PM, TAPAKTUAN – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh didesak segera mengukur ulang lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Asdal Prima Lestari yang berlokasi di Kecamatan Trumon Timur, Aceh Selatan.
Desakan itu disampaikan secara langsung kepada Kakanwil BPN Aceh, Mursil SH, oleh perwakilan mahasiswa saat beraudiensi ke Kantor BPN Aceh di Banda Aceh, Jumat (26/2).
Mahasiswa yang tergabung dalam dalam Himpunan Mahasiswa Aceh Selatan (Hamas), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) dan Pemerintah Mahasiswa (Pema) Universitas Abulyatama Banda Aceh ini mendesak BPN segera menyahuti keinginan masyarakat yang menjadi korban penyerobotan lahan oleh PT Asdal.
“Timbulnya sengketa lahan antara PT Asdal dengan masyarakat Desa Kapa Sesak, Alue Bujok dan Titie Poben, Kecamatan Trumon Timur selama ini, disebabkan karena PT Asdal diduga kuat telah melakukan aksi penyerobotan lahan milik masyarakat,” kata Ketua Hamas, Muhammad Saleh, dalam siaran persnya kepada Pikiran Merdeka, Jumat (26/2/16).
“Karena itu kami mendesak pihak BPN supaya segera melakukan pengukuran ulang lahan HGU tersebut, sehingga jelas batas lahan milik masyarakat dengan PT Asdal,” sambungnya.
Menurut Saleh, persoalan sengketa lahan tersebut harus mendapat perhatian serius dari pihak terkait dengan mencari solusi penyelesaian yang konkrit, untuk menghindari timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan. ia mengatakan, selain persoalan dugaan penyerobotan lahan, PT Asdal juga diduga telah melanggar peraturan sebagaimana yang tertera didalam Surat keputusan Gubernur Aceh Nomor : 525/BP2T/4966/2011 Tentang Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan dengan nomor Hak Guna Usaha (HGU) : 15/HGU/BPN/1996 tertanggal 27 Mei 1996.
Menurutnya, dalam peraturan itu jelas disebutkan bahwa PT Asdal wajib membangun kebun plasma untuk masyarakat atau mitra dengan petani disekitar areal kebun minimal 30 % dari luas areal yang diusahakan dan wajib menyalurkan dana sosial berupa Corporate Social Responsibility (CSR).
“Berdasarkan pengakuan masyarakat dan informasi yang kami himpun, sampai saat ini kewajiban pembuatan kebun plasma dan penyaluran dana CSR terhadap masyarakat sekitar kebun, belum di realisasikan oleh PT Asdal, sehingga semakin menyulut emosi masyarakat untuk melakukan aksi protes,” ujar Muhammad Saleh.
Dalam pertemuan dengan Kakanwil BPN Aceh, Musril SH, yang turut disampingi Kepala BPN Aceh Selatan serta Kabag Pendaftaran dan Hak Atas Tanah BPN Aceh, Saiful, para Mahasiswa meminta kepada pihak BPN agar tidak ragu dan takut untuk turun langsung ke lokasi lahan yang disengketakan tersebut, sebab pihaknya bersama dengan masyarakat memastikan akan menjamin keamanan tim BPN saat melakukan pengukuran ulang lahan HGU PT Asdal nantinya.
“Terkait keamanan petugas BPN saat melakukan pengukuran ulang, kami bersama masyarakat akan menjaminnya dengan cara turut mengawal langsung pelaksanaan pengukuran ulang nantinya. Jadi tidak ada alasan bagi pihak BPN untuk tidak melakukan pengukuran ulang,” tegasnya lagi.
Sementara itu, Ketua KAMMI Aceh, Darlis Aziz, menilai bahwa, selama ini pihak BPN Aceh terkesan sangat lamban dalam menangani kasus-kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan pihak perusahan tertentu.
“Kasus sengketa lahan ini merupakan salah satu bukti bahwa pihak BPN Aceh sangat lamban menyelesaikan persoalan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat. Sebab persoalan ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu namun hingga saat ini belum ada penyelesaian secara konkrit,” sesalnya.
Disamping itu, Darlis Aziz juga mengkritisi sikap Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemkab Aceh Selatan dalam menyikapi persoalan sengketa lahan perkebunan kelapa sawit antara PT Asdal dengan masyarakat Trumon Timur.
“Kami melihat belum ada political will dari Pemerintah Provinsi Aceh dan Pemkab Aceh Selatan dalam menyelesaikan masalah tersebut,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Mahasiswa Universitas Abulyatama, Muslim, dalam paparannya dihadapan pejabat Kanwil BPN Aceh, mengatakan, pihaknya atas nama mahasiswa asal Aceh Selatan menginginkan persoalan sengketa tidak berlarut-larut.
“Jangan sampai persoalan ini diseret ke ranah politik oleh pihak tertentu. Kasus ini murni persoalan antara masyarakat dengan pihak perusahaan. Masyarakat butuh kehadiran pemerintah untuk menyelesaikannya,” tegasnya.
Ia mengatakan bahwa izin HGU yang dimiliki oleh PT Asdal sudah sejak tahun 1996, sehingga ia mempertanyakan apakah data yang tercatat di BPN Aceh tentang lahan HGU milik PT Asdal tersebut sesuai dengan kondisi riil yang ada saat ini. Kondisi dilapangan saat ini ada lahan masyarakat yang diklaim masuk ke dalam HGU PT Asdal.
Muslim juga mempertanyakan apakah pihak BPN Aceh sudah mengirimkan surat ke Pemkab Aceh Selatan dan juga kepada pihak PT Asdal serta pihak-pihak terkait lainnya terkait penetapan jadwal pengukuran ulang lahan antara perusahaan dengan masyarakat.
“Kami berharap kepada BPN Aceh ada inisiatif untuk mempercepat pelaksanaan pengukuran ulang lahan yang di sengketakan itu, dengan cara segera mengirim surat ke pihak-pihak terkait sehingga penyelesaian kasus itu tidak berlarut-larut,” ujarnya.
Menanggapi pernyataan Mahasiswa, Kepala BPN Aceh, Mursil SH, mengakui bahwa untuk menyelesaikan persoalan sengketa lahan itu pihaknya terkendala dengan masalah data. Sebab meskipun BPN Aceh memiliki data izin HGU PT Asdal yang dikeluarkan tahun 1996 silam, namun data itu harus di sesuaikan dengan kondisi dilapangan saat ini.
“Solusinya memang harus dilakukan pengukuran ulang dilapangan dan kami siap turun ke lapangan, mari kita dorong sama-sama untuk menyelesaikan kasus ini,” kata Mursil.
Karena terus didesak oleh Mahasiswa terkait jadwal pasti kapan akan dilakukan pengukuran ulang lahan HGU PT Asdal tersebut, akhirnya Kakanwil BPN Aceh berjanji akan segera menyurati Pemkab dan DPRK Aceh Selatan, termasuk pihak PT Asdal serta pihak terkait lainnya.
“Saya minta kepada saudara Kabag (Kabag Pendaftaran dan Hak Atas Tanah BPN Aceh), tolong siang ini juga (Jumat-red) surat itu harus sudah dikirim dan ditembuskan ke Mahasiswa yang hadir pada hari ini,” tegasnya. [PM004]
Belum ada komentar