Ketika Pasukan BKO Pengamanan Pilkada Aceh 2017 Dipersoalkan

Pasukan BKO di Aceh [Foto Tribratanews Aceh]
Pasukan BKO di Aceh [Foto Tribratanews Aceh]

Pelibatan pasukan BKO dalam pengamanan Pilkada Aceh masih sebatas wacana. Namun perdebatan soal itu mulai mengurus energi berbagai kalangan di Aceh.

Memasuki tahapan Pilkada 2017, Kepolisian Republik Indonesia mengganti Kapolda Aceh. Jabatan yang sebelumnya dijabat Irjen Husein Hamidi diserahterimakan kepada Brigjen Rio Seprianda Djambak. Sebelumnya, Djambak pernah menjabat Wakapolda Aceh.

Seusai pelantikan, Kapolda Aceh, Brigjen Rio S Djambak kepada awak media menyatakan pengamanan Pilkada 2017 menjadi fokusnya. Untuk itu, dalam rangka pengamanan suksesi pemilihan kepala daerah di Aceh, ia meminta penambahan personil kepada Kapolri. Gayung bersambut, Kapolri Jenderal Tito yang tak lain teman seangkatannya saat menempuh pendidikan di AKPOL tahun 1987 menyetujui usulan tersebut.

Jumlah Bantuan Kendali Operasi (BKO) yang akan akan dikirimkan ke Aceh sebanyak 1.900 prajurit Brimob. “Atas persetujuan Bapak Kapolri, kita berencana tambah kekuatan 1.900 personel BKO. Mungkin Januari sudah berada di Aceh,” kata Rio di Kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Jakarta Selatan, Jumat (23/9/2016) seperti dilansir LKBN Antara.

Rencana kehadiran BKO dalam pengamanan Pilakda Aceh ditanggapi beragam oleh elemen masyarakat di Aceh. Pro dan kontra terus menggelinding dan menjadi topik pembahasan selama dua pekan terakhir di sejumlah media massa.

Pihak yang pro kebijakan tersebut menilai, Pilkada Aceh termasuk rawan intimidasi dan terjadinya kekerasan. Ditambah lagi, dengan pecahnya kekompakan para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dalam memberikan dukungan terhadap kandidat membuat potensi terganggunya keamanan di Aceh sangat besar. Sementara pihak yang kontra menilai, langkah kepolisian menambah pasukan jelang Pilkada adalah langkah mundur. Saat ini, kondisi keamanan Aceh sangat kondusif.

“Apa kebutuhan mesti adanya pengiriman BKO ke Aceh? Tidak ada kebutuhan penambahan personil ke Aceh. Dari segi keamanan, Aceh sangat kondusif,” ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh Hendra Saputra, Sabtu (08/09/2016).

Karenanya, ia meminta Kapolda Aceh meninjau ulang kebijakan tersebut. “Apa indikator Aceh dikatakan tidak aman, sehingga harus mengirimkan BKO ke Aceh,” ujar Hendra Saputra mempertanyakan.

Selain mempertanyakan kebijakan tersebut, ia juga mempertanyakan status keamanan Aceh saat ini. Menurut dia, seharusnya sebelum Kapolda Aceh memutuskan untuk meminta tambahan personil, terlebih dahulu mempertegas bagaimana status keamanan di Aceh.

“Oke, Aceh akan melaksanakan Pilkada, pertanyaan sederhana kami berapa TPS yang rawan, berapa TPS yang dikategorikan aman? Begitu pula daerah mana saja yang dikategorikan rawan? Ini harus diperjelas dulu indikatornya, sehingga bisa dikategorikan aman dan tidak aman,” tuturnya.

“Yang paling penting adanya upaya pendeteksian dini. Ini masih punya waktu beberapa minggu lagi sebelum kampanye, polisi harus ada gambaran deteksi dininya,” sambungnya.

Hingga saat ini, KontraS menilai Polda Aceh belum pernah menjelaskan kepada publik soal status keamanan Aceh jelang Pilkada. Pihaknya juga tak menemukan adanya indikator terganggunya keamanan di Aceh.

“Harus ada indikatorlah sebuah daerah dikatakan aman atau tidak. Misalnya deteksi keamanan seperti apa, pertarungan antar kandidat seperti apa? Kalau itu belum bisa diperjelas, tak perlu ada penambahan pasukan.”

Dalam catatan KontraS, setiap memasuki pelaksanaan Pemilu, polisi selalu mengirimkan pasukan ke Aceh. Namun, hal itu tak menjamin kondisi keamanan dan menjawab persoalan kekerasan di Aceh. “Yang paling penting, polisi mempertegas status keamanan dan melakukan audit internal kinerja Polda Aceh dan lakukan evaluasi terhadap pemilu-pemilu terdahulu,” paparnya.

Adanya kemungkinan munculnya trauma dari masyarakat di sejumlah daerah tertentu juga harus menjadi pertimbangan kepolisian dalam menempatkan BKO nantinya. Kata dia, butuh strategi pengamanan dari kepolisian yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut.

Menurut Hendra, dibanding keputusan menambah pasukan, masih banyak solusi lain. Di antaranya, polisi mengupayakan forum-forum di tingkatan gampong untuk mengurangi tingkat kriminalitas dan memfungsikan peran intelijen. “Bukan hanya dengan menambah pasukan. Mereka harus lebih kreatif lah. Saya rasa Kapolda baru punya solusi untuk itu,” katanya.

Ia juga mempertanyakan sumber anggaran pembiayayan pengiriman BKO ke Aceh. Menurutnya, penambahan pasukan tersebut jangan sampai membebankan keuangan daerah. Karena, kepolisian sebagai instansi vertikal tak berhak menerima bantuan apapun dari pemerintah daerah.

Hendra menegaskan, apabila BKO ditetapkan di Aceh maka terkait dengan anggaran yang digunakan kepolisian harus menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan kepolisian tidak dibenarkan menerima dana hibah dalam bentuk apapun dari pemerintah daerah. Hal ini, lanjut dia, berdasarkan undang-undang dasar Kepolisian Nomor 21 Tahun 2002 tentang anggran kepolisian.

“Polisi, menurut UU Kepolisian dibiayai langsung oleh negara, bukan oleh pemerintah daerah. Hal itu tegas dinyatakan dalam UU Kepolisian,” ujar Hendra.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Aceh Komisaris Besar Gunawan mengatakan pengiriman BKO ke Aceh masih bersifat wacana. Menurutnya, masih terjadi pembahasan oleh Kapolri terkait penambahan pasukan. Sementara di Polda Aceh belum ada pembicaraan soal itu.

“Jika sudah pasti, kami akan gelar konferensi pers,” jawab Kombes Gunawan, Sabtu pekan lalu.

Namun, ia menduga memasuki masa kampanye pada 26 Oktober mendatang, secara perlahan akan ada pergeseran pasukan BKO ke Aceh.

Ditanyai kebutuhan pasukan di Aceh untuk mengamankan Pilkada, Gunawan mengaku belum mendapatkan laporan detil. Begitupun jumlah pasukan organik saat ini, ia mengaku tak tahu pasti angkanya. “Saya tak hafal berapa, saya harus lihat data dulu berapa jumlahnya,” dalih Kombes Gunawan.

Menurut Gunawan, kebutuhan BKO ini murni untuk memastikan Pilkada Aceh berlangsung jujur dan damai. Penambahan 1900 personil BKO, kata dia, sudah mencukupi untuk kebutuhan pasukan di Aceh dalam mengamankan Pilkada 2017. “Berdasarkan eskalasi ancaman, rencana sudah mengcover, kita akan sebar pasukan bersenjata ke seluruh Aceh sesuai SOP.”

Dia memastikan pihaknya akan memetakan daerah-daerah yang menjadi titik rawan dalam Pilkada nanti. “Kita akan terus memetakan kerawanan konflik sampai menjelang kampaye,” akunya. “TPS harus dipastikan aman, dan daerah mana saja yang rawan akan kita perketat lagi, dan pihak kepolisian akan terus mengupdate berdasarkan informasi dari intelijen.”

Saat ini Polda Aceh masih menunggu intruksi Kapolri terkait pengirman BKO ke Aceh. Begitupun, BKO yang dikirimkan belum dapat dipastikan akan didatangkan dari mana. “Yang jelas, pasukan BKO ini adalah dari kesatuan Brimob.”

Gunawan menyangkal keberadaan BKO nantinya akan membangkitkan trauma di tengah masyarakat. Saat ini, 11 tahun Aceh paska damai dinilainya mindset masyarakat sudah jauh berbeda dalam melihat pasukan BKO. Ia juga meminta semua pihak untuk saling menjaga keamanan dan tak melakukan provokasi.

“Kita terus mempetakan potensi kerawanan dan dinamika sosial. Kita terus mengupdate informasi dari intelijen hingga menjelang pergeseran BKO ke lokasi. Yang jelas, kita punya perencanaan,” beber Gunawan. “Prioritas tindakan akan dilihat menjelang masa kampanye dimulai. Kita terus meranking potensi wilayah yang rawan hingga ke yang paling aman.”

Ia menjelaskan, polemik soal pasukan di lapangan dipersenjatai atau tidak dalam pengamanan semestinya tak perlu diperdebatkan lagi. Hal ini dikarenakan sudah diatur dalam Standart Operation perocedure (SOP) kepolisian.

Brimob yang di BKO-kan dan senjata apa yang akan dibawa, kata dia, sesuai dengan pertimbangan dan kerawanan daerah yang akan didatangi nantinya.

Menurut penilaiannya, Aceh saat ini sudah sangat aman. Untuk itu, kehadiran BKO juga untuk memastikan rasa aman bagi masyarakat. “Untuk tim pengamanan akan menggunakan senjata lengkap sesuai dengan SOP yang standar dari ancaman yang akan kita hadapi. Kita tidak serta merta melakukan pemaksaan dan tidak main kasar. Personil kami di lapangan akan melakukan pendekatan humanis,” pungkasnya.

DPRA PANGGIL KAPOLDA

Menyikapi wacana penambahan pasukan BKO, pihak DPR Aceh akan memanggil Kapolda Aceh. Komisi I yang membidangi hukum, politik dan pemerintahan dalam pekan depan akan meminta penjelasan Kapolda terkait kondisi keamanan Aceh jelang Pilkada.

“Kita akan undang Kapolda Aceh untuk memberi penjelasan kesiapan pengamanan Pilkada. Termasuk wacana penambahan pasukan BKO,” kata Ketua Komisi I DPR Aceh, Abdullah Saleh.

Karena itu, kata dia, pihaknya belum bisa berkomentar terkait penambahan pasukan sebelum mendengar langsung perkembangan keamanan dari Kapolda.  “Kita ingin dengar penjelasan berapa kebutuhan pasukan untuk mengamankan Pilkada nanti, berapa jumlah pasukan organik saat ini dan jika adanya penambahan pasukan, berapa yang akan ditambah,” bebernya.

Untuk meredam munculnya trauma dari masyarakat di beberapa daerah yang punya pengamalan kurang baik di masa lalu, Abdullah Saleh menilai kepolisian harus mempersiapkan dan meberikan pembekalan kepada pasukan BKO. “Pergeseran BKO ke lokasi harus dipersiapkan dengan baik agar tidak adanya suasana yang menakutkan dan membuat trauma masyarakat,” katanya.

Selain itu, lanjut Abdullah Saleh, penggunaan senjata api oleh aparat keamanan juga harus diperhatikan. Pengamanan bersenjata nantinya tidak di sekitar TPS, tempat warga memilih. Namun di pos-pos tertentu yang mudah untuk dimobilisasi saat dibutuhkan. “Tidak bergentayangan lah pasukan bersenjata itu,” tegasnya.

Politisi Partai Aceh ini pun mengatakan, secara kepartaian dirinya belum menerima intruksi secara khusus soal rencana penambahan BKO. “Secara khusus tidak ada,” tutupnya.

Sementara itu, rekan Abdullah Saleh di Komisi I DPRA, Bardan Sahidi menilai, polisi organik yang ada di Aceh tidak cukup sehingga kehadiran BKO saat Pilkada nanti sangat dibutuhkan. Namun, ia menekankan nantinya polisi harus melihat dan memahami kearifan budaya lokal di Aceh.

Selain itu, pemetaan daerah rawan juga harus menjadi perhatian serius pihak kepolisian dalam menempatkan pasukan. “Tidak menutup kemungkinan jika dilibatkan pengamanan tambahan dari pasukan TNI, itupun jika diperlukan,” pungkas politisi PKS ini.[]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

Calon Gubernur Aceh Pilkada 2017 (Foto Oviyandi Emnur)
Calon Gubernur Aceh Pilkada 2017 (Foto Oviyandi Emnur)

Rekam Jejak Petarung Pilkada