35 Saksi Beberkan Kekerasan Pemilukada

saksi irwandi
Sebanyak 35 saksi dari kubu Irwandi yang menjadi korban kekerasan dalam Pemilukada memberikan kesaksian melalui video conference, Jumat (27/4), di ruang sidang dan kuliah umum Fakultas Hukum Unsyiah yang tersambung ke Mahkamah Konstitusi (MK).
saksi irwandi
Sebanyak 35 saksi dari kubu Irwandi yang menjadi korban kekerasan dalam Pemilukada memberikan kesaksian melalui video conference, Jumat (27/4), di ruang sidang dan kuliah umum Fakultas Hukum Unsyiah yang tersambung ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Banda Aceh—Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi mendengarkan keterangan 35 saksi yang diajukan kubu Irwandi Yusuf dalam sidang kasus gugatan hasil Pilgub Aceh. Sementara Kapolda Aceh Irjen (Pol) Iskandar Hasan hanya mengutus dua staf ke persidangan di MK.

Ke-35 saksi memberikan keterangan melalui video conference di gedung Fakultas Hukum Unsyiah yang tersambung langsung ke ruang sidang di gedung MK, Jakarta. Mereka berasal dari berbagai daerah di Aceh.

Sebelum memberikan keterangan, Hakim Harjono (anggota) mengabsen satu per satu saksi yang dihadirkan pihak pemohon. Dilanjutkan dengan membacakan sumpah untuk para saksi tersebut.

Kepada majelis hakim yang dipimpin Mahfud MD, para saksi menceritakan mengenai adanya tindakan kekerasan dan ancaman oleh massa yang berasal dari Partai Aceh, partai pengusung pasangan Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. “Manipulasi suara nyoblos lebih dari sekali. Jabatan yang didapat dari jatah preman hukumnya haram. Katanya Aceh negeri syariat Islam, aib banget dapat jabatan tapi cara kayak gitu. Jangan pakai nafsu, pakai hati nurani, moral sebagai umat Islam,” sesal salah satu saksi, Rozali, ketika memberikan keterangannya.

“Tanggal 7 (April) mau pilkada, malamnya datang 3 orang dari Partai Aceh. Mereka mengancam keluarga saya, katanya saya disuruh mundur dari tim sukses Irwandi, akhirnya saya disuruh tinggal di tempat yang aman. Jadi saya tinggal di tempat Irwandi,” cetus saksi asal Aceh Besar, Bahagia.

Tindak kekerasan juga dialami oleh Lukman, saksi asal Banda Aceh. Ia mengaku dikejar-kejar oleh massa pendukung pasangan Zaini-Muzakir. “Pada saat itu saya sedang dalam acara santunan anak yatim, tiba-tiba datanglah sekelompok orang pakai kereta (sepeda motor). Saya nanya orang yang di situ, siapa itu pak? Itulah Partai Aceh. Akhirnya karena orang datang dari Partai Aceh ini, segerombolan, akhirnya mereka lari, meloncat pagar masjid, pas nyampai pagar masjid turun. Tiba-tiba sudah dikerubungi orang-orang Partai Aceh. Terus saya dipukul pakai kayu sampai tangannya bengkok,” ujarnya.

Sayuti Abu Bakar, Ketua Tim Kuasa Hukum Irwandi-Muhyan, menyatakan pernyataan para saksi itu semakin menunjukkan adanya tindak pidana dalam pelaksanaan Pemilukada Aceh.

Usai mendengar keterangan 35 saksi yang dihadirkan pihak pemohon, Ketua Majelis Hakim Mahfud MD menskor sidang hingga Senin pekan depan.

Di sela-sela penskoran waktu sidang, kuasa hukum Zaini-Muzakir meminta agar di sidang lanjutan nanti juga dihadirkan saksi dari pihak mereka. Mahfud MD mengabulkan permintaan tersebut, sehingga pada sidang 30 April nanti saksi dari Irwandi-Muhyan dan saksi dari Zaini-Muzakir dihadirkan secara bersamaan dalam teleconference.

Utus Staf

Sementara itu, Kapolda Aceh Irjen (Pol) Iskandar Hasan hanya mengutus dua staf ke persidangan di MK, yakni Wakil Direktur Reskrimum, AKBP Subakti, dan Wakil Direktur Lantas AKBP Gunawan.

Menurut keduanya, ada beberapa kasus kekerasan yang tidak dilaporkan ke polisi. “Ada juga beberapa kasus yang belum bisa kami sampaikan karena masih dalam penyidikan,” katanya.

Kasus yang tidak ada laporannya, jelas staf Polda, di antaranya pemberondongan tim sukses Irwandi di Banda Aceh, intimidasi dan teror di hari pencoblosan, serta kasus Bireuen. “Perusakan kotak suara di Kembang Tanjong juga tak ada laporan ke Polres Pidie,” ujarnya.

Di kesempatan itu, kubu Irwandi sempat menanyakan soal Ayah Bantan, namun utusan Polda Aceh mengatakan itu belum bisa disampaikan di persidangan dan masih menjadi ranah penyidikan Mabes Polri.

Kuasa hukum Irwandi yang diwakili Sayuti Abubakar dan Andi Muhammad Asrun juga menanyakan soal teror dan intimidasi pada masa Pemilukada. “Kami sudah bertindak, beberapa kasus sudah disidik dan berkas kasus masuk ke pengadilan. Keterlibatan Densus 88 supaya memberikan rasa aman. Di Aceh sendiri Densus sudah tidak ada, sudah dilikuidasi,” jawab staf Polda.

Sementara Hakim Harjono menanyakan kepada dua staf Polda soal motif pembunuhan. “Itu kewenangan hakim untuk memutuskan,” jawab staf Polda, menolak berasumsi soal motif kekerasan jelang Pemilukada Aceh.[gaz/ dtc/apc/*]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait