Sejumlah penerbit buku yang membuka perwakilan di Aceh mengaku tidak diundang oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kerja (PPTK) Dinas Pendidikan Aceh saat penentuan spesifikasi buku Pendidikan Budi Pekerti Revolusi Mental senilai Rp8 miliar.
Jauh-jauh hari sebelum proyek itu dilelang, sebagian mereka sudah mendengar desas-desus pihak dinas akan menggandeng penerbit Acarya Media Utama dari Bandung dalam proyek tersebut. Padahal, untuk buku Pendidikan Budi Pekerti, semua penerbit memilikinya.
Misalnya, Penerbit CV Aneka Ilmu memiliki dua produk, yaitu buku pelajaran dan buku perpustakaan. Bahkan, untuk buku pelajaran sekolah kurikulum K13 dengan judul Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti.
Manager Area Aceh CV Aneka Ilmu, Sumatri mengatakan Dinas Pendidikan Aceh tidak mengundang pihaknya terkait mengajukan katalog untuk proyek pengadaan buku tersebut. Dirinya juga mempertanyakan kenapa Penerbit Acarya Media Utama saja yang dilibatkan.
“Untuk proyek sebesar itu, seharusnya harus dilibatkan minimal tiga penerbit,” kata Sumantri yang dihubungi Sabtu pekan lalu.
Sumantri melihat ada unsur monopoli dengan dipilihnya penerbit tunggal dalam proyek tersebut. Apalagi, Penerbit Acarya Media Utama tidak ada marketingnya di Aceh.
“PPTK perlu menjelaskan kepada pihak penerbit, apa kelebihan buku tersebut sehingga tidak melibatkan penerbit lain. Jika jawabannya mereka rasional, mungkin kami bisa terima. Namun jika bukunya biasa-biasa saja, perlu dicurigai ada sesuatu,” kata Sumantri.
Sementara Kepala Cabang Penerbit Masmedia Aceh, Siswadi menilai, PPTK sudah salah kaprah dalam menentukan spesifikasi dalam proyek pengadaan buku tersebut. Sebagai penerbit yang memiliki kantor Cabang di Aceh, Siswadi menyayangkan pihak PPTK Dinas Pendidikan Aceh hanya melibatkan satu penerbit untuk proyek itu.
“Pengadaan buku Rp8 miliar itu sangat besar dan banyak, kenapa hanya penerbit Acarya saja terlibat. Kami juga ada beberapa produk untuk buku budi pekerti, tetapi tidak dilibatkan,” jelasnya.
Siswadi juga mengaku mendengar kabar para rekanan susah mendapatkan dukungan dari penerbit Acrya Media Utama. “Tidak seharusnya pihak dinas memonopoli produk, karena sangat merugikan pengusaha penerbit lainnya, khususnya yang membuka cabang di Banda Aceh,” katanya.
Branch Manager Intan Pariwara, Agus Kristiadi juga mengalami nasib sama dengan penerbit lain. Biasanya, kata Agus, pihak Dinas Pendidikan Aceh meminta katalog buku dari pihaknya untuk produk pembanding. “Tetapi untuk proyek ini, tidak ada,” jelasnya.
Padahal, kata Agus, Intan Pariwara punya beberapa produk buku budi pekerti. Kerena itu, ia mencurigai ada permainan di Dinas Pendidikan Aceh dengan mengambil penerbit tunggal dalam proyek sebesar itu. Apalagi, tambahnya, penerbit asal Bandung tersebut tidak pernah mereka dengar sebelumnya.
“Jangankan kantor perwakilan, marketingnya saja tidak ada di Aceh. Mungkin mereka punya akses dengan orang dalam dinas pendidikan,” katanya.[]
Belum ada komentar