Tidak semua anggota DPRA sepakat dengan proyek Landscape Masjid Raya Baiturrahman, terutama dengan pemasangan payung yang menguras biaya terlalu besar.
Menyikapi kritikan masyarakat terhadap payung Masjid Raya Baiturrahman beberapa hari lalu, anggota Komisi IV DPR Aceh Samsul Bahri ikut memberi tanggapan. Sejak awal, ia mengaku kurang sepakat dengan proyek Landscape Masjid Raya Baiturrahman.
Menurutnya, biaya yang dibutuhkan sangat mahal, hingga mencapai ratusan miliar rupiah. “Dengan terkurasnya APBA hanya untuk satu proyek, maka perlu dipertanyakan apakah fungsinya menjawab kebutuhan masyarakat secara keseluruhan,” ujarnya kepada Pikiran Merdeka, Rabu pekan lalu.
“Saya justru lebih sepakat kalu ruang terbuka hijau yang diperbanyak, buat taman yang lebih luas untuk Masjid Raya,” tambahnya.
Dia menilai, pekerjaan landscape juga telah menghilangkan kekhasan masjid yang selama ini menjadi kebanggan masyarakat Aceh. “Ada ciri khas yang tak lagi bisa dilihat dari masjid tersebut, karena ditutupi oleh payung itu,” katanya.
Karena itu, Samsul merasa proyek tersebut termasuk kategori mubazir. Ditegaskannya, meski DPRA menyetujui usulan pengembangan Masjid Raya, namun ia secara pribadi tidak sependapat. “Usulan itu datang di Komisi IV, saya di situ, tapi hingga kini saya tidak ikut menandatangani persetujuannya,” tegas politisi PNA yang akrab disapa Tiyong ini.
Ia beralasan, saat ini masih ada sejumlah masjid di kabupaten/kota yang pembangunannya terbengkalai lantaran keterbatasan biaya. Seharusnya, lanjut Tiyong, anggaran pemerintah dialokasikan untuk pembangunan masjid secara merata di seluruh Aceh. “Ini demi efesiensi anggaran APBA. Masyarakat Aceh tersebar, jadi pembangunan hendaknya jangan terpusat pada satu lokasi saja,” tambahnya.
Selain itu, lanjut Tiyong, operasional payung kini tentu menguras daya listrik yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Hal ini ironis mengingat pemenuhan listrik di Aceh yang masih tersendat-sendat. Ketidakstabilan arus kerap menjadi kendala. “Ini tantangan serius pemerintah, kita lihat nanti apakah operasionalnya dapat berjalan lancar atau tidak,” katanya.
Pertengahan bulan lalu, Komisi IV DPRA sempat mengadakan inspeksi mendadak ke Masjid Raya Baiturrahman. Pihaknya menerima informasi bahwa beberapa item pembangunan dikerjakan tidak sesuai dengan perencanaan. Dari pemeriksaan tersebut didapati banyak sekali pekerjaan yang belum diselesaikan oleh rekanan PT Waskita Karya meski proyek tersebut sudah diresmikan sepekan sebelumnya.
Banyaknya pekerjaan yang belum selesai serta kualitas hasil yang masih diragukan, Tiyong menganjurkan perlu dilakukan audit terhadap proyek yang selama dua tahun terakhir ini berlangsung di Masjid Baiturrahman.
“Apalagi jika kita rincikan satuan harga payung, biaya pembangunan payung di MRB jauh lebih besar sekian kali lipat dibandingkan payung Masjid Jateng pada 2007. Untuk memastikannya, pihak berwenang perlu melakukan audit,” harapnya. Ia juga sangat menyayangkan kondisi payung di Masjid Jateng yang kini tak lagi berfungsi akibat membengkaknya biaya perbaikan.
Saat ini, kata Tiyong, anggota DPRA dari Dapil Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang telah membentuk Pansus untuk mengkaji seluruh paket pembangunan di tahun 2016. “Tentunya pekerjaan payung MRB termasuk di dalamnya. Nanti kita lihat hasil dari Pansus tersebut,” tandasnya.[]
Belum ada komentar