Pantai Ulee Lheu diyakini menjadi pusat pariwisata dan pengembangan ekonomi di Banda Aceh. Pemko tengah mengkaji pembebasan kawasan tersebut dari ‘isolasi’ jam malam.
Gemuruh ombak disertai angin malam seakan mendukung pesona keindahan pantai Ulee Lheu pada malam hari. Lampu-lampu kota terpancar seperti bintang yang berbinar dari bibir pantai. Sejak pemberlakuan jam malam di Banda Aceh, salah satu pantai yang sering dikunjungi oleh masyarakat kota Banda Aceh ini tampak sepi di malam hari. Tak terlihat lagi hiruk pikuk pedagang seperti yang terjadi pada sore harinya.
Akses masuk dan keluar pantai ditutup pada pukul 18.30 WIB sampai pukul 07.00 WIB. Saat Pikiran Merdeka berkunjung pantai yang terletak di sisi barat daya Banda Aceh ini, Kamis pekan lalu, para pedagang dan pengunjung masih berada di tempat ini hingga pukul 20.00 WIB. Pemandangan sunset yang indah membuat pengunjung betah berlama-lama di pantai tersebut.
Sejak terpilihnya Aminullah dan Zainal Arifin sebagai Walikota dan Wakil Walikota Banda Aceh terdengar kabar mengenai wacana pembukaan kembali jam malam di pantai Ulee Lheu. Hal ini sontak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Para warganet ramai-ramai memberikan komentar di sebuah postingan akun instagram Banda Aceh Gemilang pada 9 Agustus lalu. Sebagian mereka setuju terhadap pembukaan jam malam tersebut, sedangkan sebagian lagi menganggap hal ini akan memicu timbulnya kembali pemberitaan khalwat di area tersebut.
“Sering ke pantai ini buat nongkrong sama teman-teman karena view-nya indah banget. Kalau masalah pembukaan jam malam, itu sih setuju. Cuma lebih ke penerangannya lagi, misalnya kaya lampu, terus batas jam malamnya, dibukanya sih baiknya sampai pukul sepuluh malam aja,” ujar Wahyu, pengunjung Ulee Lheu.
Para pedagang yang ada di sana menyatakan wacana ini akan memberi harapan besar untuk usaha mereka. Kerena, sedikitnya waktu yang ada membuat para pedagang susah untuk menaksir besarnya pemasukan yang diterimanya selama ini.
“Ngak bisa ditaksir, kadang kalau hujan pulang gak bawa apa-apa,” cerita Ngadio, pedagang bakso goreng di sana.
Bila program itu resmi diberlakukan, tentu dibutuhkan perhatian khusus untuk menghindari terjadinya pelanggaran syariat seperti yang ditakutkan selama ini. Satpol PP dan WH harus dikerahkan untuk pengawasan disepanjang area pantai. “Penerangan lampu-lampu di badan jalan juga akan dilakukan,” kata Evendi, Kepala Bidang Penegakan Hukum dan Syariat Satpol-PP/WH Banda Aceh.
“Pembenahan terhadap pedagang kaki lima (PKL) di badan jalan pun wajib dilakukan, misalnya tidak menempatkan bangku-bangku di ruang yang minim cahaya,” tambahnya.
Sejauh ini, Satpol PP dan WH Banda Aceh tetap mengintensifkan pengawasan mulai dari sore hari sampai malam hari. Hal ini tetap dilakukan meski pembatasan jam malam di Pantai Ulee Lheu masih belum dicabut. Tercatat, sebulan yang lalu terjadi pelanggaran syariat di pantai tersebut. Seorang wanita di bawah umur melakukan khalwat di bawah jembatan penghubung pelabuhan Ulee Lheu dan Kampung Jawa.
Walikota Banda Aceh Aminullah Usman k mengatakan, wacana tersebut merupakan aspirasi yang diterimanya dari pedagang di pantai tersebut. Menurut dia, pembatasan jam malam untuk kawasan pantai akan ditinjau kembali. Hal ini dilakukan demi menambah sumber ekonomi rakyat.
Namun, ia menegaskan, wacana tersebut bukanlah salah satu programnnya untuk mewujudkan Banda Aceh Gemilang. “Pembukaan jam malam di Ulee Lheu masih wacana. Yang jelas, itu merupakan sumber ekonomi rakyat, jadi berpotensi untuk dibuka. Tapi dengan ketentuan bahwa bukan untuk potensi pelanggaran syariat,“ sebutnya kepada Pikiran Merdeka, Rabu, 16 Agustus 2017.
KONSEP EKONOMI
Sementara dalam wawancara khusus dengan Pikiran Merdeka di kediamannya, 7 Januari 2016 silam, rencana menghidupkan perekonomian Banda Aceh diakui pria yang akrab disapa Bang Carlos ini masuk ke dalam rencana besarnya dalam membangun Kota Banda Aceh sebagai kota bisnis. Kala itu, Aminullah masih berstatus bakal calon walikota.
Aminullah menilai, perlu ada instansi atau badan khusus yang mengurusi bidang perekonomian. Fungsinya, menggenjot percepatan di bidang ekonomi, mengurangi pengangguran dan menekan tingkat kemiskinan. “Mereka juga memiliki tugas promosi dan pemasaran. Nantinya, kerjanya tidak bercampur dengan koperasi dan perindustrian,” paparnya.
Lebih lanjut, ia merincikan tugas badan khusus ekonomi tersebut. Di antaranya dengan mengawal lembaga keuangan, seperti perbankan, koperasi, asuransi dan pegadaian. Semua ini harus berjalan selaras dengan program ekonomi Pemko Banda Aceh. “Jika kita ingin menjadikan ekonomi itu hidup, Kota Banda Aceh harus jadi kota bisnis. Pemerintah juga jangan jadikan pedagang kecil itu lawan. Sebenarnya, mereka yang membesarkan Kota Banda Aceh. Pinsipnya, kota besar karena pedangan kecil. Yang penting mereka berjualan tertib dan rapi,” tutur Bang Carlos.
Ia lalu mencontohkan Pantai Ulee Lheu yang menurutnya tak dimaksimalkan potensinya dan dikelola asal-asalan selama ini. “Coba lihat pantai Ulee Lheu, saat ini hanya ada ada plang tulisannya saja. Itu saja, tapi di belakangnya dibiarkan jorok dan kotor. Itu salah satu contoh, kita tidak siap mengelola wisata,” kritiknya kala itu.
Meski dirinya masih berstatus balon walikota, dalam pertemuan di awal tahun itu, Aminullah telah merencanakan pembangunan sporting area di kawasan Pantai Ulee Lheu, layaknya Taman Sari dan kawasan Blang Padang. Dalam bayangannya, dengan merenovasi total area pantai tersebut, akan ramai wisatawan datang. Selain itu, pedagang kecil bisa berjualan sehingga ekonomi masyarakat bisa tumbuh. “Kalau sudah begini, juga akan mendorong wisatawan dari luar daerah untuk datang.”
Menurutnya, alasan pembatasan jam berkunjung dan berjualan di area tersebut karena ditakutkan terjadinya pelanggaran syariat tak beralasan. Pasalnya, tak ada bedanya daerah tersebut dengan wilayah lainnya di Banda Aceh. “Daerah lain apa bedanya? Sama saja kan? Jadi kenapa mesti ditutup kalau malam hari? Yang penting kan pengawasan. Tidak semua yang ke situ melanggar, asalkan yang melakukan pelanggaran ditindak tegas.”
Solusinya, kata dia, memperketat pengawasan. Pada malam hari tinggal hidupkan lampu. “Lengkapi semua fasilitas, mulai tempat salat, toilet dan ditambah pengawasan dari Satpol PP dan WH. Pasti pantai Ulee Lheu akan jadi destinasi wisata yang hebat,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Aminullah juga meyakini rencana membangun sarana pendukung di Pantai Ulle Lheu ini tak akan membebankan APBK Banda Aceh. Pasalnya, ia berjanji akan menjemput “kue” APBN untuk membangun kawasan tersebut. Ia yakin, mampu meyakinkan pemerintah pusat untuk menggelontorkan APBN untuk membangun Ulee Lheu. “Itulah tugas walikota, bagaimana menjemput uang ke Jakarta nanti,” ujar Aminullah yakin.
TANGGAPAN POSITIF
Meski masih wacana, tanggapan positif juga datang dari parlemen. Ketua Komisi B DPRK Banda Aceh Aiyub Muhammad mengungkapkan, bila diimplementasikan wacana ini dapat memberikan peningkatan perputaran ekonomi masyarakat kelas menengah. Namun ia menegaskan, upaya tersebut tidak termasuk dalam target Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Banda Aceh.
“Saya fikir itu tidak termasuk ke dalam (rencana) PAD, tetapi bagaimana kita dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti masyarakat yang berjualan jagung, kemudian bakso dan pedagang lainnya agar dapat menambah ekonomi mereka,” ujar Aiyub, Sabtu pekan lalu.
Sebagai wakil rakyat ia juga sepakat terkait hal tersebut, namun tetap memperhatikan nilai-nilai syariat yang ada. “Di satut sisi kami mewakili rakyat, tetapi di sisi lain kami juga dari pemerintah daerah. Saya sepakat kalau dibuka, tetapi harus betul-betul menempatkannya, misalnya membatasi jam malam hingga pukul sebelas malam dan menambah lagi keamanan di sekitar lokasi,” harapnya.
Pengamat ekonomi Fakultas Unsyiah Rustam Effendi menjelaskan, pembenahan kawasan Ulle Lheu dan pembukaan jam malam di kawasan tersebut dapat mengatasi jumlah pengangguran yang ada di Banda Aceh saat ini. Ia juga pernah membuat suatu kajian perkuliahan metodelogi penilitian mengenai potensi ekonomi di Ulee Lheu yang dinilainya memiliki dampak yang cukup besar.
“Sudah pasti salah satunya adalah usaha mikro kecil menengah, pedagang-pedagang informal yang ada di sekitar dapat memanfaatkannya terlebih lagi penduduk lokal dan anak-anak usia produktif,“ pungkas Rustam Effendi.
Terkait pembenahan PKL ia juga menjelaskan beberapa penyiapan infrastruktur yang harus dilakukan pemerintah. “Saya pikir yang pertama adalah tata letak, bahkan seharusnya dibuat satu tenda yang sama semua. Di mana para pedagang yang berjualan tidak lagi berjualan di trotoar. Penataan kuala yang tak berfungsi saat ini juga bisa dimanfaatkan dengan dicor atau dibuat lantai.
Nah, di situlah semua pedagang berkumpul. Tidak seperti sekarang yang menutupi pantai. Hal itu akan terlihat seperti pasar terapung di sebuah kuala,” jelas akademisi Universitas Syiah Kuala ini.
“Kasawan Ulee Lheu ini mempunyai potensi yang sangat besar, tinggal bagaimana pemerintah menyiapkan infrastrukturnya,” tutup Rustam.[]
Belum ada komentar