Pabrik pengolahan buah kelapa di kawasan Bate Geulunggu, Bireuen, mendatangkan manfaat ganda bagi masyarakat sekitar. Selain terbukanya lapangan kerja, penghasilan petani kelapa pun semakin membaik.
Desingan suara buah kelapa dibelah menggunakan parang saling bersahutan di antara deru mesin pabrik. Dari kejauhan, terdengar seperti musik kitaro membelah langit Kamboja dalam film-film hollywood picisan. Beberapa truk pengangkut buah kelapa terlihat hilir-mudik di areal itu.
Sesekali terdengar tawa renyah para perempuan di tengah kesibukannya membelah buah kelapa menggunakan parang. Sebagian lainnya dengan cekatan mencongkel buah kelapa yang telah dibelah dan siap diolah menjadi tepung kelapa.
Suasana tersebut menjadi pemandangan keseharian di areal pabrik berbahan baku buah kelapa di kawasan Bate Geulungku, Kecamatan Pandrah, Bireuen. Pabrik milik PT Bumi Aceh Sejahtera (BAS) itu mempekerjakan seratusan warga seputaran pabrik, di sampaing tenaga ahli yang didatangkan dari luar derah.
Tak hanya pria, pekerja di parik itu didomniasi para perempuan, mulai ibu rumah tangga, perempuan putus sekolah, hingga janda korban konflik. “Dengan bekerja di pabrik ini, kami memiliki penghasilan tetap yang dapat mendongkrak perekonomian keluarga,” ujar Safrina (25), pekerja lepas di PT BAS.
Wanita ini mengaku sehari-hari bekarja sebagai pencongkel buah kelapa. Dalam sehari, upah yang diterimanya berkisar Rp80-100 ribu. “Pekerjaannya tidak sampai sehari penuh, namun penghasilan kami termasuk lumayan. Seminggu sekali, kami terima upah di atas Rp500 ribu per orang,” ungkap Safrina.
Menurut dia, wanita yang bekerja di pabrik itu seperti dirinya mencapai 50 orang. “Sebagian bertugas sebagai pembelah, dan sebagian lagi penyongkel buah kelapa yang sudah dibelah. Sementara para pria bekerja di bagian yang riskan dan berat, seperti di bagian mesin pengolah dan pengepakan hasil olahan,” paparnya.
Direktur PT BAS Erick Lim menjelaskan, untuk saat ini pabrik yang dipimpinnya hanya memproduksi tepung kelapa. Hasil olahan tersebut diekspor ke beberapa negara, seperti Korea Selatan, Tiongkok, dan Taiwan.
Meski begitu, lanjut Erick, yang diekspor pihaknya tidak hanya tepung kelapa, tapi juga sabut dari kupasan buah kelapa. “Sementara batoknya kita jadikan arang untuk bahan bakar. Jadi, buah kelapa yang kita olah di sini, semuanya bisa dimanfaatkan. Tidak ada yang jadi limbah, termasuk serbuk dari sabutnya bisa diolah menjadi penyubur tanaman,” paparnya.
Dia menjelaskan, tidak semua buah kelapa yang terima dari pemasok bisa diolah menjadi tepung. “Hanya buah kalapa yang sudah menyiratkan aura hitam yang bisa diolah menjadi tepung. Sementara buah kelapa yang dagingnya belum keras (masih pateuen—bahasa Aceh) terpaksa dijemur sebagai kopra,” kata Erick.
Karena belum memproduksi minyak goreng, lanjut dia, selama ini kopra tersebut dipasok lagi ke kilang minyak goreng yang ada di Kabupaten Bireuen. “Kan tidak mungkin kita mengembalikan kelapa pateuen ke pemasok, ya terpasa kita jadikan kopra agar tidak terbuang,” tambahnya.
Walaupun produksinya masih terbatas, jelas dia, bahan baku buah kelapa yang dibutuhkan pabrik tersebut mencapai 25 ton per hari. “Saat awal-awal pendirian pabrik, kita sempat kewalahan mendapatkan pasokan bahan baku sejumlah itu, makanya tidak langsung memproduksi hasil olahan lainnya,” sebut Erick.
Setelah memperoleh kepastian tentang kesedian bahan baku, kini perusahaan itu sedang menyiapkan mesin dan berbagai sarana lain untuk pengembangan hasil produksi. “Ke depan, selain tepung kelapa, kami juga akan memproduksi minyak goreng dan santan kemasan,” katanya.
DUKUNGAN BAHAN BAKU
Untuk kepastian tercukupinya bahan baku, PT BAS kini menjalin kemitraan dengan para pengumpul dan agen buah kelapa di Kabupaten Bireuen. Mereka siap memasok buah kelapa sesuai kebutuhan pabrik tersebut, walau harus menghentikan pengiriman buah kelapa ke luar daerah.
Komitmen tersebut disampaikan para penampung dan belasan agen buah kelapa dari berbagai daerah di Kabupaten Bireuen dalam pertemuan dengan jajaran Direksi PT BAS. Pertemuan yang ikut dihadiri unsur Muspika Pandrah itu berlangsung di aula pabrik tersebut, Rabu (13/9/2017).
Nazari, penampung buah kelapa di Kecamatan Plimbang dan sekitarnya, mengatakan kebutahan bahan baku kelapa yang saat ini hanya 25 ton per hari bisa dengan mudah dipenuhi pihaknya. “Untuk kebutuhan buah kelapa sejumlah itu, perusahaan cukup menggaet tiga atau empat penampung. Dan, kami siap untuk memenuhinya,” sebut pria yang akrab disapa Bang Wen ini.
Menurut dia, selama ini pihaknya mengirim buah kelapa ke Medan dan Kisaran, Sumatera Utara, dalam jumlah yang jauh lebih banyak. “Bila diakumulasi, beberapa penampung di Kabupaten Bireuen selama ini mengirimkan kelapa ke Sumut melebihi 50 ton per hari. Jadi, kalau saat ini kebutuhan PT BAS hanya 25 ton per hari bukanlah persoalan yang berarti bagi kami,” tambah Bang Wen.
Senada dikatakan Rusli Husein alias Bang Pon, penampung buah kelapa di Kecematan Peusangan dan sekitarnya. Manurut dia, setiap hari gudang miliknya mengumpulkan lebih dari 20 ton buah kelapa untuk dipasok ke Sumatera Utara dan beberapa pasar lokal di Aceh. “Kalau kebutuhan PT BAS hanya 25 ton kelapa per hari, sebenarnya bisa saya sanggupi sendirian. Tapi itu tidak etis, harus dibagi-bagi kuota pasokan dengan penampung lain. Saya siap memasok kelapa yang tidak tercukupi oleh mereka,” katanya.
Bang Pon mengaku lebih memilih memasok buah kelapa ke PT BAS dibandingkan memenuhi permintaan pabrik di Sumatera Utara. “Selain menghemat ongkos angkut, para pekerja di PT BAS juga saudara-saudara kita di sini. Kita tidak menginginkan mereka menganggur gara-gara kekurangan bahan baku,” tandasnya.
Sementara itu, Camat Pandrah Jamaluddin SP mengatakan keberadaan pabrik pengelolah buah kelapa itu telah memberi konstribusi nyata bagi peningkatan ekonomi masyarakat di wilayahnya. “Selain pria, para wanita di seputaran pabrik kini sudah memiliki penghasilan tetap dengan bekarja di sini. Ini sangat membantu warga dalam mendongkrak perekonomian mereka,” katanya.
Dengan keberadaan pabrik tersebut, kata camat, harga buah kelapa juga mengalami peningkatan. “Penghasilan petani kelapa semakin membaik, karena harga buah kelapa tidak lagi bisa dipermainkan pabrik pengolah yang ada di Sumatera Utara,” sebutnya.
Menurut Jamaluddin, balakangan ini tidak pernah terdengar lagi keluhan warga menyangkut persoalan harga buah kelapa yang sebelumnya sering anjlok. “Hampir semua warga kita memiliki kebun kelapa, kalau harganya anjlok tentu merugikan kita semua. Tapi, selama keberadaan pabrik ini, harga kelapa di Kabupaten Bireuen tetap stabil, bahkan kerap meningkat di waktu-waktu tertentu, seperti pada musim hujan seperti sekarang ini,” ungkapnya.
Karenanya, lanjut camat, masyarakat Bireuen sangat diuntungkan dengan keberadaan pabrik berbahan baku buah kelapa di daerah itu. “Kita mendapatkan keuntungan ganda. Selain menyerap tenaga kerja, panghasilan petani kelapa juga semakin membaik,” tagasnya.
Tarmizi Abdulgani, Humas PT BAS menimpali, nantinya kebutuhan bahan baku buah kelapa akan terus meningkat seiring pengembangan produksi. “Bila selama ini kita membutuhkan buah kelapa 25 ton per hari, ke depan bisa mencapai 50 ton per hari. Penambahan ini terjadi setelah semua mesin pengolah kita optimalkan operasiannya,” katanya.
Di sisi lain, pabrik tersebut kini mempekerjakan lebih seratusan tenaga kerja dari kalangan warga sekitar pabrik. “Sebagian besarnya perempuan. Ada yang karyawan tetap dengan gaji bulanan dan ada juga pekerja harian,” jelasnya.
Tarmizi memastikan, ke depan pihaknya akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak lagi sejalan dengan pengembangan hasil olahan pabrik. “Saat ini sedang dalam tahap pengembangan hasil produksi. Nantinya, buah kelapa itu juga diolah menjadi aneka produk lain, termasuk minyak goreng dan santan kemasan. Jadi akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak lagi,” tandasnya.[]
Belum ada komentar