Ting! Kaleng Bireuen pun Kian Tersohor

Merakit dandang nasi
Dandang nasi made in home industry di Dusun Lagang, Gampong Geulanggang Teungoh, Kota Juang, Kabupaten Bireuen. FOTO: Joniful Bahri

Industri rumah tangga ini ditekuni turun-temurun oleh warga. Namun mereka sangat membutuhkan bantuan pemerintah daerah agar tidak kalah saing dengan produk pabrikan.

Oleh Joniful Bahri

Memasuki perkampungan ini disambut suara “tak-tek-tok” dan “ting”. Kebisingan ibarat nyanyian yang bersahut-sahutan itu berasal dari rumah produksi kerajinan tangan berbahan kaleng.

Kecuali saat azan dan hari Jumat, suara itu mengalir ke seluruh gampong sejak pagi hingga sore, menghasilkan karya yang bernilai rupiah. Dilakoni oleh lebih dari 20 kepala keluarga.

Inilah  Dusun Lagang, salah satu dari empat dusun di Gampong Geulanggang Teungoh, Kota Juang, Kabupaten Bireuen, yang dikenal sebagai kampung industri rumah tangga.

Home industry di gampong ini dirintis pada 1965, yang awalnya dibuat hanya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari warga seperti penanak nasi, wajan, dan dandang.

Namun seiring perkembangan jaman, kreativitas kerajinan kaleng warga ini pun mulai terkenal. Perlahan, karya mereka mendapat permintaan pasar di wilayah Bireuen, Aceh.

Pada masa kejayaannya, hanya empat  kepala keluarga (KK) yang menggantungkan hidup dari hasil kerajinan industri dan tukang patri kaleng itu. Kemudian diteruskan oleh generasi muda setempat.

Mereka pun menerima pesanan pembuatan dan perbaikan berbagai kerajinan kaleng, seperti siraman alat pertanian, dandang nasi, takaran beras, gayung literan minyak dan gayung kopi.

“Sekarang  kami berusaha mengembangkannya ke bentuk lain sesuai permintaan pasar,” kata Yuliadi (48), ketua salah satu kelompok industri kerajinan kaleng Dusun Lagang, Geulangang Tengoh, kepada Pikiran Merdeka, Kamis, 25 Februari 2016.

Mematri kaleng minyak
Mematri kaleng minyak literan. FOTO: Joniful Bahri

Yuliadi mengungkapkan, ia saat ini lebih banyak melayani pembuatan alat-alat pertanian dan perabotan dapur seperti oven, kukusan, cetakan roti, dan dandang nasi berbagai ukuran, yang dibantu empat karyawannya.

Tak hanya Yuliadi, jika menelusuri Dusun Lagang, hampir semua rumah membuka  usaha kerajinan keleng tersebut, seperti Basri, Azhar, Munir, dan Azhari.

Mereka menghasilkan produk berbahan baku seng dan aluminium itu secara manual. Tanpa alat modern. Namun begitu, pangsa pasarnya mampu bertahan di tengah gempuran produk massal pabrikan yang berkembang saat ini.

Mengalirnya pesanan dari berbagai tempat  turut mempertebal kantong para perajin dan karyawan di rumah industri kaleng Lagang.

“Saat ini, modal untuk  menghasilkan sebuah produk serta gaji karyawan bisa mencapai Rp 2 juta setiap hari, termasuk untuk bahan bakunya,” ujar Yuliadi.

Basri, perajian kaleng Dusun Lagang lainnya menerangkan, selama ini pesanan tetap stabil dari berbagai pelosok Aceh walaupun harga beberapa barang terpaksa naik.

“Pengaruh kenaikan ini dipicu bahan baku seng atau aluminium di pasaran naik, sehingga kami terpaksa harus menyesuaikan hargnya,” katanya.

Sejauh ini, produk kerajinan kaleng Dusun Langang, Geulanggang Tengoh, sudah punya pelanggan tersendiri di wilayah Bireuen, Aceh Tengah, Meulaboh, Banda Aceh, Kota Sigli hingga Kota Langsa.

Sesuai perkembangan dan permintaan,  mereka telah  memproduksi oven, dandang nasi, dandang air, wadah cuci piring, timba kaleng, literan minyak, gayung kopi, kaleng penyiram tanaman, cetakan kue, loyang, dan kukusan.

Kualitas produk tetap mereka tetap utamakan sehingga tidak mengecewakan pelanggan, di samping menginginkan hasil karya anak bangsa yang unggul dari Geulanggang Teungoh.

Belum Dibantu Pemerintah

Yuliadi ketika ditanyai soal perhatian dan bantuan pemerintah, mengungkapkan hingga saat ini belum ada, kecuali bantuan mesin press yang bersumber dari aspirasi anggota DPRK Bireuen beberapa tahun lalu.

“Kalau dari Disperindagkop dan UKM (Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) Kabupaten Bireuen hingga saat ini belum ada, meski setiap tahun mereka datang untuk mendata seluruh industri di tempat kami,” akunya.

Keuchik Geulanggang Tengoh, M Husen, yang dimintai tanggapan terkait industri kaleng itu menyatakan, saat ini sentral industri di desanya harus mendapat dukungan pemerintah daerah.

“Setidaknya mereka telah melakukan usaha yang produktif. Sudah sepantasnya mereka mendapatkan fasilitas pendukung seperti mesin untuk merakit bahan, kerena selama ini seluruhnya masih manual,” katanya.

Di samping itu, ia mengharapkan dinas terkait juga harus melakukan langkah-langkah yang dapat memajukan industri pemuda gampong, sehingga industri yang tumbuh dan berkembang itu benar-benar dapat meningkatkan perekonomian masyarakat dan menjadi ikon daerah.[]

Diterbitkan di Rubrik EKONOMI Tabloid Pikiran Merdeka edisi 113

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait

997840 720
Warga Myanmar di Thailand menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok pasca kudeta militer Myanmar, pada 1 Februari 2021. [REUTERS/Athit Perawongmetha]

Jaringan Sipil Asia Kecam Kudeta Militer di Myanmar