Kesulitan di perjalanan menjadi kenangan indah bagi Team Gear Gayo Lues dalam petualangan ke Desa Lesten.
Oleh : Anuar Syahadat
Mencapai Desa Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, bukan hal mudah bagi orang yang tak menyukai tantangan. Desa paling terisolir di Negeri Seribu Bukit ini berada di kawasan hutan pedalaman yang berbatasan dengan Aceh Tamiang.
Jonder, traktor yang biasa digunakan untuk membajak perkebunun, selama beberapa tahun terakhir terpaksa dijadikan satu-satunya transportasi umum bagi warga Lesten untuk mengangkut hasil perkebunan maupun tumpangan ke pusat kota Kecamatan Pining.
Tim Gear (Extreme Adventure) Gayo Lues yang beranggotakan sembilan orang, menjajaki Desa Lesten pada medio Januari 2016 dengan sepeda motor trail. Selain membawa bekal logistik sendiri, tim yang beranggotakan Dandim 0113/Gayo Lues Letkol Inf Richard Harison ini juga mengantarkan bantuan kepada warga miskin Lesten.
Tim Gear tiba di Desa Lesten usai bergelut dengan kubangan dan lumpur selama tiga jam. Wajah kusam berbedak lumpur tak bisa dihindari saat bertemu warga. Motor trail tunggangan mereka pun nyaris tak berwarna kecuali kuning tanah.
“Seluruh jalan mulai dari Kecamatan Pining hingga sampai ke Desa Lesten dikelilinggi hutan yang perawan, sungguh sulit menjangkau desa yang paling terpencil di Gayo Lues itu,” cerita Roni salah satu anggota Tim Gear, Sabtu, 23 Januari 2016, sepulang dari Lesten.
Menurutnya ada 56 kepala keluarga di Desa Lesten. “Saat kami berbincang-bincang dengan warga, harapan mereka hanya satu, yaitu Pemerintah harus membuka akses jalan agar merekda mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya,” ujar Roni.
Kondisi masyarakat Lesten didapati mereka belum merasakan arti kemerdekaan yang sepenuhnya. Kebanyakan warga menggantungkan hidup dari hasil alam. Jika jonder rusak, warga harus jalan kaki menulusuri hutan selama delapan jam untuk bisa sampai ke pusat kecamatan.
Perjuangan tak usai. Saat kembali ke Gayo, Gear mendapat ujian berat di jalanan. Sebagian motor mereka rusak. Mereka juga sempat jatuh dan harus mendorong sepeda motor berulang kali. Bahkan empat sepeda motor harus ditinggalkan di tengah hutan karena kain klosnya habis.
“Selama dua hari dua malam, kami hanya bisa mengevakuasi tiga unit, sedangkan satu unit kendaraan lagi baru bisa dievakuasi selama satu minggu,” jelas Roni.
Enam orang yang motornya rusak memilih berjalan kaki melewati Pintu Angin sejak pagi hari dan sampai di Kecamatan Pining jam sebelas malam. Namun perjalanan melelahkan itu kata Roni menjadi pelajaran tersendiri bagi Tim Gear. Menelusuri Desa Lesten tak semudah menjajaki desa lain yang ada di Kabupaten Gayo Lues. Selain berbahaya, keadaan di hutan juga menyeramkan.
“Kami merasa puas dan lega, desa yang disebut-sebut belum merdeka di Gayo Lues itu sudah kami kunjungi dan kami lihat dengan mata kepala sendiri. Semoga Pemerintah sesegera mungkin mengaspalkan jalan Lesten,” Roni menutup cerita. [PM004]
Belum ada komentar