Water Front City Gagal Beroperasi

Aliran sungai krueng Aceh di bawah kolong jembatan Pango. (Photo Pikiran Merdeka,Oviyandi Emnur)
Aliran sungai krueng Aceh di bawah kolong jembatan Pango. (Photo Pikiran Merdeka,Oviyandi Emnur)

Tidak hanya Basket Fishing, program Water Front City (WFC) yang pernah digagas Alm Mawardy Nurdin saat menjabat Walikota Banda Aceh, bernasib lebih parah. Walau sudah digembar-gemborkan, program itu tak kunjung direalisasikan.

Menurut sumber Pikiran Merdeka, Mawardy pernah menyampaikan rencana pembangunan wahana transportasi sungai itu dalam peresmian pembersihan dan pengerukan Krung Aceh yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum RI, Mohammad Hasan. Saat itu, ia menuturkan program Waterfront City segera diwujudkan setelah pengerokan sungai dilakukan.

Salah satu media lokal juga menyebutkan, pembangunan WFC itu juga bertujuan untuk mendayagunakan Krueng Aceh serta anak sungai sebagai jalur transportasi air. Sehingga, ke depannya, baik masyarakat maupun turis yang bertandang ke Banda Aceh dapat menikmati objek wisata berbasis transportasi air tersebut. Namun, hingga saat ini, program pemberdayaan transportasi air tersebut gagal diwujudkan.

“Masa Pak Mawardi, itu sudah pernah dikeruk. Tetapi kondisi kalinya sekarang itu sudah dangkal lagi, itu yang menjadi kendala saat ini,” tutur Kadisbupar Kota Banda Aceh M Ridha, Jumat (29/7/2016).

Di sisi lain, lima dermaga pendukung yang pernah dibangun Pemko Banda Aceh pada 2008 juga tidak dirawat. Kini, beberapa dermaga yang dibangun dengan menggunakan dana Otonomi Khusus (Otsus) itu sudah terbengkalai. Padahal, dana yang diplotkan untuk pembangunan dermaga itu tidak sedikit. Disebutkan, pembangunan sejumlah dermaga yang tersebar di wilayah Pango, Pante Riek dan Kuta Alam tersebut menghabiskan Rp4 miliar.

Terkait masalah itu, “Kata walikota kemarin memang mau ditinjau kembali. Permasalahannya sekarang, investor juga belum ada yang mau menanamkan modal untuk kelancaran program tersebut,” imbuhnya.

Namun, saat ditanya lebih lanjut, lempar-melempar tangung jawab kembali dilakukan Ridha. Menurut dia, pihaknya hanya mengelola suatu produk wisata ‘sudah jadi’ saja. Selebihnya, ia mengalihkan pertanyaan tersebut untuk dapat ditanyakan ke Dinas Pengerjaan Umum Banda Aceh.

“Untuk lebih jelasnya tanyakan ke PU saja. Kita hanya memanfaatkan apa yang telah mereka kerjakan,” sebutnya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pengerjaan Umum (PU) Banda Aceh Samsul Bahri mengatakan pengerjaan dermaga Water Front City di sepanjang DAS Krung Aceh tersebut dilakukan sebelum ia menjabat.

“Bahkan seingat saya, itu juga dikerjakan oleh Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh-Nias pada 2007 lalu,” aku Samsul.

Melihat seabrek sengkarut ‘produk gagal’ pariwisata itu, anggota Komisi D DPRK Banda Aceh Iqbal Djohan mengaku kesal dengan adanya beberapa program yang kerap berhenti di tengah jalan. Menurutnya, Pemko Banda Aceh terkesan tidak mampu menyelesaikan persoalan demi persoalan yang dibutuhkan rakyat.

“Itulah pemerintah kita (Pemko). Maunya jangan asal ngomong saja. Sementara realisasinya tidak ada,” ujar Iqbal kepada Pikiran Merdeka, Sabtu (30/7/2016).

Namun, ia mengaku belum dapat memberikan komentar lebih terkait permasalahan itu. “Akan kita pelajari dulu, proyek wisata apa saja yang tidak berfungsi setelah diluncurkan. Begitu juga proram-program yang gagal diwujudkan. Semuanya akan kita pantau,” tandasnya.s[]   

 

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait