Jika puasa tahun lalu meraih juara pertama MTQ tingkat internasional, tahun ini ia diundang secara khusus oleh Pemerintah Turki untuk haflah Alquran. Ramadhan memang membawa berkah bagi Takdir Feriza.
Sepanjang karier qari Takdir Feriza Hasan, negara Turki adalah kesejahteraan. Tahun lalu, ia meraih juara satu musabaqah tilawatil quran (MTQ) di sana, dalam ajang Turkey International Holy Quran Memorization (Hifdh) and Recitation (Qiraah) Competition’ pada Ramadhan 2015 di Istanbul.
Dengan juara itu, ia mendapat hadiah dari penyelenggara even sebesar Rp200 juta ditambah bonus dari Pemerintah Aceh sekitar Rp250 juta.
“Dalam setahun Allah berikan saya rejeki sebesar itu, tidak disangka. Secara pikiran manusia sangat mustahil,” ujarnya kepada Pikiran Merdeka, Kamis (15/06/16), sehari sebelum bertolak ke Turki.
Tapi takdir Allah memang tidak ada yang tahu, kata petugas honorer di Kantor Camat Barona Jaya, Aceh Besar itu. Terbukti, pada hari pertama Ramadhan 1437 hijriah, Takdir menerima surat dari Kementerian Agama Turki melalui Menteri Agama Indonesia, dengan tujuan atas nama dia sendiri, agar bisa berada di Turki selama 15 – 27 Juni untuk haflah Alquran di sejumlah kota. Semua kebutuhan perjalanan dan biaya hidup ditanggung Pemerintah Turki.
“Saya tidak menyangka bisa ke Turki untuk kedua kalinya karena suara saya, ini anugerah Allah,” ucap Takdir Feriza.
Saat kali pertama ke Turki, ia melihatnya sebagai sebuah keberuntungan. Ia dipilih ke Turki oleh Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ) Tingkat Nasional berdasarkan seleksi terhadap para juara MTQ Nasional 2014 di Batam, Kepri.
“Namun ada persyaratan dari Turki, pesertanya maksimal berusia 35 tahun. Karena juara satu, dua, dan tiga MTQ Nasional di Kepri tidak memenuhi syarat umur, dialihkan ke saya,” kata pemuda kelahiran 1986 ini.
Di Turki, ada 52 peserta dari 52 negara berbeda yang mengikuti kompetisi Hafalan dan Pembacaan Kitab Suci Alquran Internasional Turki selama 4 hari. Karena suatu hal, ia tiba di Istanbul agak terlambat.
“Sialnya, di daftar peserta asal Indonesia tidak ada nama saya tetapi nama peserta dari negara lain,” kenangnya. “Setelah menunjukkan semua berkas, barulah diganti dengan nama saya.”
Di pagi hari menjelang pengumuman pemenang, Takdir didatangi seorang hakim qari asal Indonesia, Muhsin Salim.
“Jarang sekali ada peserta dari Indonesia yang bisa juara di Timur Tengah dan Eropa,” ujar Guru Besar Ilmu Tajwid dan Qiraah asal Indonesia itu.
“Kamu anak beruntung, Nak. Kamu juara, Nak. Sekarang telfon orangtuamu,” sambungnya.
Takdir terharu begitupun Muhsin. Keduanya menangis dalam kamar penginapan Takdir. Jumat itu ia akan menerima penyerahan hadiah usai Shalat Jumat berjamaah di Blue Mosque, masjid agung berwarna biru di Turki.
Usai salat Jumat, sebelum penyerahan hadiah, ia diminta membacakan Alquran tanpa melihat Alquran di depan Presiden Turki Tayyip Erdogan. Saat itu ia melantunkan bagian akhir Surat Al-Hasyr. Erdogan terpukau mendengar suara merdunya. Usai diserahkan hadiah, kening Takdir dikecup Erdogan.
“Kita sebagai orang Aceh biasanya mencium tangan orang yang kita hormati, tapi Erdogan langsung menarik tangannya saat saya lakukan itu. Artinya, dia lebih memulikan orang-orang yang membaca Alquran.”
Mungkin, suami Fajrina Rahmi itu menduga, dari penampilannya di hadapan Erdogan itu ia diundang khusus oleh Pemerintah Turki tahun ini.
YATIM PENGGEMAR TILAWAH
Masa keemasan Takdir Feriza Hasan tak dicapai secara instan. Ia sudah menyukai membaca Alquran semenjak duduk di kelas 3 sekolah dasar. Pria yang yatim ketika 8 bulan dalam kandungan ibunya ini selalu terpikat saat mendengar tilawah Alquran dari corong toa masjid di kampungnya, maupun dari radio dan kaset.
Semenjak itu pula ia belajar tilawah pada Teungku Muchtar dan Teungku Nasir di pesantren di Lamgawe, tak jauh dari kampung halamannya, Lampuuk. Saat itu, ketika datangnya bulan Ramadhan, ia pun setiap malam tadarus di masjid.
“Usai shalat tarawih sampai menjelang sahur, saya tidak pulang-pulang. Masjid ini menjadi saksi,” Takdir menunjuk masjid klasik berupa rumah panggung terbuat dari kayu, dari tempat ia diwawancarai Pikiran Merdeka.
Beranjak kelas 4 MIN, ia belajar tilawah bersama Himpunan Qari-Qariah (Hiqqah) Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Setahun masa belajar di Hiqqah, ia mulai mengikuti MTQ dari tingkat desa hingga kecamatan, hingga kelas 6 SD.
Ia pertama kali meraih juara satu pada MTQ tingkat kabupaten di Jantho, Aceh Besar, 2004. Karier MTQ-nya mulai terangkat pada 2007. Pertama, ia meraih juara satu kategori remaja pada MTQ tingkat provinsi di Bireuen. Disusul mewakili Aceh dalam MTQ nasional tingkat mahasiswa ke Kalimantan Barat.
Pada tahap ini, Takdir mulai tertantang agar bisa tampil pada ajang MTQ internasional. Usai menang di tingkat provinsi, ia berkeinginan suatu saat bisa go internasional. Impian itu timbul-tenggelam di kepalanya.
Setahun kemudian, ia mewakili Aceh pada MTQ nasional di Banten. Pada tahun inilah, ia banyak belajar dari qari-qariah nasional saat ia latihan (TC) di Jakarta, seperti Maria Ulfa dan Muhammad Ali qari internasional Indonesia saat itu.
Akhirnya, dia ditakdirkan mengikuti MTQ internasional pertamanya pada 2013, saat ia meraih juara satu dalam MTQ Internasional Antarbangsa Dunia Melayu Dunia Islam di Malaka, Malaysia.
Takdir juga memperoleh bonus umrah dari kemenangannya pada MTQ Aceh tahun 2014, sebelum mencapai prestasi internasionalnya yang kedua di Turki setahun kemudian.
Bagi Takdir, membaca Alquran adalah hobi. Karena itu, setiap mengikuti lomba, ia tak memasang target juara. Ia hanya bercita-cita bisa tampil di berbagai ajang.
Dengan menjadi qari, ia bisa jalan-jalan gratis ke berbagai daerah dan negara, atas undangan orang-orang yang ingin mendengar suara merdunya membaca Kitab Suci. Ia berterimakasih kepada seluruh gurunya dan keluarganya yang sangat membantu.
“Orangtua jangan takut mendidik anak untuk membaca Alquran, karena Allah akan menjamin masa depan orang-orang yang membaca Alquran,” pesan Takdir.[]
MAHA SUCI ALLAH…INSYAALLAH KITA JUMPA DI SURGA ALLAH SWT..AMIN…SANGAT MULIA PERBUATAN MU DI SISI ALLAH SWT.