[dropcap]Y[/dropcap]asmin Shabri menempuh cara unik menolak kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM. Mendorong sepeda motor sejauh 6 kilo meter di Banda Aceh. Dari Simpang Tiga Lamteumen ke Simpang Lima Kota.
Ia membawa perkakas dapur. Mengenakan panci, bukan peci atau helm. Memangkul wajan kecil, bukan senjata, tas, atau toa. Menyematkan sendok penggoreng di saku daster celemeknya, bukan notes atau pena.
Di muka sepmor, Yasmin tempelkan karton bertuliskan “Harga BBM naik harga diri pemerintah turun”. Paling menarik, ia menyebarkan seuntai puisi karyanya, puisi kekecewaannya pada pemerintah. Judulnya “Sepercik Marah”. Ditulis di selembar kertas merah jambu.
Mungkin aku cuma sebutir debu di antara 250 juta rakyat. Tapi aku berjanji selama mesin-mesin penyedot minyak asing masih mendikte tandatangan dan setempel pemerintah. Aku akan selalu menjadi sepercik getah yang menodai kerah putih kemeja kekuasaan yang menindas.
Aku akan selalu menjadi sepercik bara yang melubangi jaket mereka. Sepercik marah yang berasal dari gelisah terhadap isi periuk dan kuali. Sepercik marah sebab kerusakan akibat demontrasi disebut anarkis, sementara dampak korupsi dan keculasan disebut prosedur.
Karena daya kuasa pemerintah cuma bisa merebut tanah rakyat, menghisap darah kaum lemah, melindungi koruptor dan menaikkan harga. Karena pemerintah sudah menjelma lintah.
“Ini hanya ekspresi kemarahan saya saja. Kalau BBM naik yang jadi korban kebanyakan ibu rumah tangga seperti saya ini,” kata Yasmin pada sejumlah wartawan, Kamis (29/3/2012) siang.
Yasmin seorang ibu rumah tangga. Tinggal di Komplek Perumahan Ajun Lam Hasan, Jln Dahlia No 102, Aceh Besar. Punya tiga anak.
Di sepanjang jalan, Yasmin tak bicara sepatah kata pun. Ia menutup mulutnya dengan masker. Aksi damai Yasmin menarik perhatian dan simpati pengguna jalan. Sampai-sampai ada warga yang turun dari mobil, mengambil fotonya.
Seorang polisi lalu lintas sempat menanyakan surat izin berunjukrasa saat melintas di ruas jalan Teuku Umar, Banda Aceh. “Saya hanya menyampaikan aspirasi Pak,” jawabya, sebagaimana dilansir Aceh Corner. Lalu polisi bersimpati, mengawal dan mengamankan jalan untuk Yasmin hingga tujuan akhirnya bundaran Simpang Lima.
Yasmin sempat singgah di POM bensin di kawasan Simpang Tiga. Di sinilaj, ia membagikan selebaran berisi puisi Sepercik Marah, kepada warga pengisi bensin.
Yasmin berharap pemerintah mempertimbangkan wacana menaikan harga BBM karena akan banyak dampak negatifnya.
“Naiknya BBM akan banyak dampaknya. Anak-anak bakalan kurang gizi, tarif angkutan umum akan naik, dampaknya pada anak-anak yang mau kesekolah, ngurus urusan dapur juga akan menjadi sulit,” keluh Yasmin.
“Kita ngambil minyak bumi di tanah air kita sendiri napa harus ngikuti harga minyak dunia, heran saya,” Yasmin mempertanyakan.
Ia memilih melakukan aksinya dengan mendorong sepeda motor ketimbang melakukan aksi demo bersama mahasiwa. Alasannya, ia hanya seorang ibu rumah tangga, maka berekpresi pula sebagai seorang ibu rumah tangga.
“Saya ibu rumah tangga, tidak berorganisasi, ya begini ekpresi saya,” ungkapnya.
Yasmin berharap ekpresinya tersebut dapat meluluhkan kerasnya wacana pemerintah menaikkan harga BBM per 1 April mendatang sebesar Rp1.500 perliter.
Menurut Yasmin, kenaikan BBM berdampak buruk bagi masyarakat Indonesia. “Kalau BBM naik, semua harga naik. Anak-anak bisa terkena gizi buruk, kebutuhan dapur naik, perempuan kelompok yang paling dirugikan,” ujarnya. “Saya kecewa pada pemerintah,” pungkasnya.[windy phagta]
Belum ada komentar