Tanah wakaf milik Masjid Jami’ Lueng Bata diperjual-belikan. Selain melanggar hukum, tindakan itu mencederai amanah umat.
Di Kota Banda Aceh, ada 412 lokasi tanah wakaf yang belum bersertifikat. Misalnya di Gampong Lueng Bata, Kecamatan Lueng Bata, saat ini masih mengendap 2 persil tanah wakaf yang tidak jelas jenis tanah wakafnya.
Demikian hasil pendataan Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Aceh terkait tanah wakaf berdasarkan status. Di Gampong Lueng Bata, 2 persil tanah wakaf seluas 3.300 meter kubik lebih sudah diperjual-belikan.
Tanah tersebut diwakafkan ke Masjid Jamik Kemukiman Lueng Bata. Lokasinya berada persis di Jalan Angsa, di depan Kantor Partai Demokrat dan bersisian dengan Jalan Imum Lueng Bata yang merupakan jalan nasional Banda Aceh–Medan.
Dua persil tanah itu dikelola oleh Imum Mukim Lueng Bata—dalam hal ini merangkap Nazir Kemukiman Lueng Bata—Drs A Rahman TB Lc, yang saat itu juga menjabat Kakanwil Kemenag Aceh.
Ketua Tuha Peuet Gampong Lueng Bata, Anisrullah menjelaskan, pada 2012 Pemko Banda Aceh menawarkan pembebasan lahan tanah wakaf tersebut, dengan membelinya seharga Rp5,5 miliar. Nazir menerima tawaran tersebut sehingga ia harus mengelola uang itu, bukan lagi tanahnya.
Namun secara hukum negara, jual-beli tanah wakaf tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
Baca: Pat Gulipat Dana Pemberdayaan Masyarakat Lueng Bata Banda Aceh
Bab IV tentang perubahan status harta benda wakaf dalam pasal 40 di UU tersebut, menyebutkan, harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang: (a) dijadikan jaminan, (b) disita, (c) dihibahkan, (d) dijual, (e) diwariskan, (f) ditukar, atau (g) dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Undang-undang itu juga menyatakan, pada bab V tentang pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, dalam pasal 42, nazir wajib mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya.
Seorang nazir menurut undang-undang tersebut haruslah melalui Surat Keputusan BWI Pusat maupun BWI Provinsi (jika ada), baik dalam penunjukkannya maupun pemberhentian dan penggantiannya. Anisrullah meragukan apakah A Rahman TB seorang nazir yang sah atau tidak, terlebih saat itu yang bersangkutan merangkap jabatan.
Anisrullah menceritakan, pembebasan lahan untuk pelebaran jalan oleh Pemko tidak hanya tanah wakaf Masjid Jami’ Kemukiman Lueng Bata, tetapi juga sejumlah tanah milik warga Lueng Bata di sekitar tanah wakaf tersebut.
Temuan Inspektorat Kota Banda Aceh dalam laporan No.700/106/LHP/2015 tertanggal 22 Juli 2015, mengungkapkan, dana yang dikelola Nazir Kemukiman Lueng Bata dari hasil penjualan tanah wakaf untuk pembebasan lahan, berjumlah Rp5,5 miliar lebih.
Dirincikan, nazir telah mengeluarkan dana tersebut diantaranya untuk setoran tahap awal pembangunan toko lima pintu di atas tanah wakaf di Jalan Mr Mohd Hasan, Batoh, sejumlah Rp2 miliar; pembangunan Masjid Jami’ Lueng Bata Rp1,5 miliar, dan urusan lainnya sekitar Rp400 juta. Dengan begitu, sisa dana kas nazir berjumlah Rp1,6 miliar yang masih dipegang A Rahman TB.
“Setahu saya, sisa kas nazir di tangan Pak Rahman TB sebesar Rp800 juta dan yang lainnya tidak jelas kemana,” ujar Anisrullah, kepada Pikiran Merdeka, Kamis (24/06/16).
Abaikan Solusi Pusat
Masyarakat Lueng Bata sebenarnya tidak mempersoalkan jual-beli tanah wakaf tersebut. Tapi secara aturan, kata Drs H Bukhari MA, Kabid Penaiszawa (Penerangan Agama Islam Zakat dan Wakaf) Kanwil Kemenag Aceh, itu melanggar hukum.
Pada November 2014, turun Tim Mediasi dari Pusat, di antaranya Direktur Pemberdayaan Wakaf Drs H Hamka M Ag, Sekretaris Badan Wakaf Indonesia Drs H Z Arifin Nurdin SH MKn, Tuha Peuet Kemukiman Lueng Bata, Drs H T M Lizam MM, dan Bukhari.
“Saat itu Tim Mediasi dari Pusat menawarkan solusi bahwa nazir harus membeli lahan baru untuk menggantikan tanah wakaf yang sudah dijual ke Pemko Banda Aceh,” ujar Bukhari kepada Pikiran Merdeka, awal pekan lalu.
Solusi yang diberikan saat itu, urainya, nazir lama (A Rahman TB_red) harus membelikan tanah baru untuk diserahkan ke Masjid Jami’ Kemukiman Lueng Bata, sebagai pengganti tanah wakaf yang sudah dijual ke Pemko Banda Aceh.
Belum ada komentar