Tantangan menunggu sang captain. Ia dituntut mampu membawa PNA ‘terbang tinggi’ di Pileg 2019.
Tepat di hari buruh atau dikenal dengan May Day, Partai Nasional Aceh (PNA) menggelar kongres pertama. Bertempat di gedung Amel Convention Centre, ratusan pengurus dan simpatisan PNA berkumpul sejak pagi. Hampir setiap sudut didominasi warna orange.
Sebagai partai pengusung pemenang Pilkada Aceh 2017, kongres ini mendapat sambutan luar biasa. Hampir sepanjang satu kilometer berjejer papan bunga di sisi median Jalan Prof Ali Hasyimi, Banda Aceh. Ucapan datang dari berbagai kalangan. Mulai dari kader, kepala dinas hingga para pengusaha. Mobil yang diparkir di badan jalan membuat macet arus lalu lintas menuju Simpang BPKP atau sebaliknya. Polresta Banda Aceh menerjunkan 120 personilnya untuk mengawal kelancaran acara.
“Tenaga pengamanan yang diturunkan terdiri dari 80 personel Polresta dan 40 personel Brimob. Kami rasa jumlah ini tercukupi bila kongres berjalan tertib dan aman,” ujar Kapolresta Kombes T Saladin SH melalui Kabag Ops Kompol Jatmiko.
Pemandangan ini kontras dengan Rakor PNA yang digelar pada 27 Oktober 2015 di Gedung BKOW Banda Aceh. Kala itu, pengurus dan kader yang datang hanya berjumlah seratusan orang. Disebut-sebut, saat itu sedang terjadi perpecahan di tubuh PNA. Sofyan Dawood yang juga sebagai pendiri PNA juga tidak menghadiri rapat kerja tersebut.
Sementara kali ini, Kongres I PNA yang dimulai sejak pukul 09.00 WIB ikut dihadiri Gubernur Aceh Zaini Abdullah. Doto Zaini, begitu ia arab disapa, adalah rival Irwandi dalam Pilkada lalu. Disambut oleh Irwandi, mantan tuha peut Partai Aceh ini selanjutnya secara resmi membuka acara kongres.
Dalam sambutannya, Abu Doto mengajak partai politik untuk bersinergi dalam membangun Aceh ke depan. “Saatnya kita tinggalkan perselisihan selama pesta demokrasi. Segala yang telah kita raih jangan hancur karena perbedaan pilihan politik,” kata gubernur.
Selain kehadiran Abu Doto, sejumlah petinggi Parpol ikut menghadiri Kongres PNA kali ini. Di antaranya Ketua Golkar Aceh TM Nurlif, Ketua PAN Aceh Anwar Ahmad, Ketua PDI-P Aceh Karimun Usman, Ketua PKS Aceh Ghufran Zainal Abidin, Ketua DPW NasDem Aceh Zaini Djalil, Ketua Perindo Aceh Hamdani Hamid, serta beberapa perwakilan pengurus partai lainnya.
Sementara itu, Ketua Partai Demokrat Aceh Nova Iriansyah yang juga Wakil Gubernur Aceh 2017-2022 tak terlihat hadir. Ia diwakili oleh Dalimi, Wakil Ketua DPRA dari Partai Demokrat. Sejumlah tokoh seperti mantan Pangdam IM Soenarko dan mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh juga hadir. Namun, Ketua Umum Partai Aceh maupun utusannya tak terlihat di lokasi tersebut.
Seusai membuka kongres, Abu kembali dipanggil Irwansyah ke atas panggung utama. Zaini dipakaikan jaket kebesaran PNA. Senyum Zaini disambut tepuk tangan hadirin. Jaket itu sendiri terus digunakan Zaini hingga acara selesai dan meninggalkan lokasi kongres. Kepada wartawan Zaini tak banyak berkomentar saat ditanyakan kepastian dirinya masuk PNA. “Saya hanya simpatisan saja,” ujar Zaini. “Kita lihat saja nanti bagaimana baiknya.”
Irwandi sendiri turut senang dengan kesediaan mantan Menteri Kesehatan GAM tersebut mengenakan jas PNA. Ia mempersilakan Zaini memutuskan apakah menerima tawaran masuk PNA atau tidak? “Dengan Abu sudah mau memakai jaket PNA ini, bagi saya sudah cukup senang,” sebut Irwandi.
Kongres ini sendiri diagendakan berlangsung selama dua hari. Usai salat zuhur, agenda pemilihan ketua umum dimulai. Sesuai tatib, satu persatu utusan dari tiap kabupaten/kota dipersilakan menyampaikan nama calon Ketum yang mereka dukung. Hampir seluruh utusan pengurus kabupaten/kota menyebut satu nama, Irwandi Yusuf. Irwansyah, Ketua PNA 2012-2017 tak ada yang mengusulkan. Hanya Aceh Utara yang mengusulkan Darwati A Gani. Namun, istri Irwandi itu kemudian menyatakan tidak bersedia. Irwandi akhirnya terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PNA yang baru.
Sementara Irwansyah kini didapuk sebagai Ketua Majelis Pertimbangan Partai. Posisi ini sebelumnya dijabat Irwandi. Sedangkan posisi sekretaris jendral dan fungsionaris lainnya tak langsung dipilih dalam forum. Forum bersepakat nantinya akan dipilih melalui tim formatur kongres.
Dalam konferensi pers usai terpilih secara aklamasi, mantan juru propaganda GAM ini menyatakan PNA akan menjadi partai yang terbuka. Untuk itu, PNA berkomitmen menerima calon legislatif dari berbagai latar belakang pada Pemilu 2019. Hal ini dinilai penting dilakukan agar PNA ke depan diisi oleh orang-orang yang memiliki intelektualitas mumpuni.
“Ke depan PNA menjadi partai terbuka. Tidak dikhususkan pada mantan kombatan GAM saja. Siapapun boleh mendaftar, boleh menjadi Caleg. Dari etnis Cina sampai Aceh,” ujar Irwandi.
Ia juga menyinggung target yang akan dicapai pada Pileg 2019. Ketum PNA terpilih ini hanya ingin partainya melewati ambang batas parlemen (parliamentary threshold). “PNA (perolehan) kursinya jangan terlalu mendominasi (DPRA). Saya berharap semua partai yang ikut dalam Pemilu 2019 bisa melewati ambang batas parlemen (parliamentary threshold),” sebut Irwandi.
BERGANTI KULIT
Menyongsong Pileg 2019, PNA segera berganti nama dan lambang. Hal itu dikarenakan pada Pileg 2014 PNA tak mencapai parliamentary threshold (PT). “Kami akan duduk dengan tim membahas adminitrasi dan perubahan nama partai untuk didaftarkan ke Kemenkumham,” papar Irwandi.
Ia menuturkan, pihaknya hanya akan mengubah kepanjangan dari PNA. Dalam kongres sendiri sempat muncul beberapa usulan nama, seperti Partai Negeri Aceh, Partai Negeriku Aceh, dan Partai Nanggroe Aceh. Akhirnya, Partai Nanggroe Aceh yang disepakati oleh forum.
Sekum demisioner, Miswar Fuady menjelaskan, nama Partai Nanggroe Aceh beserta lambang baru sudah dikonsultasikan ke pihak Kakanwil Kemenkumham Provinsi Aceh. Dalam penjelasan, nama dan lambang baru tak ada persoalan. Namun, hingga kini PNA belum mendaftarkan ke Kemenkumham karena struktur partai belum sepenuhnya rampung.
“Pada dasarnya, dari konsultasi kita dengan Kakanwil Kemenkumham, nama dan lambang partai sudah beres. Setelah tim formatur selesai menyusun susunan partai yang baru, maka kita akan mendaftarkan secara resmi ke Kemenkumham,” terang Mirza, Sabtu pekan lalu.
Begitupun, terkait target maupun keikutsertaan PNA di Pileg 2019 masih belum bisa menjawab dengan pasti. Miswar hanya menceritakan hasil konsultasi mereka dengan pihak KPU Pusat, di mana PNA yang sudah berbadan hukum hanya diperlukan pergantian nama, lambang dan struktur pengurus yang baru.
“Itu semua akan kita jelaskan pada saat pendaftaran ke Kemenkumham. Menyangkut target ke depan saya tak bisa mendahului Ketum. Semua akan dibahas melalui Raker pada bulan depan,” jawab Miswar di ujung telepon.
Pengamat politik Aryos Nivada menuturkan, PNA secara ketentuan administrasi tinggal melakukan penyesuaian berdasarkan UU atau peraturan yang mengaturnya untuk menyiapkan diri ikut Pileg 2019. Dipastikannya, secara logika tidak mungkin PNA tidak ikut dalam Pileg 2019.
“Sekali lagi urusan hukum pastinya tidak mematikan langkah PNA. Posisi kepartaian PNA sama persis dengan partai lokal lainnya, seperti PDA,” tegas dia.
Dalam analisa Direktur Jaringan Survey Inisiatif (JSI) ini, peluang PNA pada Pileg 2019 terbuka lebar. Ini disebabkan dari sisi kekuatan politik sangat menguntungkan PNA, karena calon yang diusungnya menjadi pemenang Pilkada 2017.
Aryos bahkan memprediksikan PNA setidaknya akan mendapatkan penambahan kursi signifikan pada Pileg 2019. “Minimal satu fraksi dapat diraih PNA di DPRA. Tetapi, jika PNA melupakan konsistuen, mereka bisa dipastikan akan ditinggalkan seperti partai lainnya,” sebutnya.
Dengan sosok Irwandi Yusuf yang menjadi magnet kuat, kata Aryos, tentu dapat meningkatkan elektabilitas PNA. “Sampai detik ini tubuh PNA belum ada sosok yang memiliki ketokohan menandingi Irwandi Yusuf,” beber Aryos.
Peneliti JSI ini mengatakan, ada tiga alasan mengapa Irwandi bersedia ‘turun gunung’ menjadi Ketum PNA. Pertama, Irwandi sebagai magnet untuk menarik massa/konsistuen agar elektabilitas partai meningkat. “Nilai jualan ketokohan Irwandi Yusuf masih sangat kuat mempengaruhi arah politik pemilih di Aceh.”
Alasan kedua, posisi Irwandi sebagai gubernur memudahkan dirinya membesarkan partai. Ketiga, Irwandi sebagai gubernur terpilih memerlukan posisi sebagai Ketum PNA sehingga memudahkan komunikasinya dengan lintas partai. “Dengan statusnya sebagai ketua partai, tentu dapat memudahkan Irwandi mengajak partai lain mendukung visi dan misi beserta program-programnya ke depan,” tandas Aryos.[]Arief Maulana
Belum ada komentar