Marka Retak Partai Aceh

Marka Retak Partai Aceh
Simpatisan Partai Aceh. Foto: Antara

Wacana PAW anggota DPRA dari Partai Aceh memantik pertikaian baru. Keretakan di tubuh PA semakin melebar?  

Postingan surat bernomor 104/KPTS-PA/VI/2017 tengah menyita perhatian warganet. Dalam surat yang berisi usulan Pergantian Antar Waktu (PAW) dari Partai Aceh ini, tertabal tanda tangan Ketua Umum DPA PA Muzakir Manaf bersama Sekretaris Jendral PA Mukhlis Basyah. Isinya, perihal pergantian anggota DPRA, Adam Mukhlis Arifin.

Surat bertanggal 2 Juni 2017 itu menerangkan, bahwa Adam Mukhlis akan digantikan Adly Tjalok bin Ibrahim, peraih suara terbanyak dua dalam Pemilihan Legislatif 2014 di Daerah Pemilihan IV Bener Meriah–Aceh Tengah.

Bedanya, Adam Mukhlis adalah putra gayo asli yang dinilai sepresentatif rakyat wilayah tengah Aceh dari Dapil IV. Sementara Adly Tjalok merupakan putra kelahiran Bireuen, yang pada Pileg 2019 “dipindah’ Dapil oleh partainya. Sebelumnya, Adly juga sempat duduk di kursi DPRA pada periode 2009-214 dari dapil III. Saat itu, Dapil III terdiri dari tiga kabupaten, yakni Bireuen, Bener Meriah dan Aceh Tengah.

Usulan pergantian itu bukan tanpa alasan, setidaknya demikian menurut keterangan Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Komite Peralihan Aceh/Partai Aceh (DPW KPA/PA) Bener Meriah, Sarbinari. Penjelasannya kemudian mengerucut pada sekelumit masalah yang ternyata masih mengganjal dari Pileg 2014, antara Adam Mukhlis dan Adly Tjalok. Sehingga persoalan itu coba ia tuntaskan sekarang.

Di Pemilihan Legislatif tiga tahun lalu, perolehan suara Mukhlis dan Adly bersaing ketat. Malah kabarnya, berdasarkan salinan hasil form C1 DPW KPA Bener Meriah, suara Adly lebih unggul. “Namun KIP Bener Meriah mengeluarkan hasil yang berbeda, Adam Mukhlis yang diunggulkan,” tutur Sarbinari.

Selain itu, usulan PAW dilayangkan lantaran kerap terjadinya misskomunikasi antara DPW KPA/PA Bener Meriah dengan Adam Mukhlis. Padahal Partai Aceh, sebutnya, telah berhasil mendulang 15 ribu suara untuk kandidat usungannya pada Pileg tersebut.

Sarbinari juga mengaku telah mengusulkan PAW Adam Mukhlis ke DPA PA Pusat sebanyak dua kali. Namun usulan itu baru ditindaklanjuti pada pengajuan terakhir. “Adam Mukhlis selama duduk di DPRA misskomunikasi dengan kita di DPW,” ucapnya.

Atas hasil KIP yang memenangkan Mukhlis, kalangan pendukung Adly Tjalok merasa keberatan. Perselisihan suara ini berujung pada rencana pihak Adly Tjalok untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konnstitusi ketika itu. Namun segera ditengahi oleh Dewan Pimpinan Aceh (DPA) PA Pusat. DPA lalu mengambil kebijakan dengan meminta agar kisruh ini diselesaikan secara damai.

“Dan akhirnya disepakati, agar kursi DPRA dijabat paruh waktu oleh Adam Mukhlis Arifin, kemudian digantikan oleh Adly Tjalok,” kata Sarbinari.

Sementara itu, DPW KPA/PA Aceh Tengah menyampaikan keterangan yang berbeda dari yang disampaikan Sarbinari. Pihaknya secara tegas menolak usulan PAW terhadap Adam Mukhlis. Ismuddin selaku ketua DPW PA Aceh Tengah menilai hingga kini tak ada landasan hukum yang jelas dalam usulan PAW tersebut. “Adam Mukhlis Arifin masih dibutuhkan untuk menjabat di anggota DPRA sebagai penyambung lidah masyarakat tengah Aceh dari PA,” kata Ismuddin.

Ditambah lagi, ia merasa ada kejanggalan dalam isi surat usulan PAW yang sudah telanjur beredar di media sosial. Tanda tangan Ketua Umum DPA PA Pusat Muzakkir Manaf tampak berbeda dalam surat itu. “Maka hal ini perlu kami tanyakan langsung pada Mualem,” ujarnya.

Selain surat PAW, pihak Adam Mukhlis juga mempertanyakan bukti salinan form C1 yang dibeberkan Sarbinari. Padahal, kemenangan Mukhlis telah ditetapkan secara sah oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. “Ketetapan dilakukan melalui pleno dua penyelenggara, yaitu KIP Aceh Tengah dan Bener Meriah kala itu,” ujar Ketua Tim Pemenangan Adam Mukhlis di Pileg 2014, Budiman seperti diberitakan portalsatu.com.

Meski belum diketahui apa alasan kuat pergantian Adam Mukhlis dari kursi DPRA, namun usulan PAW terus berlanjut. Sekeretaris DPRA, A Hamid Zein kepada Pikiran Merdeka mengatakan proses usulan PAW terhadap anggota DPRA Adam Mukhlis masih berada dalam tahap verifikasi di KIP Aceh.

“Partai Aceh mengusulkan yang bersangkutan (Adam Mukhlis) untuk di-resuffle. Seingat saya kini tengah dalam tahap pengkajian oleh KIP,” ujarnya, Kamis (13/7).

Anggota DPR Aceh, Adam Muhklis Arifin. Foto: Istimewa

 

TAK TERIMA

Tak terima di-PAW, Adam Mukhlis mulai melancarkan gugatan ke tiga lembaga: Gubernur, DPRA dan KIP Aceh. Darwis SH dan T Rachmad Kurniawan selaku kuasa hukum Mukhlis mendaftarkan berkas gugatan itu ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, pekan lalu dengan nomor 38/Pdt.G/2017/PN Bna, tanggal 11 Juli 2017.

“Selama ini tak ada pemberitahuan apapun kepada Adam Mukhlis soal PAW, sementara proses terus dilakukan, maka kami menggugatnya,” kata Darwis saat dihubungi Pikiran Merdeka, Jumat (15/7).

Dari gugatan tersebut, tidak ada satu pun yang ditujukan pada PA sebagai pihak yang mengajukan usulan PAW terhadap Adam Mukhlis. “Kami menggugat KIP, DPRA, dan Gubernur karena pihaknya lah yang mengeksekusi keputusan Menteri Dalam Negeri. Sedangkan partai adalah pemohon,” tambah dia.

Karena prosesnya masih berada di tingkat gubernur, ia meminta supaya permohonan PAW itu tidak diteruskan sampai proses hukum selesai. Lagipula Darwis mengakui, keberatan terhadap partai pengusung layaknya disampaikan secara personal ke mahkamah partai. Sementara PA tidak memiliki mahkamah partai.

“Untuk partai, kalau mau dipersoalkan sebenarnya ya bisanya ke mahkamah partai. Sekarang ada problem karena PA tidak memiliki perangkat semacam ini. Segala sesuatu yang menyangkut dengan partai politik itu dibahas di sana. Undang-undang telah menyatakan demikian,” ungkap Darwis.

Terkait kemungkinan ada lembaga sejenis mahkamah di PA, Darwis mengaku lembaga tersebut memang tidak ada. “Harus mahkamah partai, dan PA tidak memiliki itu, pihak kami kesulitan untuk mengajukan keberatan, maka kami lanjut saja ke pengadilan,” tukas Darwis.

Berdasarkan pasal 32 ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang partai politik, secara eksplisit telah disebutkan bahwa  putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Namun, di pasal 33 ayat (1) menyatakan adanya peluang kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa internal partai ke Pangadilan Negeri. Langkah ini yang diambil Adam Mukhlis Arifin.

Terkait kesepakatan di internal partai, hingga saat ini Pikiran Merdeka sama sekali belum menerima keterangan dari DPA Partai Aceh. Juru bicara PA, Suaidi Sulaiman alias Adi Laweung saat dikonfirmasi juga enggan memberi tahu musabab pergantian Adam Mukhlis di DPRA.

“Saya sejauh ini belum bisa memberikan keterangan apapun. Saya harus berkordinasi dulu, menghadap pimpinan partai. Sampai sekarang, itu saja yang dapat saya katakan. Nanti akan diinformasikan kembali jika sudah ada kejelasan, terimakasih,” jawabnya singkat melalui saluran telepon, Jumat lalu.

Tidak jelas apakah proses usulan PAW Adam Mukhlis telah dibahas dalam rapat internal DPA PA, atau masih sebatas permintaan dari DPW KPA/PA Bener Meriah. Wakil Ketua DPA Partai Aceh, Abu Razak kepada Pikiran Merdeka mengaku tidak tahu menahu alasan pergantian Adam Mukhlis. Dirinya tidak pernah dilibatkan dalam rapat yang membahas usulan PAW terhadap anggotanya, Adam Mukhlis Arifin di DPRA.

“Seharusnya ada rapat untuk membahas hal itu, tapi saya juga tidak tahu, sejauh ini saya belum  dilibatkan. Silahkan langsung tanyakan kepada ketua umum,” kata Abu Razak.

Berita gugatan Adam Mukhlis ke pengadilan akhirnya juga sampai ke telinga Sekretaris Dewan, A Hamid Zein. Meski begitu, belum ada sanggahan tertulis yang diajukan kepada DPRA. “Terus terang saya juga baru membacanya dari pemberitaan media. Sementara keterangan secara tertulis mengenai keberatan itu, belum saya terima. Sanggahan itu belum sampai kepada kami,” aku Hamid Zein.

Ia berpendapat, semestinya sanggahan tidak ditujukan ke DPRA, tapi ke partai pengusung. DPRA juga belum mengeluarkan surat untuk dikirimkan ke Mendagri melalui gubernur.

“Baru kita minta verifikasi ke KIP. Kalau memang yang bersangkutan keberatan dengan PAW tersebut, tentu yang dilakukan itu adalah pembicaraan secara politik dengan internal partainya, termasuk ketua Fraksinya, bukan justru menggugat DPRA, karena pun belum ada keputusan yang dikeluarkan,” jelasnya.

Selama sanggahan itu belum diterima DPRA, sebut Hamid, proses tersebut akan terus dilanjutkan. Keterangan ini disayangkan oleh kuasa hukum Adam Mukhlis, Darwis SH. Secara etika, sebut Darwis, setiap masalah yang telah diajukan ke pengadilan, seharusnya jangan didahului oleh keputusan lain.

“Itu etikanya. Karena ini kan sudah diperkarakan, ya tunggu dulu. Apakah kelanjutan klarifikasi yang diminta DPRA ke KIP dan proses yang telah berjalan ini sah atau tidak, ini kan harus tunggu putusan pengadilan dulu. Uji dulu. Kita tunggu tanggal 25 mendatang, baru mengambil langkah,” terang Darwis.

Lebih jauh, bila PAW itu tetap diproses, pihak kuasa hukum akan menyurati Menteri Dalam Negeri. “Kita laporkan, sedang ada kasus jadi jangan diputuskan dulu. Ini kan keputusannya di tangan Menteri, bukan DPRA juga gubernur. Mendagri akan melihat, apakah pergantian ini memenuhi syarat atau tidak,” pungkasnya.

KETENTUAN PAW

Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2014 Tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) pasal 405 ayat 1 menyebutkan ada tiga poin yang dapat mengakibatkan anggota DPRD Kabupaten/kota berhenti antar waktu. Pertama, karena meninggal dunia, kedua, karena permohonan pengunduran diri anggota DPRD sendiri, dan ketiga karena diberhentikan.

Pada ayat 2 lebih lanjut dijelaskan bahwa pemberhentian yang dimaksud pada ayat pertama berdasarkan beberapa syarat. Antara lain, anggota dewan yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota DPRD kabupaten/kota selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun. Selain itu, melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPRD kabupaten/kota. Kemudian PAW juga bisa dilakukan karena anggota dewan tersebut telah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum.

Alasan lainnya, PAW diajukan lantaran anggota DPRD tersebut  tidak menghadiri rapat paripurna atau  rapat alat kelengkapan DPRD kabupaten/kota yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, atau PAW tersebut memang diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PAW juga bisa diusulkan jika ada anggota dewan yang diberhentikan sebagai anggota partai politik, maupun menjadi anggota partai politik lain.

Namun, Darwis selaku kuasa hukum Adam Mukhlis tidak mendapati pelanggaran apapun yang dilakukan kliennya terhadap partai. Mengenai adanya perjanjian pergantian sebagaimana yang disebutkan Ketua DPW PA Bener Meriah Sarbinari, ia mengaku tak tahu persis. Jikapun ada, ia meragukan apakah pergantian dengan alasan perjanjian itu bisa berlaku mengikat atau tidak.

“Ini kalau tak ada angin tak ada hujan, anggota DPRA diganti, dampaknya bisa sangat besar. Masyarakat yang telah memilih juga akan ragu ke depan. Tentu tidak serta merta jika tak sesuai dengan kemauan partai langsung digeser. Ada syarat-syarat nya,” kata Darwis. Pihaknya juga sampai sekarang belum mengetahui alasan pasti mengapa Adam Mukhlis di-PAW.[]

http://www.pikiranmerdeka.co/2017/07/21/janji-mualem-dan-goyahnya-utusan-partai/

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait