusia 40 tahun kerap melakukan tahannuts atau menyendiri.

Hingga suatu malam tepatnya tanggal 17 Ramadan atau sekira 6 Agustus 610M, datanglah Malaikat Jibril. Terjadilah penyampaian wahyu untuk membaca “Iqra”. Dengan diterimanya wahyu pertama dari Allah SWT, maka dengan sendirinya Muhammad diangkat sebagai Nabi sekaligus Rasul Allah SWT.

Foto: EPA

PERTUNJUKAN ALAM

Begitu tiba di puncak Gua Hira, azan subuh pun berkumandang. Para jamaah yang ada di atas bukit melakukan salat. Di puncak bukit, terdapat tempat salat ala kadarnya sehingga jamaah bisa sekaligus salat Subuh di alam terbuka. Sesekali juga terdengar suara ayam berkokok, tanda sudah pagi.

Di puncak bukit, jamaah melepas lelah sambil memandang kota Makkah. Tak lama kemudian, ‘pertunjukan alam’ pun dimulai. Dari ufuk timur langit berubah berwarna oranye pekat dan tidak lama kemudian terbitlah matahari. Dari sebuah garis emas hingga akhirnya bulat utuh. Langit pun menjadi terang. Cuaca yang awalnya diselimuti angin malam berganti menjadi hembusan hangat matahari pagi.

Selimut gelap pun menghilang. Tampak burung banyak berterbangan dan hinggap di bebatuan. Selain burung, di puncak Jabal Al Noer juga terdapat sejumlah beruk dan kucing. Mereka tampak mengais makanan sisa jamaah.

Momentum pergantian malam ini hanya bisa dinikmati bagi mereka yang berhasil mendaki di puncak gunung. Kepuasan pun akan semakin bertambah bila jamaah bisa memaknai perjuangan dan pengorbanan Rasulullah bagi umat, dalam ‘menerangi’ dunia.[]okz

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Menikmati Matahari Terbit dari Pantai Deumit (Foto Makmur Dimila)
Menikmati Matahari Terbit dari Pantai Deumit (Foto Makmur Dimila)

Mutiara di Barat Indonesia