PM, REDELONG—Tim penyidik tindak pidana korupsi (Tipikor) Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Aceh turun ke Bener Meriah mengusut dugaan korupsi pada pengadaan proyek atraktan senilai Rp48 miliar sejak Selasa (22/03/16) hingga seminggu ke depan.
Lima orang penyidik itu mendatangi Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah pada Selasa pagi, berdasarkan surat perintah tugas: springas/06/III/2016, tertanggal 14 Maret 2016, menggunakan dua mobil.
Namun saat penggeledahan itu, Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Bener Meriah, Ahmad Ready, tidak masuk kantor karena menurut pegawainya sedang tugas ke Jakarta.
Para penyidik tak lama kemudian keluar dari Kantor Dishutbun Bener Meriah, membawa berbundel dokumen terkait proyek pengadaan alat perangkat hama kopi (atraktan) yang bersumber dari APBN 2015 itu. Kepada sejumlah wartawan yang menunggu di luar, petugas kepolisian menyatakan, belum bisa memberikan keterangan.
Kepala Dishutbun Bener Meriah Ahmad Ready mengakui ada penyidik Polda Aceh mendatangi kontornya untuk meminta sejumlah dokumen proyek pengadaan perangkap hama kopi jenis atraktan senilai Rp48 miliar.
“Siapa bilang menggeledah, lima penyidik dari Ditreskrimsus Polda Aceh hanya meminta dokumen lelang proyek atraktan,” kata Ahmad Ready yang dihubungi Pikiran Merdeka, Rabu (23/3/16).
Sebelumnya, kata Ahmad Ready, penyidik juga sudah memanggil PPK di Dishutbun setempat ke Mapolres Bener Meriah. Selain diperiksa, penyidik juga meminta PPK menyerahkan dokumen lelang tersebut.
“Mereka (penyidik Polda) meminjam ruangan di Polres Bener Meriah. PPK kami juga sudah memberikan dokumen lelang,” jelasnya.
Tantang Polda
Sebagaimana diberitakan Tabloid Pikiran Merdeka dalam laporan utama edisi 112 (22 – 28 Februari 2016), berjudul “Hama Kopi Beraroma Korupsi Rp48 M”, pengadaan proyek tersebut selain terindikasi merugikan uang negara juga tak dibutuhkan para petani kopi di Bener Meriah.
Sejumlah kalangan menantang aparat hukum di Aceh segera mengusut indikasi korupsi pengadaan paket bantuan untuk petani kopi di Bener Meriah itu, seperti anggota DPR-RI Tagore Abubakar, anggota DPRA Muhammad Amru, dan Bupati Bener Meriah Ruslan Abdulgani.
Bupati Ruslan Abdulgani mempersilakan aparat hukum menggarap kasus itu secara transparan agar tidak menimbulkan persepsi aneh terkait kepemimpinannya selama ini. “Saya mau aparat penegak hukum mengusutnya, karena kita tidak ingin di Bener Meriah ini ada yang aneh-aneh, meski kita juga dituduh macam-macam,” katanya.
Senada dikatakan Muhammad Amru, anggota DPRA dari Fraksi Partai Aceh. “Jika adanya kongkalikong maupun mark-up, itu kewenangan penegak hukum untuk mengusutnya,” katanya.
Jika kasus itu dibiarkan berlarut-larut tanpa pengusutan serius oleh penegak hukum, dikhawatirkan akan menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat dalam menggelontorkan anggaran ke daerah itu di masa mendatang. “Ini tidak boleh terjadi, jangan demi penyimpangan yang dilakukan segelintir orang, daerah dan masyarakat yang dikorbankan,” sebut Tagore Abubakar.
Karena itu, anggota DPR-RI ini mendorong keseriusan penyidik memproses dugaan penyimpangan proyek Rp48 miliar itu secara tuntas. Ia juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit uang negara yang dikirimkan ke petani kopi melalui Dinas Perkebunan Bener Meriah itu.
Ditangarai, selain tidak sesuai kebutuhan petani kopi, pelaksanaan lelang proyek atraktan juga terindikasi sarat penyimpangan. Pejabat dan rekanan pemenang diduga sudah mendesain proses tender dari awal hingga memenangkan rekanan ‘jagoan’ mereka, PT Jaya Perkasa Group.[PM002]
Belum ada komentar