Ramai-ramai Menggugat

Pasangan Cagub Mualem - TA Khalid mendaftar di KIP Aceh (Photo Pikiran Merdeka/Oviyandi Emnur)
Pasangan Cagub Mualem - TA Khalid mendaftar di KIP Aceh (Photo Pikiran Merdeka/Oviyandi Emnur)

Tidak saja kubu Muzakir Manaf-TA Khalid, gugatan serupa juga dilayangkan kandidat sembilan pasangan kandidat lain di Aceh.

Paslon peserta Pilkada di Aceh melaporkan penyelengagra Pemilu ke Mahkamah Konstitusi. Umumnya, Paslon bupati/walikota yang memperoleh suara posisi kedua tak mengakui kemenangan rivalnya.

Dari 20 daerah yang melaksanakan Pilkada di Aceh, Paslon dari sembilan daerah plus satu kandidat gubernur/wakil gubernur mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka mengajukan gugatan terhadap perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHPKada). Daerah tersebut yakni Aceh Timur, Nagan Raya, Aceh Utara, Gayo Lues, Pidie, Bireuen, Aceh Singkil, Langsa, dan Abdya.

Tentu saja yang paling menyita perhatian publik adalah hasil Pilkada Aceh yang memenangkan Irwandi-Nova. Tidak terima hasil tersebut, pasangan Muzakir Manaf-TA Khalid mendaftarkan gugatan ke MK. Padahal, sepekan sebelumnya, Irwandi dan Mualem—begitu ia akrab disapa, telah melakukan pertemuan empat mata dan menyatakan bakal menerima hasil putusan KIP.

Sementara itu, saat jumpa pers di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (27/2), Ketua MK Arief Hidayat menjelaskan proses sengketa gugatan Pilkada di MK. Dia mengatakan sidang sengketa Pilkada kemungkinan akan berakhir pada 19 Mei.

“Dalam putusan ini (putusan dismisal), perkara-perkara yang terbukti tidak memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan akan diputus. Dengan demikian, akan dapat diketahui perkara-perkara yang akan masuk ke tahap pemeriksaan persidangan selanjutnya,” ujar Arief Hidayat seperti dilansir detik.com

Kemudian, sidang untuk perkara yang sesuai persyaratan akan digelar pada 6 April sampai 2 Mei 2017. Rapat permusyarakatan hakim akan digelar pada 3-9 Mei yang dilanjutkan dengan pembacaan putusan pada 10-19 Mei 2017.

“Artinya, seluruh perkara perselisihan hasil Pilkada Serentak akan dituntaskan pada 19 Mei 2017 sesuai dengan perkembangan perkara yang masuk. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan bahwa MK menyelesaikan perkara perselisihan hasil Pilkada Serentak paling lama 45 hari kerja sejak perkara diregistrasi,” tutup Arief.

Namun, banyak pihak menilai Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada menjadi batu sandungan terhadap gugatan perselisihan PHPKada. Sebab, pasal itu mengatur mengenai syarat gugatan, yakni selisih suara maksimal 1 hingga 2 persen, tergantung jumlah pemlih di suatu daerah.

Dengan pemilih 3.434.722 di Pilkada 2017, sengketa Pilkada Aceh hanya akan diselesaikan jika selisih suara tak lebih dari 1,5 persen.

Baca : Keputusan Gegabah Setelah Pertemuan Irwandi-Mualem

Beberapa pihak mengira, jika selisih suara maksimal 1,5 persen itu adalah selisih persentase suara pasangan calon dengan pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak dalam rekapitulasi penghitungan suara. Misalnya, pasangan calon A mendapat 54 persen suara dan pasangan calon B memperoleh 46 persen suara. Maka selisih suaranya adalah 8 persen, sehingga tidak bisa mengajukan permohonan PHPKada ke MK.

Ternyata dalam Peraturan MK (PMK) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dan Perselisihan Hasil Pilkada, terutama dalam Pasal 6 ayat (3), sudah disusun formulasi penghitungan untuk syarat pengajuan PHPKada ke Mahkamah Konstitusi.

Formulasi penghitungan itu disusun sebagai tafsir dari norma yang tercantum dalam Pasal 158 UU Pilkada terkait syarat selisih suara maksimal. Sederhananya, formulasi penghitungan dalam Pasal 6 ayat (3) PMK 5/2015 itu misalnya dalam Pilkada Aceh, yang berdasarkan jumlah penduduknya ditetapkan selisih suaranya paling banyak 1,5 persen. Maka penghitungannya adalah 1,5 persen dikali dengan jumlah perolehan suara terbanyak dari pasangan calon. Kemudian hasilnya nanti dibandingkan dari selisih perolehan suara masing-masing pasangan calon.

Jika menilik hasil Pilkada Aceh, Paslon Irwandi–Nova memperoleh 898.710 suara dan pasangan Mualem-TA Khalid 766.427 suara. Maka 1,5 persen dikali 898.710 (perolehan suara  Irwandi-Nova) adalah 13.480 suara.

Angka ini misalnya disebut sebagai nilai koefisien 1. Kemudian, dihitunglah selisih perolehan suara Irwandi-Nova (898.710) dengan  Mualem–Khalid (766.427), yakni sebesar 132.283. Angka ini misalnya disebut sebagai nilai koefisien 2.

Untuk mengajukan perkara PHPKada ke MK sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 158 UU Pilkada, maka selisih angka nilai koefisien 2 tidak boleh lebih besar dari nilai koefisien 1. Artinya, dalam hal Pilkada Aceh selisih suara Irwandi dengan Mualem tidak boleh lebih dari 1,5 persen selisih kemenangan antara Irwandi dan Mualem, atau sebesar 13.480 suara agar bisa mencukupi syarat untuk ditangani oleh MK.

Atas dasar ini, karena nilai koefisien 2 di atas nilai koefisien 1, maka pasangan Mualem-TA dinilai tidak memenuhi syarat untuk mengajukan perkara PHPKada ke MK.

Meski begitu, pengamat hukum M Jafar mengatakan laporan kubu Muzakir Manaf-TA Khalid ke MK sudah tepat.  Terkait aturan dalam UUPA (UU Nomor 11 Tahun 2006) pasal 74 yang menyebutkan bahwa sengketa Pilkada Aceh bisa digugat ke Mahkamah Agung (MA), diakui Jafar, hal itu merupakan produk hukum yang telah dianulir dan tak berlaku lagi.

Jafar yang pernah menjabat sebagai Ketua KIP Aceh menuturkan, secara nasional, pemerintah telah mengevaluasi kewenangan penyelesaian sengketa Pilkada. Akhirnya, sengketa Pemilu dikembalikan sepenuhnya ke MK dikarenakan berbagai catatan dari persoalan Pemilu yang ditangani MA berbuntut kecurangan.

Baca : Gugatan Pemuas Penonton

“Seingat saya, sejak 2007 kasus sengketa Pemilu sudah ditangani MK. Saya lupa kasus apa, tapi saat itu kami (KIP Aceh) pernah mengajukan eksepsi dan keberatan kasus itu ditangani MK, karena sesuai UUPA, sengeketa Pilkada ditangani MA. Setelah MA mengeluarkan pernyataan bahwa MA tak punya wewenang untuk memproses sengketa Pilkada maka semua dilimpahkan ke MK,” terang M Jafar, Sabtu lalu.

“Contohnya kan Pilkada 2012, Irwandi menggugat ke MK, bukan lagi ke MA. Ini dikarenakan MA pasti akan menolak dan mengarahkan ke MK,” sambungnya lagi.

Namun, lanjut dia, jika merujuk UU No.10/2016, peluang perkara tersebut ditindaklanjuti MK terbilang kecil. Ia menjelaskan, meski terganjal aturan selisih suara yang tidak mencukupi syarat, laporan kubu Muzakir Manaf-TA Khalid sudah pasti diterima oleh MK. Hanya saja, setelah persidangan pertama, dengan melihat ketentuan dan bukti yang ada, maka MK baru akan memutuskan menerima atau tidak perkara yang mereka ajukan.

“Pada tahap awal MK menerima laporan tersebut, nantinya akan diputuskan dalam sidang apakah memenuhi syarat atau tidak? Jadi tidak ditolak secara otomatis,” terang dosen Fakultas Hukum Unsyiah ini.

Selain itu, Paslon yang kalah memang diberikan ruang untuk mengajukan gugatan ke MK. “Secara materil memang tidak memenuhi syarat, tapi bisa saja kan MK berkeputusan lain. Jadi kita tak bisa berandai-anda, kita tunggu saja apa hasilnya,” pungkas Jafar.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

IMG 5612
Tu Sop usai melakukan tes baca Al-quran di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, pada Rabu 4 September 2024. Foto: PM/Oviyandi Emnur

Innalillahi, Tu Sop Meninggal Dunia