Penyu di Bireuen Terancam Punah

PM, Bireuen—Lima tahun belakangan ini, populasi penyu di perairan Bireuen mulai terancam punah akibat masih maraknya perburuan oleh masyarakat dan gagalnya pementasan telur penyu kawasan pasisir Bireuen.

Ibrahim, pawang penyu di kawasan Kuala ceurape, Gandapura mengungkapkan, sebelum terjadinya bencana tsunami 2004 lalu, ada beberapa titik pesisir pantai Bireuen menjadi lokasi tempat penyu bertelur, tapi belakangan mulai langka.

“Masyarakat kita juga tidak memahami pentingnya untuk menjaga kelestarian hewan yang dianggap langka itu dan perlu dibudidayakan,” kata Ibrahim.

Drs Zakwan Husen, salah seorang pemerhati penyu di Bireuen kepada Pikiran Merdeka, Jumat (27/4) mengatakan, hasil survey yang dilakukan bersama sejumlah pawang penyu di 11 titik kecamatan, hanya menyisakan sekitar 160 ekor lagi. “Biasanya induk penyu itu didapatkan sekitar 67,5 meter dari garis pantai,” jelasnya.

Sejauh ini, tambah Zakwan, belum ada upaya antisipasi menurunnya populasi baik dari pemerintah Aceh maupun Pemerintah Kabupaten Bireuen, sehingga hewan yang mulai langka itu menyebabkan populasinya terus mengalami penurunan bahkan nyaris punah. “Kami pernah mengusulkan program pelestarian habitat penyu di perairan Bireuen, tetapi sejuah ini tak ada tanggapan sama sekali,” ungkapnya.

Menurut Zakwan, kebiasaan bertelur penyu akan memilih lokasi yang dianggap aman bagi dirinya, kelebihannya, penyu itu akan tetap kembali bertelur terus menerus di lokasi yang sama. “Untuk menghindari terancamnya habitat penyu itu, maka Pemerintah Aceh serta Pemerintah Daerah Biareuen, harus memiliki tanggungjawab dan perhatiannya untuk segera membudiyakan penyu, minimal dapat menghindari kepunuhan akibat pemburuan,” harapnya.

Saat ini, untuk dapat memperoleh telur penyu, maka masyarakat Bireuen harus memasan khusus, itupun dari laur daerah yang memeiliki tempat penangkaran penyu.

“Saat ini harga satu telur penyu sekitar Rp5000 hingga Rp8000, itupun harus kita pesan, berbeda saat nenek moyang kita dulu, setiap pulang melaut, maka akan dibawa pulang sekitar 50 biji, selebihnya dibiarkan untuk induknya. Tapi sekarang, jangankan telurnya, induknya saja sulit didapat,” pungkasnya.[jon]

Belum ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait