Akhir Liku Kasus Pajak Bireuen

Barang Bukti Kasus Pajak Bireuen
Barang Bukti Kasus Pajak Bireuen. (Foto IST)

Proses panjang dan berliku kasus pajak Bireuen berakhir sudah. Mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemkab Bireuen Muslem Syamaun divonis 15 tahun penjara, membayar denda Rp500 juta dan mengganti kerugian negara Rp27,6 miliar.

Ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh, Rabu (18-01-2017) siang, ramai dikunjungi wartawan. Mantan Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemkab Bireuen Muslem Syamaun yang duduk di kursi pesakitan terlihat tenang ketika majelis hakim membacakan amar putusannya.

\Namun, ketenangan itu seketika berubah menjadi desahan panjang saat palu majelis hakim diketukkan. “Terdakwa Muslem Syamaun terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi,” sebut Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Banda Aceh yang diketuai Badrun Zaini, didampingi Faisal Mahdi dan Mardefni.

Menurut majelis hakim, Muslem terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. “Atas tidakan tersebut, Muslem Syamaun dijatuhi vonis 15 tahun penjara,” tegasnya.

Tidak hanya Muslem, hampir semua pengunjung sempat kaget dengan putusan itu. Pasalnya, vonis tersebut hampir dua kali lipat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Muhammad Razi, Muslem Syamaun hanya dituntut delapan tahun enam bulan penjara.

Selain dipenjara selama 15 tahun, Muslem juga diharuskan membayar denda Rp500 juta. “Jika terdakwa tidak membayar denda, maka diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun,” sebut majelis hakim.

Selanjutnya terdakwa diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara Rp27,6 miliar setelah dikurangi uang yang dikembalikan terdakwa Rp4,2 miliar. Jika tak sanggup dibayarkan, majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum menyita harta bendanya.

“Jika terdakwa tidak memiliki harta benda untuk membayar kerugian negara, maka terdakwa wajib menggantikannya dengan hukuman penjara selama lima tahun lagi,” tambah majelis hakim.
Menanggapi putusan majelis hakim tersebut, Muslem Syamaun dan penasihat hukumnya, Yahya Alinsa serta JPU Muhammad Razi menyatakan masih pikir-pikir.

Vonis tersebut mendera Muslem Syamaun terkait kasus tunggakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Rp15 miliar tahun 2007 dan 2008 sesuai temuan BPK. Menurut perhitungan dan pemeriksaan oleh tim Kanwil DJP Aceh dan telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dengan total kerugian kasus ini mencapai Rp51,3 miliar, yaitu Rp27,5 miliar untuk 2007 dan Rp23,8 miliar untuk 2008. Perhitungan itu termasuk denda dan bunga (belum termasuk 2009). Sementara hasil audit BPKP menyebutkan kerugian negara sekira Rp28 miliar.

Selama ini Muslem Syamaun ditahan di sel Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Banda Aceh, kawasan Kajhu, Aceh Besar. Dia menjadi tahanan titipan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh sejak 24 Agustus 2016.

Baca: Kasus Pajak Bireuen, Muslem Ditahan, Siapa Menyusul?

Penahanan Muslem dilakukan setelah Kejati Aceh menerima pelimpahan berkas tahap II kasus korupsi pajak Bireuen dari penyidik Polda Aceh. Saat pelimpahan di Kantor Kejati Aceh, 24 Agustus 2016, Muslem didampingi tim pengacara dari Kantor Advokat Yahya Alisha SH MH dkk.

Jauh sebelumnya, pada 8 Januari 2011, mantan BUD Pemkab Bireuen itu pernah ditahan di Polda Aceh. Setelah 19 hari mendekam di sel polisi, tepatnya 25 Januari 2011, penahanan Muslem ditangguhkan atas jaminan keluarganya.

Selanjutnya, pada 28 Februari 2011, Polda Aceh melimpahkan Berkas Acara Pemeriksaan tahap pertama kasus itu ke Kejati. Namun, Tim Pidsus Kejati Aceh menyatakan tidak lengkap dan mengembalikan berkasnya ke Polda. Sejak itu, kasus tersebut tidak jelas penuntasannya.

Sempat terendus media, polisi dan jaksa berbeda persepsi dalam menentukan delik hukum untuk kasus pajak Bireuen. Dalam BAP tahap pertama, polisi menjerat Muslem dalam dua delik. Pertama, tersangka dijerat pasal 2, 3 dan 8 Undang-Undang (UU) No.31/1999 yang ubah dengan UU No.20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55, 56 KUHP Jo Pasal 64 KUHPidana. Kedua, tersangka dijerat Undang-Undang No.25/2003 tentang pencucian uang.

Sementara menurut Tim Kejati kala itu, delik tindak pidana korupsi tidak ditemukan pada kasus yang menyeret Muslim Syamun. Jaksa berprinsip, kasus pajak Bireuen adalah tindak pidana pencucian uang. Makanya berkas Muslim dikembalikan lagi ke Polda dengan menyatakan belum lengkap yang didahului surat petunjuk (P-18).

Bahkan, kala itu pihak Kejati menilai polisi tidak berhak mengusut kasus itu. Alasannya, meski kasus itu masuk delik pencucian uang, tetapi berhubung uang yang dicuci itu hasil pungutan pajak, maka sesuai UU Pajak yang memiliki kewenangan menyelidikinya adalah Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Hal itu didasarkan pada Pasal 44 ayat (1) UU No.8 Tahun 1981 tentang HAP. UU tersebut menyatakan penyidikan tindak pidana perpajakan hanya dapat dilakukan oleh PPNS di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.

Sekian tahun berlalu, kini lika-liku kasus pajak Bireuen ini berakhir sudah di Pengadilan Tipikor. Muslem harus menanggung akibatnya seorang diri. Padahal, sejumlah pihak ikut menikmati aliran dana itu dengan cara meminjam pada Muslem.

“Sebagian peminjam sudah mengembalikan, namun masih ada yang tidak mengembalikannya hingga sekarang,” sebut Muslem kepada Pikiran Merdeka, sesaat menjelang sidang putusan.
Munurutnya, nama-nama yang belum mengembalikan dana itu sudah diserahkan ke pinyidik. “Tapi sepertinya tidak ada niat dari penyidik untuk memproses mereka (peminjam),” katanya. Sayangnya, Muslem tidak merincikan nama-nama yang belum mengembalikan pinjaman itu kepadanya.

Baca: Kasus Pajak Bireuen Rp28 M Beralih ke Utang Piutang?

Namun, dalam proses pengusutan tahap pertama di Polda Aceh, sempat disebut-sebut ada 24 nama sebagai peminjam uang tersebut. Bahkan, 14 nama di antaranya pernah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Polda Aceh karena tidak mengembalikan uang itu dan dua kali tidak memenuhi panggilan polisi.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Rapor Merah Pemerintah Aceh
Nova Iriansyah. Foto: PM/Oviyandi Emnur

Rapor Merah Pemerintah Aceh

Jeumpa Juara Umum O2SN Tingkat SMP
Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Bireuen, Drs Nasrul Yuliansyah menyerahkan piala untuk UPTD Jeumpa sebagai juara umum O2SN tingkat SMP. (pikiranmerdeka.com | Joniful Bahri)

Jeumpa Juara Umum O2SN Tingkat SMP